KESURUPAN sebenarnya gejala "aneh" yang dikenal sering terjadi di berbagai tempat sejak dulu. Tapi bila gejala bertingkah polah tanpa sadar itu menyerang lebih dari satu orang dalam waktu yang sama mungkin merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Dan ini kejadian di sekolah menengah agama Rauzatul Ulum, di Kampung Langar. Negara Bagian Kedah, Malaysia. Di sana, kesurupan -- media Malaysia menyebutnya histeria -- bukan cuma menyerang para pelajar itu secara masal, tapi juga terjadi berulang-ulang dan dalam waktu berbulan-bulan. Karena belum juga tersembuhkan, awal Agustus kemarin para pelajar itu secara bergilir diperiksa di bagian penyakit saraf Rumah Sakit Pulau Pinang, Kedah. Kesurupan itu mulanya terjadi di kelas III F, ketika sedang berlangsung pelajaran bahasa Arab. Tiba-tiba saja, tanpa ketahuan sebabnya, Sharoni Saad melolong panjang. Pelajar putri usia 15 tahun ini melorot ke lantai, meronta, dan berguling-guling, sambil mengoceh tak keruan. Pelajaran pun bubar. Sebagian murid menghambur ke luar ruang kelas, yang lainnya berusaha menenangkan Sharoni. Keadaan tak bertambah tenang. Malah bertambah gaduh, ketika Roshita Hussein, seorang pelajar lainnya, tiba-tiba juga ikut-ikutan melolong. Padahal, beberapa saat sebelumnya, gadis berumur 14 tahun itu tampak ikut sibuk menenangkan Sharoni. Kedua gadis yang terkena histeria ini mengamuk menerjang bangku dan meja di dalam kelas. Lima menit berselang, sang bomoh (dukun), yang memang sengaja dipanggil, memasuki ruang kelas. Ia berjalan mengelilingi kedua murid histeris itu sambil mengangkat rotan halus yang digenggamnya. Setelah sang bomoh keluar kelas, ajaib, Sharoni dan Roshita tak lama kemudian mendadak menghentikan raungannya, dan bergerak duduk. Keduanya tampak bingung dan malu ditonton sekian puluh pasang mata. Beberapa detik kemudian mereka bangkit, memungut kerudung putih yang terlepas ketika mengamuk, dan dengan tenang membantu membereskan perabotan kelas yang berantakan. Pelajaran pun berlangsung kembali. Kejadian serupa, anehnya, selama dua bulan terakhir ini, hampir tiap hari terjadi di Rauzatul Ulum. Hingga saat ini, sekalipun sudah 31 dari 900 murid wanita di sekolah itu yang terkena histeria, belum satu pun murid pria yang terjangkit. Tiap hari yang "mengamuk" berganti-ganti. Terkadang satu-dua murid, tapi sering juga dalam jumlah besar. Lama proses kesurupan itu pun bervariasi. Ada yang sebentar, macam yang menimpa Sharoni tadi, tapi sering juga sampai berjam-jm. Yang semakin membuat bingung para pengurus sekolah itu, belakangan ini, selagi histeris, para murid semakin garang saja. Mereka bahkan pernah menyandera sejumlah murid untuk ditukar dengan seorang guru. Lebih gawat lagi, para pelajar yang kesurupan itu bersenjata pisau, parang, dan pecahan kaca jendela. Mereka melakukan aksi perusakan juga. Tentu saja, kasus aneh ini cepat menjadi berita nasional di Malaysia. Maklumlah, berbagai upaya penyembuhan yang diusahakan pihak sekolah tak ada hasilnya. Sudah puluhan dukun mencoba "kesaktiannya", toh histeria ini berulang terus. Kesaktian para dukun hanya mempan beberapa waktu saja. Bahkan Tunku Abdul Rahman Putra pun pernah berusaha mengobati para pelajar yang kesurupan itu, ketika berkunjung ke sekolah itu awal Juli lalu. Dengan "air jampi", PM pertama Malaysia, yang juga seorang pangeran dan Kesultanan Kedah itu, memercik tubuh para murid, yang justru menjadi tambah histeris di tengah kesibukan sekolah itu untuk menyambut kedatangannya. Seperti kasus sebelumnya, para murid histeris itu kemudian memang sembuh. Namun, keesokan harinya, kesurupan itu berlangsung lagi sampai kini. Karena itulah, Tunku kemudian menyarankan agar ke-31 murid yang terkena histeria itu dibawa berobat ke psikiater di Pulau Pinang. Seluruh biaya pengobatan ditanggung Tunku. Namun, upaya ini belum membawa hasil. Setelah berobat ke ahli jiwa itu, sesampai di sekolah, mereka masih sering kumat lagi. Dr. Thomas Varughese, psikiater yang menangani kasus itu, belum bersedia menjelaskan sebab-sebab histeria murid-murid Rauzatul Ulum. "Saya masih memerlukan observasi lebih mendalam sebelum memastikan sebab-sebabnya. Dua pekan lagi baru bisa dipastikan," kata Dr. Thomas kepada TEMPO. Banyak teori dikemukakan berbagai pihak di Malaysia mengenai penyebab histeria ini. Mulai dari yang gaib (karena diganggu jin, roh jahat, dan lain-lain) sampai yang lebih masuk akal seperti tekanan batin dan stres, akibat disiplin ketat yang diberlakukan sekolah agama yang didirikan empat dasawarsa silam itu. Alasan penyebab gaib memang dapat dimengerti. Para murid lugu yang terkena histeria, selagi kumat sering bicara ngawur dengan bahasa dialek Indonesia. Misalnya mereka menghardik orang bukan dengan bertanya "bila datang?" sebagaimana bahasa setempat. Tapi dengan pertanyaan: "kapan datang". Atau menyebut "Pak Guru" kepa da pengajar, padahal biasanya mereka memanggilnya "Cikgu". Ada yang menduga penggunaan bahasa Indonesia ini karena terpengaruh film. Tapi, konon, para murid itu tak pernah nonton film Indonesia. Alasan tekanan emosi lebih banyak bisa diterima. Menurut Hashim Jumat, sekretaris sekolah agama itu, kasus histeria ini terjadi pertama kali pada 1974. Waktu itu yang terkena 8 murid wanita, pada malam hari di asrama, dan hanya berlangsung kurang dari 10 kali, untuk kemudian hilang sendiri. Kejadian berulang sebentar pada 1976, menimpa empat murid wanita. Kasus histeria tahun 70-an itu biasanya terjadi pada saat menjelang ujian. Kasus histeria kali ini pertama kali menyerang awal tahun ini. Dan mencapai puncaknya Mei silam, ketika mereka melakukan penyanderaan dengan senjata tajam. Sekarang ini para murid selalu kumat di dalam kelas selagi pelajaran berlangsung. Tapi tak pernah mengamuk selagi jam istirahat, ketika di luar sekolah, atau di asrama dan rumah sendiri. Di Rauzatul Ulum, sekolah berlangsung dari Ahad sampai Kamis. Di sekolah yang mempunyai 1.581 murid ini, pelajaran dan disiplin ketat diberlakukan. Karena itu, banyak suara menyalahkan sekolah yang membikin peraturan serupa itu. Tapi banyak juga yang tak sepakat. "Dari observasi saya terhadap mereka, faktor disiplin bukan penyebabnya," kata dr. Haji Abdul Aziz Ahmad, staf dokter di RS Alor Star, yang juga pernah memeriksa para murid histeris Rauzatul Ulum. "Mungkin ada faktor lain yang membuat susah para murid itu. Mungkin mereka mendapat kesulitan dengan pelajaran atau sulit konsentrasi," tambahnya. Menurut dokter ini, secara fisik mereka sehat. Namun, ke-31 murid yang terkena histeria itu membantahnya. Mereka mengaku selama ini merasa bahagia dan tak ada keluhan soal pelajaran. APA yang dirasakan murid selagi "trance" itu? " Semua mengaku tak ingat apa-apa, selain melihat makhluk yang menyeramkan, atau orang tua berlumuran darah. Ada lagi yang merasa seperti "diduduki" orang lain. Menurut hasil penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Malaysia, 1971, untuk kasus histeria, "histeris masal" disebabkan oleh tekanan emosi. Pada umumnya menyerang para gadis yang tinggal di asrama dan pada murid sekolah yang kurang memberikan aktivitas hiburan. Sedang tekanan emosi itu sendiri sudah mendekam di bawah sadar akibat berbagai konflik yang menimpanya. Histeria bisa "menular" cepat pada rekan-rekan yang mengenalnya, yang memang berjiwa penakut (misalnya takut setan). Pendeknya, pada mereka yang berjiwa lemah. Menurut hasil penelitian itu, histeria lebih "menyukai" cewek, karena secara alami lebih peka dan pemalu, serta sering memendam perasaan. Histeria terjadi saat sang cewek sudah sampai "batas kesabarannya" memendam tekanan itu. Hal inikah penyebab kasus histeris Rauzatul Ulum? Siapa tahu. Farida Sendjaja Laporan Ekram H. Attamimi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini