JOEDO Sumbono, Dir-Ut Pertamina yang baru itu, ternyata memang
suka berbenah. Belum lagi dua minggu sejak ia dilantik 20 April
lalu, Joedo. 52 tahun, yang dikenal keras itu sudah menggeser
sejumlah orang. "Beberapa di antara mereka belum mengetahui mau
dikemanakan, jadi masih mengambang sampai sekarang," kata sebuah
sumber di Pertamina.
Kepala Biro Humas Pertamina, R. Soebianto mengatakan,
"penertiban itu memang terus dilakukan di Pertamina.
"Penekanannya pada penegakan disiplin. Dan sekarang efeknya
sudah terasa sampai ke wilayah-wilayah Pertamina lainnya,"
katanya kepada TEMPO Senin lalu. Soebianto sendiri tidak
membenarkan ada sekian banyak orang yang ditertibkan. "Yang saya
ketahui baru tiga orang," katanya.
Salah satu adalah Sidharta, Kepala Sub Direktorat Pemeliharaan
Kapal-Kapal (PMK) Pertamina, kebetulan menantu bekas Dir-Ut
Pertamina Piet Haryono. Siapa pengganti Sidharta belum lagi
ditentukan. Dan sampai sekarang dia masih masuk kantor seperti
biasa.
Sidharta inilah yang menurut pemberitaan pers ibukota telah
"disegel" kamar kerjanya, tapi kemudian cepat dibantah oleh
Joedo Sumbono. "Itu tidak betul, tak ada penyegelan," kata
Dir-Ut Pertamina seusai upacara penandatanganan kontrak
bagi-hasil dengan dua perusahaan AS dan sebuah perusahaan minyak
Korea Selatan pekan lalu. Menurut Joedo ada delapan pejabat
Pertamina yang digeser. "Jadi bukan dipecat," katanya.
Nonaktif
Menurut Joedo, Sidharta bersama seorang anggota dari Badan
Koordinasi Kontraktor Asing (BKKA dan enam pegawai lain
Pertamina telah dinonaktifkan, dan kini ditempatkan di bawah
suatu tim pengawasan. Ada tuduhan dinonaktifkannya sejumlah
orang di Pertamina itu dikaitkan dengan peristiwa pencurian
minyak (BBM) besar-besaran di Laut Jawa beberapa waktu lalu.
Tapi tindakan begitu, seperti diakui Joedo kepada pers, baru
merupakan kecurigaan, dan belum didasarkan pada bukti-bukti
nyata.
Adapun nama para pejabat Pertamina lain yang dinonaktifkan itu
kabarnya adalah Thabrani, Wakil Koordinator proyek-proyek
pengilangan Suwoso, Manajer Proyek perluasan pengilangan
Balikpapan Himpun Siregar, Kepala Sub Direktorat Pemasaran
Anton Setiawan, Kepala Sub Direktorat Pemeliharaan Kapal dan
Wisnu Hidayat, Kepala BKKA . Jabatan Anton kini dipegang oleh
Helmy Madjid, dulunya orang pemasaran dan terakhir duduk di Biro
Anak-anak Perusahaan. Sedang kedudukan Wisnu Hidayat diberikan
kepada Alex Frederick, wakilnya.
Adapun jabatan baru bagi para bekas direktur Pertamina yang
diberhentikan secara mendadak itu sampai sekarang juga belum
begitu jelas. Hanya Soedarno Martosewoyo, tadinya Direktur Umum
Pertamina, kini kabarnya masih terus diminta untuk mengepalai
proyek pembangunan LNG, yang dulu dirangkapnya.
Hal lain yang kini tengah diselidiki oleh Dir-Ut Joedo Sumbono
adalah soal beli-cicil kapal tangki 17.000 DWT oleh Direktorat
Perkapalan Pertamina seharga US$ 21 juta. Ini rupanya dianggap
terlalu mahal oleh Joedo. Menurut anggapannya, harga kapal
tangki tersebut di pasaran tak melebihi US$ 17 juta.
Tapi yang menarik, seperti kata Joedo, kontrak pembelian kapal
tangki itu belum disetujui oleh Sekretariat Negara. Dengan
adanya Peraturan Pemerintah No. 10, lebih dikenal dengan PP 10,
maka setiap pembelian oleh instansi pemerintah yang melebihi Rp
500 juta harus dengan seizin suatu tim khusus di Sekneg, yang
diketuai oleh Ginanjar Kartasasmita, Asisten Mensesneg
Sudharmono.
Beberapa sumber TEMPO yang mengetahui menyangsikan pihak Sekneg
tak menyetujuinya. Bahkan menurut sumber-sumber itu, kontrak
pembelian cicil (hirepurchase) tersebut sudah ditandatangani,
tapi pembayarannya belum dilakukan. "Tak ada permainan dalam
kontrak pembelian tanker itu," katanya.
Mana yang benar, hasil penyelidikan itu sendiri yang akan
menjawab nanti. Tapi yang juga menarik dari langkah Joedo adalah
diputuskannya kontrak tukar-menukar minyak mentah dengan BBM
antara Pertamina dengan Kuo International, sebuah perusahaan
asing yang berkantor pusat di Hongkong. Sesuai dengan perjanjian
yang terakhir, untuk setiap barrel minyak mentah yang dikirim
Pertamina, pihak Kuo akan mengembalikan 85% dalam bentuk BBM,
antara lain berupa minyak tanah, minyak diesel dan avtur.
Kuo, yang melakukan pengilangan itu di perusahaan Shell
Singapura, menjamin kelancaran pengiriman BBM itu sejak 1978,
yakni pada waktu Indonesia mengalami kesulitan untuk menjual Low
Sulphur Waxy Residue (LSWR) yang dikandung Minas crude -- minyak
mentah yang dihasilkan ladang-ladang PT Caltex Pacific Indonesia
(CPI) di Sumatera Timur.
Kerjasama antara Kuo dengan Pertamina dilanjutkan ketika pecah
revolusi di Iran, yang berpengaruh pada pengadaan BBM di
Indonesia. Kerjasama serupa juga terjadi antara Pertamina dengan
beberapa perusahaan pengilangan lain seperti Esso Singapura dan
Mobil Corporation.
Alasan diputuskannya hubungan dengan Kuo International, antara
lain karena perusahaan tersebut tak memiliki pengilangan
sendiri. Dalam hal perbandingan antara minyak mentah dengan BBM,
Kuo tergolong yang paling tinggi. Adapun perbandingan minimum
yang diminta Pertamina adalah 83%, sedikit di bawah Kuo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini