Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Setelah Kasus Pluit

Ikatan Notaris Indonesia memecat anggotanya, Ridwan Suselo dengan tuduhan berpraktek menyeleweng dari ketentuan profesi dalam membuat 61 akte notaris untuk proyek Pluit. (hk)

21 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Notaris Ridwan Suselo muncul dalam perkara Pluit, kasus manipulasi kredit bank dan pajak negara (Rp 22 milyar lebih) oleh Endang Wijaya, yang tengah digarap Pengadilan Negeri Jakarta. Karena 61 akte perjanjian pelepasan hak garapan tanah rakyat kepada proyek perumahan mewah di Pluit yang heboh tersebut dikeluarkan oleh kantor notaris itu. Seorang saksi mengungkapkan ketidakberesan Ridwan Suselo dalam menerbitkan ke 61 akte notaris untuk Proyek Pluit. Akte-akte tersebut kata saksi ditandatanganinya sebagai kuasa rakyat bersama Endang Wijaya tidak di kantor notaris sebagaimana mestinya. Tak dilakukan di kantor PT Jawa Hous kantor Endang Wijaya, tanpa hadirnya sang notaris sendiri. Artinya syarat formil -- bahwa suatu akte harus dibacakan notaris sebelum ditandatangani di hadapannya -- tak dipenuhi. Dengan 61 akte perjanjian pelepasan tanah rakyat itu, yang berarti dapat menunjukkan kemampuan membebaskan tanah rakyat seharga Rp 900 juta, Endang Wijaya tampak bonafid. Sedangkan saksi Pramoto -- yang rupanya orang dekat Endang Wijaya sendiri, ternyata menandatangani akte atas nama rakyat pemilik tanah hanya berdasarkan kuasa lisan semata. Memang sulit membuktikan kemencongan kerja notaris ini -- seperti diakui seorang kenalan Ridwan Suselo sendiri. "Jangankan Departemen Kehakiman yang mengawasi praktek notaris, Opstib pun - seperti dalam kasus Pluit itu - sulit mengutik-utiknya," kata si kenalan. Kecual, lanjutnya, "bila pihak-pihak yang bersangkutan suatu saat bersengketa mempersoalkan keabsahan akte mereka." Sebab buktinya, sebuah tim hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang melakukan pemeriksaan akhir Maret lalu juga tak menemukan praktek buruk Ridwan Suselo yang banyak dibicarakan koleganya itu. Namun organisasi notaris, INI, telah bertindak cepat. Diam-diam Desember lalu INI, yang diketuai Notaris L. Tobing, memecat Ridwan tanpa peringatan di muka. Malah tidak tanggung-tanggung, pemecatan dengan alasan pelanggaran disiplin organisasi dan profesi tersebut, menurut Ridwan Suselo sendiri, lebih dari sebulan setelah dikeluarkan dan berlaku surut "sejak setahun sebelumnya. " Ketua INI, Tobing, menurut salah seorang asisten di kantornya, belum punya waktu untuk menjelaskan kasus pemecatan Ridwan. Oleh karena itu giliran pertama Ridwan Suselo sendiri angkat bicara. "Kalau tanya apa dasar pemecatan saya," kata Ridwan (59 tahun), "jelas sekali: banyak yang iri atas kemajuan saya." Coba saja, katanya, untuk mengurus klien yang rata-rata 300 orang sebulan di kantornya di Pusat Perdagangan Glodok Baru (Jakarta) yang suram itu, Ridwan mempekerjakan 17 orang sarjana hukum sebagai asistennya. Mulai beken, katanya, "bukan karena Proyek Pluit." Tapi, kata notaris yang pernah berpraktek di Madiun dengan nama Tjiok Hong Wan ini, ia terkenal berkat urusannya dengan pengusaha Lim Soei Liong. "Sekarang saya sudah kaya," lanjut Ridwan Rumah mewahnya ada di Pluit, "besar, ada kolam renang, ada taman yang bagus -- untuk mengurusnya saja diperlukan 10 orang." Rahasia suksesnya, katanya, "karena saya memberi servis yang baik kepada langganan." Dengan bangga ia ungkapkan kecekatan kantornya: "Pagi minta dibuatkan akte, sore hari itu juga kita sudah siap." Ongkosnya "boleh bersaing". Benarkah ia tak hadir dalam penandatanganan akte tersebut? "Wah, kejadiannya sudah lama," katanya. "Saya harus mengingat-ingatnya dulu dan saya boleh mengatakan tidak ingat lagi." Tanpa Prosedur Dan lagi "kalau saya bisa melakukan kesalahan tersebut di notaris lain juga dapat pula berbuat demikian," duga Ridwan. Karena kesibukan seorang notaris menurut Ridwan, "sulit dituntut akte yang 100% formil. " Ia menyalahkan "undang-undangnya yang sudah tua!" Itulah sebabnya pemecatan INI terhadapnya menurut Ridwan -- apa lagi yang dianggapnya tanpa prosedur yaitu tanpa peringatan, tanpa dimintai keterangan, tanpa diberi kesempatan membela diri -- perlu ditanggapinya. Yang mengawasi kerja notaris seharusnya Departemen Kehakiman. Sedangkan yang menentukan seorang notaris telah melanggar ketentuan jabatan menurut Ridwan, adalah pengadilan. "Mengapa INI berani-berani membuat keputusan yang langsung menyalahkan praktek saya? Itu melanggar asas praduga tak bersalah." Walaupun Ridwan tak keberatan dikeluarkan dari organisasi notaris, "karena manfaatnya selama ini juga tak ada, nol besar dan tak mempengaruhi jabatan," dia berfikir untuk tak menghabisi urusan sampai sekian saja. Surat pemecatannya yang disampaikan INI kepada Mahkamah Agung, Pengadilan Negeri dan Departemen Kehakiman, dianggapnya telah mencemarkan dan memfitnah nama baiknya sebagai notaris. Ini akan ia perkarakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus