TIGA jenis kejahatan yang harus dipertanggungjawabkan: membunuh,
memeras dan menguasai senjata api secara tidak sah. Sehingga tak
tanggung-tanggung pengadilan menghukum BudhiAnggoro, 26 tahun,
dua puluh tahun penjara. Putusan Pengadilan Negeri Bogor awal
bulan ini, dua tahun lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Pengadilan membuktikan, baik Budhi maupun kedua temannya, Yopi
dan Mulyadi, memang pengganggu pedagang rokok, buah atau pemilik
warung kecil di sekitar Perumnas Depok. Mereka suka mengutip
uang dari para pedagang tersebut antara Rp 150 s/d Rp 1500.
Perbuatan mereka, kata hakim, "sudah mengganggu kepentingan
hukum orang lain. . . "
Para pedagang umumnya tak bisa mengelak. Sebab, anak-anak muda
tersebut selalu memeras ke sana ke mari, bersama-sama. Salah
seorang di antara mereka, Budhi, selalu pula membawa pistol.
Suatu hari, 7 September 1980, Budhi dkk beroperasi di sepanjang
Jalan Sentosa Raya di Depok II Tengah. Tibalah mereka di depan
warung ayam milik keluarga Serma (Marinir) Suyono. Tak begitu
jelas mula percekcokan antara mereka dengan Suyono. Yang jelas,
beberapa pedagang di sekitar situ melihat Suyono, yang
berpakaian preman, berhadapan dengan Budhi.
Tiba-tiba Budhi mengeluarkan sepucuk pistol dari balik jaketnya
dan langsung menodongkannya ke muka Suyono. Yang ditodong,
tentara yang baru pulang dari tugas di Tim-Tim, kalem saja
menyambutnya: "Oh, pistol. Mau 'nembak? Tembak saja . . . " Tak
disangka, tak hanya main gertak, dengan dingin Budhi menarik
pelatuk pistolnya. Dua buah peluru mengenai dada Suyono, 38
tahun, dan menewaskannya tak lama kemudian (TEMPO 20 September
1980).
Pembela Dicky Monintja, mencoba mengalihkan perhatian hakim dari
perkara pembunuhan ke upaya "mempertahankan diri dalam keadaan
darurat" -- yang menurut ketentuan undang-undang si tertuduh tak
bisa dihukum. Namun, Majelis Hakim yang dipimpin Yohansyah
menilai, Budhi memang bernafsu membunuh korbannya. Buktinya,
setelah menembak ia melarikan diri, bersembunyi, sehingga baru
tertangkap lebih sebulan kemudian di Bandung.
Sopir Ambulans
Budhi, yang terbukti melakukan tiga jenis kejahatan -- jadi
dinilai tak sekedar melakukan "kenakalan remaja", dihukum paling
berat. Kedua temannya masing-masing kena dua tahun.
Latar belakang kehidupan Budhi tak disinggung pengadilan.
Ayahnya sudah lama meninggal. Ia tinggal bersama ibunya, istri
kedua Saimin, sopir mobil ambulans Bea Cukai. Budhi adalah salah
seorang dari 23 anak dari 3 istri Saimin (5 di antaranya anak
tiri).
Nyonya Suyono tak menghadiri vonis si pembunuh suaminya. Meski
tak lagi berdagang ayam goreng -- hidup dari gaji mendiang
suaminya, Rp 120 ribu/bulan -- ia repot mengurus tiga orang
anaknya (tiga lagi dititipkan di rumah yatim milik korps
marinir). Pernah menghadiri persidangan, katanya, tapi hanya
membuatnya jengkel. "Kalau tak takut pada hakim," katanya,
"ingin saya meremas si pembunuh itu.
Ibu Suyono, jauh jauh datang dari Purwokerto menghadiri vonis,
sekedar menyalami pembunuh anaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini