SETU, Komandan Peleton Hansip Kedunggalar (Ngawi), malam itu tak
bertugas. Seperti biasa ia pun turun ke sungai mencari belut.
Dengan lampu karbit di tangan kiri dan alat penangkap di kanan
ia menyoroti setiap lekuk pinggiran sungai. Langkahnya tertahan
ketika sorot lampunya menimpa sebuah bungkusan karung plastik.
Isinya ternyata 8 pistol Colt 38 dan 74 butir peluru yang sudah
empat hari dicari polisi Jawa Timur.
Kisah penemuan 19 Oktober di Kedunggalar itu benar-benar
melegakan polisi. Sudah lima hari mereka memagari tapal batas
Jawa Timur dengan Jawa Tengah dan mengurung daerah Bojonegoro
bagian timur dan Ngawi sebelah selatan. Pagar betis itu
dimaksudkan untuk mencegat perampok yang menyikat 9 pistol Colt
38 berikut 114 butir peluru dari kantor Perum Perhutani Unit 11
di Padangan, sebelah barat Bojonegoro.
Lepas tengah malam, 14 Oktober, kantor yang mengelola hutan jati
di kota kecil Padangan itu nampak sepi Tiga penjaga malam
Suleman dan Ngadi (waker hutan) dan Bambang Aries (Hansip) sudah
tidak kuasa lagi menahan kantuk. Di tengah kelelapan, tiba-tiba
sekitar lima orang menyekap mereka. Tarpa perlawanan, ketiga
penjaga malam itu dibuat tidak berkutik setelah diinjak-injak
dan mulut mereka disumbat kertas koran.
Tiga orang di antara penyekap itu mencongkel daun jendela ruang
kantor urusan pegawai. Setelah mereka masuk sasaran utama adalah
brankas besi setebal papan yang separuh dibenamkan dalam
pasangan beton segede bak mandi. Ikatan gembok yang menancap ke
perut brankas itu dijebol. Tutup dapat diangkat ke atas. Dengan
karung plastik yang sudah disiapkan, kawanan perampok itu
menyikat habis isinya: 9 pistol dan 114 peluru.
Tanpa menyentuh benda lainnya di ruangan kantor berukuran 5 x 7
meter itu, mereka meloncat keluar lewat jendela lagi. Sebuah
mobil Cole minibus telah menunggu di tempat terlindung tak jauh
dari halaman gedung utama. Mobil dengan plat nomor Surabaya itu
melesat ke barat, jurusan Kota Cepu di Ja-Teng. Tak lama
kemudian peronda malam memukul tiang listrik dua kali.
Polisi nampaknya sangat hati-hati mengusut perkara perampokan
ini. Bahkan selama dua minggu Laksusda Ja-Tim menghimbau
kalangan pers agar tidak memberitakannya. Operasi pengejaran
dipimpin langsung Asisten Operasi Kodak X Kol. Pol. Jacky
Mardono dibantu Danwil Bojonegoro Kol. Pramudiyono. "Dari
pemeriksaan sementara pcrampokan itu bukan cuma kriminai biasa,"
kata sumber TEMPO di Kowil Bojonegoro. Nampaknya para penjahat
memang khusus mencari senjata api itu. Polisi sementara
menyimpulkan, perampokan itu "mirip" peristiwa Kosekta Cicendo,
Bandung tempo hari. Karenanya, sasaran operasi pencegatan juga
diketatkan di daerah-daerah sekitar Bojonegoro yang dianggap
sebagai basis gerakan ekstrim seperti tapal batas dengan
Ja-Teng, Madiun, Paciran, Babat dan Kapas.
Kecuali memperketat penghadangan polisi juga membuntuti jejak
kawanan perampok yang membawa pistol yang biasa dipakai polisi
hutan itu. Setelah sampai di Cepu, sekitar 10 km dari Padangan,
para perampok diduga berbelok ke selatan menuju Randublatung.
Kemudian masuk lagi daerah Ja-Tim yaitu Ngawi. Karena gagal
menembus pagar betis ke jurusan barat lewat Mantingan, kota
kecil di perbatasan dengan JaTeng, kawanan perampok itu berbalik
ke timur. Karena merasa belum aman untuk lolos, mereka
menyembunyikan senjata api itu di sebuah sungai, dekat kota
kecil Kedunggalar, Ngawi.
Tinggal satu pistol dan 40 peluru yang masih di tangan perampok.
Namun, menurut sumber TEMPO di Kowil Bojonegoro minggu lalu,
polisi telah menangkap "titik terang". Sedikitnya lima orang
termasuk seorang bromocorah dan pejabat Perhutani Padangan kini
diperiksa secara intensif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini