Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum
Perwalian

Berita Tempo Plus

Setelah Ibu Terbang ke Amerika

Seorang perempuan Indonesia menggugat mantan teman kumpul kebonya, pria asing, karena mengambil hak perwalian anaknya.

6 Juni 2005 | 00.00 WIB

Setelah Ibu Terbang ke Amerika
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERJUANGAN Suriaty Sembiring untuk mendapatkan kembali buah hatinya agaknya masih panjang. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Rabu pekan lalu menolak gugatan yang diajukan Suriaty agar mantan "suaminya", Cooper Marshall Wallace, mengembalikan anaknya, Martin Javier. Sebelumnya, Maret silam, Pengadilan Jakarta Selatan telah menetapkan anak berumur 10 tahun itu di bawah pengasuhan Marshall. "Perkara ini bukan kewenangan pengadilan negeri," kata Soedarjatno, ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut.

Menurut Soedarjatno, sesuai dengan Pasal 30 Undang-Undang No. 14/1985 tentang Mahkamah Agung, sengketa semacam ini merupakan wewenang MA. "Perkara ini diputuskan berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung," ujarnya. Keputusan tersebut tentu saja membuat risau hati Suriaty. Sebab, dengan begitu, Martin, anaknya yang semata wayang, untuk sementara tetap "milik" Marshall, 48 tahun. "Mau bertemu anak kandung saja susahnya minta ampun," ujar wanita 40 tahun ini melalui surat elektronik yang dikirimnya ke Tempo. Suriaty sendiri kini tinggal di Washington.

Kisah ini dimulai dengan pertemuan Suriaty dan Marshall yang terjadi pada 1993 di Jakarta. Saat itu Marshall bekerja pada sebuah perusahaan perdagangan emas. Dari perkenalan yang biasa saja, kemudian berlanjut saling suka, hingga akhirnya mereka pun sepakat untuk hidup bersama. Dari hidup bersama itulah lahir Martin Javier pada 28 Juli 1995. Martin merupakan anak ketiganya. Sebelumnya, dari suami pertamanya, Suriaty dikaruniai dua anak, Rengga Pratama, 20 tahun, dan Santita Dwi Putri, 18 tahun.

Pada 1998, badai keretakan mulai melanda pasangan ini. Situasi semakin runyam saat Marshall mendapat pekerjaan baru, sebagai Presiden Direktur (CEO) PT Kabelvision, dan memboyong "keluarganya" ke apartemennya di bilangan Jakarta Selatan. Menurut Suriaty, Marshall kerap bertindak kasar terhadap dirinya dan melakukan selingkuh. "Saya melihat sendiri penyelewengan yang dilakukan," katanya.

Tak tahan dengan ulah Marshall, pada Desember 2002 Suriaty pergi ke Amerika. Setahun kemudian, Rengga dan Santita menyusulnya. "Saya sendiri ke Amerika juga dalam rangka melanjutkan studi," kata Suriaty.

Saat Suriaty di Amerika itu, pada Maret 2004, Marshall mengajukan permohonan perwalian dan pengakuan Martin sebagai anak ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada bulan itu juga pengadilan mengabulkan permohonan Marshall.

Suriaty tentu saja berang mendengar kabar ini. Apalagi, saat ia pulang ke Jakarta, suaminya tak mengizinkannya menemui Martin, anaknya itu. "Saya bahkan pernah diusir Marshall," ujarnya. Pada Desember 2004, Suriaty pun menggugat Marshall ke pengadilan. Ia meminta pengadilan membatalkan penetapan hak perwalian Marshall atas Martin. "Saya sehat jasmani, rohani, dan secara ekonomi mampu mengasuh Martin," ujarnya.

Menurut Suhendra Asido Hutabarat, pengacara Suriaty, penetapan perwalian oleh pengadilan itu jelas tidak sah karena tanpa seizin sang ibu. Menurut hukum positif nasional, ujar Suhendra, anak di luar nikah statusnya mengikuti ibunya atau keluarga ibunya. "Status Martin itu jelas-jelas anak di luar nikah, karena itu dijelaskan dalam dokumen kelahirannya," ujar Suhendra.

Petrus Bello, pengacara Marshall, mengakui status anak di luar nikah memang hanya memiliki hubungan dengan ibu atau keluarga ibunya. Tapi, kata Petrus, dalam kasus Suriaty-Marshall, ada pengecualian. Suriaty telah menelantarkan anak-anaknya lantaran pergi ke Amerika. "Ini bisa dianggap si ibu tidak memberi perhatian terhadap anaknya," ujarnya.

Menurut Petrus, Marshall pernah berupaya meminta izin kepada Suriaty untuk mendapat hak perwalian. Tapi keberadaan Suriaty tidak diketahui. "Di Amerika itu di mana?" ujarnya. Tapi, alasan tidak mengetahui keberadaan Suriaty itu dibantah Suhendra. "Antara Marshall dan Suriaty itu sering berkorespondensi lewat surat elektronik," katanya.

Suhendra sendiri mengaku kecewa dengan putusan hakim. Menurut Suhendra, hakim berlindung pada soal kompetensi dalam memutus perkara ini. "Kami akan melakukan banding," ujarnya. Lembaga Bantuan Hukum-Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH-APIK) juga menyoroti putusan tersebut. Menurut Astuti Liestianingrum, staf pelayanan lembaga hukum itu, penetapan Marshall sebagai wali Martin yang dikeluarkan pengadilan negeri adalah hal tak lazim. "Di mana-mana penetapan anak di luar nikah harus mendapat izin dari ibunya," katanya.

Sukma N. Loppies

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus