Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Izin impor APD untuk kepentingan sosial harus mendapatkan persetujuan BNPB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan fasilitas fiskal untuk impor APD.
Komisi Pemberantasan Korupsi memantau pengaduan rumitnya impor APD.
SURAT pengaduan itu mendarat di meja Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan pada awal April lalu. Menurut Pahala, surat itu membetot perhatian lantaran berisi pengaduan dugaan permainan izin di kantor Bea dan Cukai Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. “KPK meminta pelapor menyampaikan kronologi secara detail,” kata Pahala, Jumat, 17 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelapor sebenarnya menunjukkan juga surat tersebut kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan menembuskannya kepada Presiden Joko Widodo, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepolisian RI, serta Ombudsman RI. Pelapor mengeluhkan kesulitan mendapatkan izin impor alat pelindung diri (APD) asal Cina di Bea dan Cukai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Sri Mulyani sudah menerima surat tersebut. “Tapi informasinya kurang mendetail karena belum dilengkapi data pendukung yang relevan,” ucap anggota staf khusus Menteri Sri Mulyani, Yustinus Prastowo.
Kepada Tempo, penulis surat tersebut memperkenalkan diri dengan nama Antoni. Ia menceritakan pengalamannya terbentur birokrasi di Bea dan Cukai serta instansi lain saat mengurus izin impor APD. “Proses perizinan berbelit karena harus melewati banyak pintu,” ujarnya melalui aplikasi pesan WhatsApp.
Antoni berniat mendatangkan APD sejak Maret lalu. Ia bersama rekannya berniat menyumbangkan peralatan itu untuk membantu penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di lingkungan sekitar. Berbekal jaringan bisnis sejumlah perusahaan di Negeri Tirai Bambu, Antoni mulai mengurus izin impor baju hazmat, masker, alat deteksi cepat Covid-19, dan obat-obatan.
Ia mengatakan tak memiliki motif bisnis. Komitmen mendatangkan APD dibantu rekanan perusahaannya. Impor APD itu rencananya berjumlah puluhan ribu. Ia akan menggunakan sebagian peralatan untuk memeriksa semua karyawan perusahaannya, lalu menyumbangkan APD lain kepada tenaga medis dan masyarakat. “Kami memberikan dengan cuma-cuma,” tuturnya.
Namun rencana itu terganjal sejumlah peraturan. Seusai pengumuman kasus pertama Covid-19, pemerintah memasukkan APD seperti baju hazmat, masker, dan cairan antiseptik ke daftar larangan terbatas barang ekspor dan impor. Antoni pun harus mendapatkan izin Kementerian Kesehatan.
Antoni juga wajib mengantongi izin Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Lembaga ini memiliki otoritas penuh setelah Presiden Joko Widodo membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada Maret lalu. Antoni lalu mengurus sendiri izin-izin tersebut. Ia mengatakan ada puluhan perusahaan dan individu lain yang juga memohon izin serupa. Selama proses itu, ia mengetahui sejumlah pemerintah daerah juga mengajukan izin impor APD untuk daerah masing-masing.
Setelah melapor, Antoni akhirnya mendapatkan izin impor. Dengan izin itu, ia mengeluarkan APD, obat, dan peralatan lain yang sempat tertahan di kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta. Tapi jumlahnya tak utuh lagi. Dia mengatakan harus menyerahkan sebagian barang yang ia datangkan kepada BNPB. Menurut Antoni, BNPB mewajibkan sumbangan itu untuk mendukung pemberantasan virus corona di Tanah Air. “Sekitar 15 persen dari peralatan itu harus kami sumbangkan,” katanya.
Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Agus Wibowo Sutarno membantah klaim Antoni. Menurut dia, BNPB menggunakan APD yang berasal dari proses pengadaan resmi. Untuk kebutuhan masker medis, misalnya, BNPB membeli dari produsen lokal. BNPB sudah bekerja sama dengan pabrik tersebut. “Ada kewajiban melepas 50 persen produk mereka untuk kebutuhan domestik. Itu yang kami beli,” ujarnya.
Agus juga membantah anggapan yang menyebutkan lembaganya mempersulit izin impor. BNPD, kata dia, merujuk pada peraturan Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan ketika memberi atau menolak izin impor. Agus mengklaim instansinya memproses permohonan secara transparan karena menerapkan sistem online. “Kami hanya menjalankan tugas,” ujarnya.
Lewat sepucuk surat, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan meminta Antoni memberikan dokumen pendukung yang membuktikan pelanggaran selama proses izin impor APD. Ia mengarahkan Antoni agar memberikan dokumen itu ke bagian Pengaduan Masyarakat KPK. “Bagaimana bisa ditindaklanjuti kalau data kurang?” katanya.
Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah sudah mempermudah impor produk penanggulangan Covid-19. Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Covid-19, yang terbit pertengahan April lalu. Peraturan ini membebaskan bea masuk serta penghapusan pajak pertambahan nilai dan komponen pajak penghasilan. “Kementerian Keuangan berkomitmen menjaga integritas untuk menegakkan peraturan itu,” ucapnya.
Anggota Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Christ Kanter, membenarkan informasi bahwa pengusaha kesulitan saat mengimpor APD. Akibatnya, harga APD di pasar melonjak hingga 10 kali lipat. Ia menduga kendala perizinan muncul karena izin impor APD tak dilakukan dalam satu pintu. “Ada keharusan lewat perantara,” ujarnya.
Kepala Sub-Direktorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Deni Surjantoro membantah jika lembaganya disebut mempersulit izin impor APD. Ia mengatakan Bea dan Cukai hanya berstatus pelaksana tugas. Menurut Deni, mekanisme perizinan produk yang masuk kategori larangan terbatas, seperti APD, harus sejalan dengan regulasi yang dibuat berbagai instansi. Selama ini, kata dia, pemerintah memudahkan izin impor APD lewat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2012.
Deni mengatakan kedua peraturan tersebut memberikan fasilitas bebas fiskal. Masyarakat, yayasan, dan lembaga pemerintah bisa memperoleh fasilitas itu asalkan bertujuan untuk kepentingan sosial. Pengimpor bisa mendapat penghapusan bea masuk sebesar 5-10 persen bagi produk alat kesehatan asalkan memperoleh izin dari BNPB. “Memang butuh proses, tapi waktunya tak panjang. Begitu izin keluar, proses di Bea dan Cukai segera dikerjakan,” ujarnya.
Hingga saat ini, kata Deni, Bea dan Cukai sudah memproses ratusan permohonan izin impor APD. Nilai transaksi yang tercatat sejak Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dibentuk mencapai Rp 767 miliar.
Pemohon mendatangkan masker medis sebanyak 16,5 juta lembar, test kit sebanyak 3,2 juta unit, baju hazmat sebanyak 1,8 juta potong, perlengkapan rumah sakit sebanyak 1,4 juta unit, dan obat-obatan sebanyak 390 ribu pak. “Sebagian besar masuk lewat pintu pabean Bandara Soekarno-Hatta,” katanya.
RIKY FERDIANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo