Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Penggeseran di Pertamina

Banyak pejabat yang mengambang di pertamina sejak joedo sumbono dilantik. sebuah kontrak kapal tangki sedang diusut. kerja sama dengan sebuah perusahaan hong kong diputus. (eb)

16 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JOEDO Sumbono, Dir-Ut Pertamina yang baru itu, ternyata memang suka berbenah. Belum lagi dua minggu sejak ia dilantik 20 April lalu, Joedo. 52 tahun, yang dikenal keras itu sudah menggeser sejumlah orang. "Beberapa di antara mereka belum mengetahui mau dikemanakan, jadi masih mengambang sampai sekarang," kata sebuah sumber di Pertamina. Kepala Biro Humas Pertamina, R. Soebianto mengatakan, "penertiban itu memang terus dilakukan di Pertamina. "Penekanannya pada penegakan disiplin. Dan sekarang efeknya sudah terasa sampai ke wilayah-wilayah Pertamina lainnya," katanya kepada TEMPO Senin lalu. Soebianto sendiri tidak membenarkan ada sekian banyak orang yang ditertibkan. "Yang saya ketahui baru tiga orang," katanya. Salah satu adalah Sidharta, Kepala Sub Direktorat Pemeliharaan Kapal-Kapal (PMK) Pertamina, kebetulan menantu bekas Dir-Ut Pertamina Piet Haryono. Siapa pengganti Sidharta belum lagi ditentukan. Dan sampai sekarang dia masih masuk kantor seperti biasa. Sidharta inilah yang menurut pemberitaan pers ibukota telah "disegel" kamar kerjanya, tapi kemudian cepat dibantah oleh Joedo Sumbono. "Itu tidak betul, tak ada penyegelan," kata Dir-Ut Pertamina seusai upacara penandatanganan kontrak bagi-hasil dengan dua perusahaan AS dan sebuah perusahaan minyak Korea Selatan pekan lalu. Menurut Joedo ada delapan pejabat Pertamina yang digeser. "Jadi bukan dipecat," katanya. Nonaktif Menurut Joedo, Sidharta bersama seorang anggota dari Badan Koordinasi Kontraktor Asing (BKKA dan enam pegawai lain Pertamina telah dinonaktifkan, dan kini ditempatkan di bawah suatu tim pengawasan. Ada tuduhan dinonaktifkannya sejumlah orang di Pertamina itu dikaitkan dengan peristiwa pencurian minyak (BBM) besar-besaran di Laut Jawa beberapa waktu lalu. Tapi tindakan begitu, seperti diakui Joedo kepada pers, baru merupakan kecurigaan, dan belum didasarkan pada bukti-bukti nyata. Adapun nama para pejabat Pertamina lain yang dinonaktifkan itu kabarnya adalah Thabrani, Wakil Koordinator proyek-proyek pengilangan Suwoso, Manajer Proyek perluasan pengilangan Balikpapan Himpun Siregar, Kepala Sub Direktorat Pemasaran Anton Setiawan, Kepala Sub Direktorat Pemeliharaan Kapal dan Wisnu Hidayat, Kepala BKKA . Jabatan Anton kini dipegang oleh Helmy Madjid, dulunya orang pemasaran dan terakhir duduk di Biro Anak-anak Perusahaan. Sedang kedudukan Wisnu Hidayat diberikan kepada Alex Frederick, wakilnya. Adapun jabatan baru bagi para bekas direktur Pertamina yang diberhentikan secara mendadak itu sampai sekarang juga belum begitu jelas. Hanya Soedarno Martosewoyo, tadinya Direktur Umum Pertamina, kini kabarnya masih terus diminta untuk mengepalai proyek pembangunan LNG, yang dulu dirangkapnya. Hal lain yang kini tengah diselidiki oleh Dir-Ut Joedo Sumbono adalah soal beli-cicil kapal tangki 17.000 DWT oleh Direktorat Perkapalan Pertamina seharga US$ 21 juta. Ini rupanya dianggap terlalu mahal oleh Joedo. Menurut anggapannya, harga kapal tangki tersebut di pasaran tak melebihi US$ 17 juta. Tapi yang menarik, seperti kata Joedo, kontrak pembelian kapal tangki itu belum disetujui oleh Sekretariat Negara. Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 10, lebih dikenal dengan PP 10, maka setiap pembelian oleh instansi pemerintah yang melebihi Rp 500 juta harus dengan seizin suatu tim khusus di Sekneg, yang diketuai oleh Ginanjar Kartasasmita, Asisten Mensesneg Sudharmono. Beberapa sumber TEMPO yang mengetahui menyangsikan pihak Sekneg tak menyetujuinya. Bahkan menurut sumber-sumber itu, kontrak pembelian cicil (hirepurchase) tersebut sudah ditandatangani, tapi pembayarannya belum dilakukan. "Tak ada permainan dalam kontrak pembelian tanker itu," katanya. Mana yang benar, hasil penyelidikan itu sendiri yang akan menjawab nanti. Tapi yang juga menarik dari langkah Joedo adalah diputuskannya kontrak tukar-menukar minyak mentah dengan BBM antara Pertamina dengan Kuo International, sebuah perusahaan asing yang berkantor pusat di Hongkong. Sesuai dengan perjanjian yang terakhir, untuk setiap barrel minyak mentah yang dikirim Pertamina, pihak Kuo akan mengembalikan 85% dalam bentuk BBM, antara lain berupa minyak tanah, minyak diesel dan avtur. Kuo, yang melakukan pengilangan itu di perusahaan Shell Singapura, menjamin kelancaran pengiriman BBM itu sejak 1978, yakni pada waktu Indonesia mengalami kesulitan untuk menjual Low Sulphur Waxy Residue (LSWR) yang dikandung Minas crude -- minyak mentah yang dihasilkan ladang-ladang PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) di Sumatera Timur. Kerjasama antara Kuo dengan Pertamina dilanjutkan ketika pecah revolusi di Iran, yang berpengaruh pada pengadaan BBM di Indonesia. Kerjasama serupa juga terjadi antara Pertamina dengan beberapa perusahaan pengilangan lain seperti Esso Singapura dan Mobil Corporation. Alasan diputuskannya hubungan dengan Kuo International, antara lain karena perusahaan tersebut tak memiliki pengilangan sendiri. Dalam hal perbandingan antara minyak mentah dengan BBM, Kuo tergolong yang paling tinggi. Adapun perbandingan minimum yang diminta Pertamina adalah 83%, sedikit di bawah Kuo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus