Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

MA, Eksekusi Macet Lagi

Kasus bioskop "cathay" medan dipersengketakan ahli warisnya, walaupun sudah diputuskan tapi eksekusinya tertunda. mahkamah agung sebagai lembaga peradilan tinggi jadi sorotan.

8 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEDUNG bioskop di persimpangan Jalan Harjono dan Jalan Sutomo, di pusat kota Medan, kelihatan lusuh tak terurus. Padahal Andalas terbilang bioskop kelas satu. Di samping letaknya tak jauh dari Pasar Sentral, gedung itu juga dilengkapi AC. "Mau memperbaiki pun sulit," kata A Cin alias Vincent Wijaya, 29 tahun yang mengaku sebagai pemilik Andalas d/h Cathay Theatre. "Habis perkara terus, sih," tambahnya lagi. Andalas yang lusuh itu, yang dipersengketakan pemilikannya sejak lebih 20 tahun lalu, seperti hendak melambangkan betapa tak mudahnya hukum ditegakkan. Dalam hubungan itu Mahkamah Agung RI, sebagai lembaga pengadilan tertinggi negara, kembali menjadi sorotan. Kali ini melalui sikap salah seorang hakim agung, Z. Asikin Kusumah AtmadJa, seperti ditulis Harian Sinar Harapan akhir bulan lalu. Sengketa memperebutkan Andalas, antara sesama ahli waris Khong Guan Guan, sebenarnya telah lama memperoleh putusan pengadilan--sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Yaitu sejak keputusan kasasi MA turun sckitar 8 tahun lalu yang memerintahkan masing-masing pihak rnembagi dua saja harta peninggalan almarhum Khong. Tapi, demikian SH, eksekusi terkatung-katung. Wakil Ketua MA, R. Santoso Poedjosoebroto, sebenarnya telah memerintahkan Ketua Pengadilan Negeri Medan, waktu itu M. I . Damanik, untuk melaksanakan putusan pengadilan. Tapi Damanik ternyata lebih mengindahkan Hakim Agung Z. Asikin Kusumah Atmadja yang memerintahkannya agar menunda eksekusi. Pun perintah Wakil Ketua MA yang kedua tetap tak diindahkan. Ketika Damanik digantikan Koeswandi perkara Andalas tetap belum juga memperoleh penyelesaian. Sebab Koeswandi, menurut SH, juga lebih mentaati perintah Asikin daripada Santoso . Tak hanya mengenai kasus Andalas. "Campur tangan" Hakim Agung Asikin juga terlihat pada perkara Huffco Inc. Perusahaan yang bergerak di bidang penambangan minyak dan gas dari AS ini kalah berperkara. Pengadilan memerintahkan Huffco agar membayar US$ 25 juta kepada perusahaan swasta nasional yang dirugikan karena pembatalan kontrak secara sepihak. Tapi Asikin menunda keputusan pengadilan tersebut. Wakil Ketua MA geleng kepala. "Tidak ada keputusan-keputusan hakim agung yang kontradiksi," katanya. Juga, "tidak ada persoalan apa-apa antara saya dengan Pak Asikin." Terhadap perkara yang terakhir MA tidak memberi penjelasan. Tapi mengenai perkara Andalas, Santoso dan Asikin dalam keterangan tertulis kepada TEMPO, membantah tuduhan SH. Keputusan pengadilan, katanya, "telah selesai dilaksanakan." Bahwa pelaksanaannya dulu seret, katanya, itu benar adanya. Itu karena salah satu pihak selalu tidak hadir atau menghindari eksekusi. Kapan eksekusi itu? MA menyebutkan tanggal 25 Juli 1973. Yaitu berdasarkan pembagian harta warisan yang dilakukan di hadapan Notaris Marah Sutan Nasution di Medan atas perintah MA. Benarkah begitu? Hakim Koeswandi, yang sekarang menjadi salah seorang hakim tinggi di Jawa Timur, memang membantah tuduhan lebih mentaati perintah salah seorang hakim agung dari pada Wakil Ketua MA. "Itu samasekali tidak benar," katanya. Bahwa eksekusi macet, katanya, benar adanya. Tapi itu soal teknis semata-mata: "Status barang-barang yang harus dibagi tidak jelas lagi," kata Koeswandi. Misalnya, ada yang sudah berpindah hak ke tangan orang ketiga. "Kami tidak gegabah.......bisa repot sendiri." Begitu pula Pejabat Ketua Pengadilan Negeri Medan yang sekarang, nyonya Nababan E.D. Nababan, mengakui ada kemacetan aksekusi perkara Andalas. Dan lebih repot lagi, katanya, berkas perkara Andalas tak dapat ditemukan lagi. "Hilang entah kemana," kata Nyonya Nababan. Panitera yang mengurus perkara itu dulu, Yunus, telah pensiun. Ketika Ia diperiksa, tutur Nyonya Nababan, menyatakan semua berkas dulu berada di tangan Koeswandi. Tapi sudahlah, kata Nyonya Nababan, "pokoknya saya sedang memproses.... dalam waktu dekat keputusan pengadilan akan dijalankan." Jadi eksekusi sudah terlaksana atau belum?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus