Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Yosep Tokaya Yang Disiksa

Penyiksaan oleh kepala keamanan dan mahasiswa Atmajaya, terhadap seorang calon pegawai Universitas Atmajaya, Yosef Tokaya, yang dituduh mencuri tas milik rektor. (pdk)

14 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANGAN itu berukuran kira-kira 3 x 2« meter. Gelap, tanpa jendela, merupakan ruang belakang sebuah rumah, di sebuah lorong Tanjung Duren Timur RT 005/009 di bilangan Tomang, Jakarta Barat. Yosef Tokaya beserta isteri dan seorang anaknya mengontrak ruang tersebut baru « tahun lalu. Di bagian belakang -- ruang itu dibagi dua -- Yosef terbaring di lantai beralaskan kain. Di atasnya menggantung kelambu Di sebelahnya sebuah meja kayu kasar. Alat-alat dapur terletak tak beraturan di meja itu juga di lantai. Ia masih susah berjalan kaki kanannya masih dibalut. Tapi cerita dari mulutnya begitu lancar. Mungkin karena "sudah beratus-ratus orang menanyai saya." Tahun 1976-77 ia bekerja di Sekretariat Dema Universitas Atmajaya. Lalu pindah ke Trisakti di bagian penerbitan koran mahasiswa. Tak lama. Koran itu ditutup pemerintah (akhir Januari 1978) dan ia pun keluar. Karena "ada mahasiswa yang hendak menolong saya, tapi seolah-olah hanya mempermainkan saya." Lebih setengah tahun ia menganggur Kemudian "ada lowongan saya dengar di bagian Sekretariat Fakultas Teknik Atmajaya." Maka tanggal 1 Agustus (dan seingatnya hari Senin) ia masukkan lamaran ke Atmajaya di dekat bunderan Semanggi. Tanggal 2 ternyata belum ada jawaban. Jum'atnya dia datang lagi, pagi jam 09.00. Maksudnya menemui seorang temannya, mahasiswa Fakultas Teknik. Tapi kebetulan di Atmajaya ada wisuda dan temannya itu belum kelihatan. Ia pun menunggu di tempat parkir motor. Dibawa Dalam Jip Tak lama kemudian seorang petugas keamanan mendatanginya, langsung bertanya kenapa ia ada di situ. "Sudah lapor di pos, ya?" tanya petugas itu menurut Yosef. Merasa bukan orang asing di Atmajaya, Yosef kalau masuk halaman Atmajaya hanya "main mata" dengan petugas saja. Tapi tak urung ia dibawa ke pos dan disuruh mengisi buku tamu. Di situlah mungkin musibah itu bermula. "Bukan karena saya tak mau mengatakan alamat saya yang sebenarnya, tapi waktu itu saya pusing." Dan ditulislah alamat tempat tinggalnya beberapa waktu yang lalu, ialah Karet Tengsin. Di pos itu ia ditahan sampai sore tanpa diberi makan. Sorenya ia diperbolehkan pulang, dan ada pesan dari keamanan kalau mau menemui temannya hari Senin saja datang. Tapi Senin dia tak datang. Anaknya sakit. Dan Senin sore itu, 7 Agustus lalu, ia kepergok dengan orang Atmajaya kira-kira seratus meter dari gang rumahnya. Ada satu jip, di dalamnya ada empat orang: kepala koordinator mahasiswa Yosef Nasoi, kepala keamanan Thomas, seorang pegawai dan sopir. "Apa kamu kenal anggota DPR yang tinggal di daerah ini?" tanya Nasoi langsung. Di jawab Yosef, tidak. Dan Nasoi pun bertanya, apakah dia sudah bekerja. Kalau belum apa mau bekerja. Dan kalau mau bekerja ikut saja ke Atmajaya sore itu. Karena senang mau diberi pekerjaan, Yosef minta mereka singgah dulu di rumahnya -- yang memang tak jauh dari situ -- untuk minum. Mereka mau. Dan di rumah itu, menurut Yosef, Nasoi basa-basi bertanya tentang harga tanah sekitar situ. Akhirnya mereka berangkat ke Atmajaya. Dan sesampai di sana, bukan pekerjaan yang diberikan kepada Yosef tapi tuduhan. Dia dituduh membawa sebuah tas berisi 12 juta rupiah dan surat-surat penting. Menurut para mahasiswa ada dua saksi: dua orang mahasiswa melihat Yosef membawa tas itu. Yosef minta dihadapkan dengan mahasiswa itu. Tapi dijawab Nasoi, "kamu jangan main-main." Menurut Nasoi, kalau saksi dibawa ke ruang itu, Yosef bisa celaka. Maka Yosef minta dibawa ke polisi saja. Tapi seorang mahasiswa bernama Sitompul menyahut: "Tak ada urusan dengan polisi," sambil memukul mulut Yosef. Alamat yang tak benar pun diusut. Yosef pun menjelaskan waktu itu lagi pusing. Sitompul makin mengancam. Dia bercerita kalau pernah membakar orang dan kalau Yosef tak mengaku ia akan membakarnya. "Bagi kami uang itu bukan masalah, tapi surat-surat penting itu," kata Sitompul menurut Yosef. Lalu Diguyur Bensin Akhirnya kakinya diguyur bensin, dan api pun menyala. Melihat ada kolam dekat ruangan itu, dengan meronta kesakitan Yosef yang tangannya diikat ke belakang berhasil memberontak dan mencebur ke dalam kolam untuk memadamkan api. Mahasiswa-mahasiswa itu mengambilnya dari kolam, menanyainya lagi, sambil mengobati kaki yang barusan dibakar itu. Karena tak tahan pukulan-pukulan, dan benar-benar mengira akan dibunuh, ia mengaku saja. Disebutnya nama seorang temannya, Syafei Hadi, pegawai maskapai penerbangan Malaysia -- MAS -- yang katanya membawa tas itu sekarang. Syafei pun diambil. Ternyata dia tak bersangkut paut dengan tas yang hilang itu, dan masih sempat memaki Yosef: "Kamu jangan membawa-bawa saya." Demikian cerita Yosef. Dan karena ketakutan akan dibunuh pula yang menggerakkan tangan Yosef menulis surat kepada isterinya, agar menyerahkan tas di kolong tempat tidur sebenarnya di rumahnya hanya ada dipan kayu kasar saja -- kepada pembawa surat itu. Sampai di situ ia tak tahan lagi. Lalu pingsan. Sementara itu dua mahasiswa, Selasa pagi itu juga, membawa surat tersebut mendatangi isteri Yosef. "Ya, saya serahkan tas yang kebetulan ada di kolong dipan," cerita isteri Yosef. Tapi mahasiswa itu menolak, katanya bukan yang itu tasnya. Ia minta ingin mencarinya sendiri. Tak susah memang, menggeledah ruang yang hanya 3 x 2« meter itu, untuk mengetahui bahwa yang dicari tak ada di situ. Siangnya, sekitar jam dua, karena Yosef tak pulang-pulang, isterinya menyusul ke Atmajaya. Tapi hanya diberi tahu kalau suaminya ada di Kodak. Menyusul ke Kodak, ternyata suaminya sudah dibawa berobat ke RS Persahabatan. Apa Kata Rektor Di RS Persahabatan Yosef mendekam sampai tanggal 30 September. Dia pulang karena mendapat surat dari Kodak kalau sudah bebas, dan tak betah di rumah sakit. "Seperti di penjara saja," katanya. "Berak di kawal, kencing dikawal." Yosef, yang lahir di Bogor, sejak kecil sudah yatim. Tapi baru mengetahui masih punya ibu ketika berusia 15 tahun. Malang sang ibu sakit jiwa dan sekarang, menurut Yosef, tinggal di Manado. Dibesarkan di sekolah dan asrama Katolik, Yosef berhasil lepas SMA, lalu menikah dengan gadis Kebumen 5 tahun silam, dan punya seorang anak. Kini Yosef jadi terkenal di mana-mana. "Kemarin mertua saya datang, karena melihat gambar saya di Pos Kota," katanya sambil menghembuskan asap rokoknya. Kini dia sangat berharap perkara ini lekas selesai. Dengan kata lain, agar cepat disidangkan. Dia tak akan menuntut yang aneh-aneh. Setelah dipukuli dan nyaris terbakar tubuhnya cuma ini yang dituntutnya: ganti rugi berupa uang sebesar yang dituduhkan dicurinya. Adalah jalan pengadilan juga yang ditawarkan Dr K.S. Gani, Rektor Atmajaya. "Saya tahu peristiwa ini telah merusak Atmajaya, karena itu satu-satunya cara untuk menghadapinya adalah ke pengadilan," kata Gani. Dia juga membantah kesan seolah-olah pimpinan universitas tak mengambil tindakan apa-apa. Tapi lain Rektor lain pula suara rektor mudanya: Dr Goris Keraf -- orang yang kehilangan tas berisi duit setengah juta dan dokumen-dokumen penting. Goris mengaku tidak mengetahui peristiwa yang menimpa Josef Tokaya. Adapun tentang penganiayaan itu, sang rektor muda berkomentar: "Saya toh tidak bisa menyebut setuju atau tidak setuju atas perbuatan bagian keamanan dan para mahasiswa itu. Sebab orang membunuh pun kan belum tentu bersalah." Dia juga menolak permintaan yayasan Atmajaya, agar memberhentikan karyawan bagian keamanan yang main hakim sendiri itu. "Tak mudah itu. Ini kan menyangkut masa depan orang," tangkisnya. Tapi belum diketahui apakah tindakan skorsing -- sebagaimana lazimnya berlaku untuk seorang atau lebih terdakwa -- akan dikenakan terhadap para oknum Atmajaya itu. Tapi dia mengakui telah melaporkan kehilangan tas itu pada bagian keamanan. "Tapi saya tidak mencurigai siapa-siapa dan saya pun tidak tahu kenapa keamanan mencurigai Yosef Tokaya," katanya. Patut diketahui, adalah jip rektor muda itu yang antara lain digunakan dalam pencarian Yosef yang malang itu. Dalam mobil Goris itulah Yosef berhasil ditangkap mereka. Tapi, kata Goris Keraf, "sore itu saya sedang memberi kuliah. Dan mobil itu kan bukan milik pribadi . . . "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus