Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Satu perkara dua hakim

Sengketa tanah yang sebelumnya sudah dimenangkan bistok. kini hakim mujur naipospos mengadili kembali dengan memenangkan carolina. naipospos dituduh melanggar nebis in idem. (hk)

23 Juni 1984 | 00.00 WIB

Satu perkara dua hakim
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TIM dari Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, sampai pekan lalu, masih si uk memeriksa wakil ketua Pengadilan Negeri Tarutung, Mujur Naipospos, yang dituduh melanggar asas nebis in idem: mengadili perkara yang sudah mempunyai kekuatan hukum. "Sampai kini belum bisa dipastikan salah atau benarnya, karena masih diusut," ujar kepala Kanwil Departemen Kehakiman Dimyati Hartono. Pemeriksaan terhadap Hakim Mujur terpaksa dilakukan karena masuknya pengaduan Bistok Simatupang, pengusaha rumah bilyar di Balige, 220 km dari Medan, awal Maret lalu. Pengaduan itu menyangkut sengketa pertapakan rumah di Desa Pardede Onan, Balige, antara Carolina Boru Siahaan dan Bistok. Hakim Mujur, yang memeriksa perkara itu, memutuskan bahwa Carolina adalah pemilik tanah itu. Padahal, sebelumnya, untuk sengketa tanah yang sama, Bistok sudah memperoleh kemenangan sampai di tingkat Mahkamah Agung. Tentu saja Bistok berang. Sebab, begitu menurut ceritanya, tanah yang dimenangkan Carolina itu adalah warisan ayahnya - merupakan ganti rugi, karena pertapakan rumah yang lama, kira-kira 300 meter dari tanah sengketa sekarang, dibikin Belanda menjadi penjara. Pada 1956, Huldrick Pardede, suami Carolina, membangun rumah 10 x 10 meter di pinggir Sungai Bumbung, di atas tanah yang menjadi perkara sekarang ini. "Itu tanah milik kami," kata Carolina, 71, yang menjanda sejak Huldrick Pardede meninggal tiga tahun lalu. Bistok tak senang, karena, katanya Huldrick menyerobot empat meter dari batas. "Jadi, persoalan semula hanya persoalan empat meter," ujar Carolina. Bistok lalu menggugat Huldrick dan Iskandar Napitupulu - nama yang terakhir itu dituduhnya menyerobot tanahnya di sebelah barat. Iskandar tadinya menimbun tepi Danau Toba yang terletak di sebelah barat tanah Bistok, tapi Bistok mengklaim tanah timbunan itu. Hak semacam itu memang dikenal dalam adat Batak yang disebut tano pangaahan: tanah yang kemudian muncul di depan batas tanahnya, karena tidak bertuan, praktis jadi miliknya. Perkara akhirnya diputus Pengadilan Negeri Tarutung: Bistok dinyatakan kalah. Pertimbangan Hakim W.S. Simanjuntak, waktu itu, daerah itu adalah kawasan perumahan yang muncul karena ganti rugi. Dan tidak mungkin pula mempertimbangkan permintaan Bisto untuk mengklaim tanah pangaahan. Bistok naik banding. Pengadilan Tinggi Sumatera Utara memutuskan Bistok sebagai pemenang. Putusan itu dikuatkan pula oleh Mahkamah Agung pada 1974: Huldrick dan Iskandar Napitupulu harus mengembalikan tanah yang mereka serobot. Karena kekalahan itu, Huldrick dan Iskandar beserta keturunan mereka meminta verzet, tapi berbagai tingkat pengadilan tetap mengalahkan mereka. Oleh karena itu, Bistok merasa berhak menjual tanah itu kepada S. Napitupulu. TAPI, sebenarnyalah, eksekusi tidak pernah dilakukan. Sebab, seperti dikatakan ketua Pengadilan Negeri Tarutung, Agustinus Hutauruk, putusan Mahkamah Agung itu tidak menyebutkan bahwa bangunan dan tumbuhan yang ditanam Huldrick dan Iskandar harus dibongkar. Bistok memang mengajukan gugatan eksekusi dan menang. Tapi, pembongkaran tidak bisa terlaksana, karena Carolina banding. Sambil mengajukan banding, Carolina memasukkan gugatan baru, November 1983, yang menyebutkan bahwa sebagian tanah yang dipersoalkan adalah miliknya. Hakim Mujur, seperti yang disebutkan tadi, memenangkan Carolina. Menurut Mujur Naipospos, ada lima saksi yang menerangkan bahwa tanah itu adalah milik Almarhum Huldrick Pardede. Kesaksian itu diperkuat lagi dengan izin bangunan dari Pemda di tangan Carolina. Juga, katanya, ketidakmampuan Bistok mengajukan saksi yang menguntungkannya. "Dan saya tidak melanggar asas nebis in idem," katanya. Bagaimana dengan putusan-putusan pengadilan yang sudah memenangkan Bistok? "Saya tak terpengaruh dengan putusan itu. Yang saya putuskan 'kan perkara gugatan Carolina lawan Bistok. Bukan perkara Bistok lawan Huldrick dan Iskandar," kata Mujur. Benar tidaknya dalih Mujur, putusan para atasannya nanri yang menentukan: adakah ia mengadili perkara yang sudah selesai atau bukan - sesuatu yang jarang terjadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus