Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Semula Hanya Cathay

8 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA bisnisnya di Singapura merosot, Khong Guan Guan bersama istri muda (Cathay) dan 9 orang anaknya terpaksa kembali ke Medan. Di sana memang banyak hartanya: ada dua buah bioskop, losmen, tanah dan beberapa rumah di kota turis Brastagi. Kekayaannya tersebut dikelola oleh istri tuanya, Bie Sie, bersama anak tunggalnya, Khong Tong Hian. Tapi baik Bie Sie maupun Tong llian, yang meneruskan dan mengembangkan usaha, tak mau mengembalikan sebagian apa lagi seluruh harta Khong tua. Tidak juga Bioskop Cathay (Andalas) yang dibangun Khong Guan Guan pada 1946. Hidup Guan Guan dengan istri mudanya, Nyonya Cathay, dan anak-anaknya jadi merana. "Padahal," kata anak tertua Khong Guan Guan dari istri mudanya Cathay, Vincent Wijaya, "yang kami minta hanya sebuah gedung bioskop saja . Lainnya kami ikhlaskan." Dan karena istri tua dan anak tunggalnya tak mau mengalah barang sedikit, Guan Guan membawa urusan ke pengadilan. Sejak itulah, lebih 20 tahun lalu, keluarga Khong naik-turun gedung pengadilan. Belum lagi perkara putus Khong Guan Guan, perantau Cina yang masuk ke Medan pada 1917, meninggal dunia. Tapi 9 anak dari Nyonya Cathay tetap meneruskan gugatan melawan ibu dan abang tirinya. Dari pengadilan ke pengadilan akhirnya keputusan yang pasti diperoleh dari Mahkamah Agung: Bioskop Andalas yang ketika itu bernama Cathay harus dibagi dua. Perkara tak berarti selesai. Tong Hian menuntut pembagian bagi ibunya, Bie Sie, yang meninggal dunia selagi perkara berjalan. Nama Bie Sie memang tak ada disebut-sebut pengadilan sebagai penerima pembagian Bioskop Cathay. Tapi berikutnya, ke adik tirinya juga memperkarakannya,menuntut agar harta milik ayah mereka yang lain--selain Bioskop Cathay --juga dibagi-bagi. Pengadilan, sampai pada keputusan MA (1973), memenangkan Tong Hian. Tapi adik-adik tirinya tak mau menerima. Mereka mengajukan keberatan ke MA. Perkara diurus oleh suami adik tirinya yang terbungsu, Harry Sumampow, bekas Kadapol ll/Sum-Ut. Tak jelas adakah MA menanggapi keberatan yang diajukan Sumampow atau tidak. Tapi ada perintah-perintah eksekusi dari Wakil Ketua MA. Namun hingga kini pelaksanaan putusan pengadilan toh macet. "Saya tak tahu apa ada yang membantu kami," kata Vincent, "kalau pun ada tak lain karena kasihan kepada kami saja orang miskin yang melawan Tong Hian." Khong Tong Hian memang salah seorang kuat di Medan. Ia tak mau bercerita apa-apa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus