NAMA Notaris Ridwan Suselo muncul dalam perkara Pluit, kasus
manipulasi kredit bank dan pajak negara (Rp 22 milyar lebih)
oleh Endang Wijaya, yang tengah digarap Pengadilan Negeri
Jakarta. Karena 61 akte perjanjian pelepasan hak garapan tanah
rakyat kepada proyek perumahan mewah di Pluit yang heboh
tersebut dikeluarkan oleh kantor notaris itu.
Seorang saksi mengungkapkan ketidakberesan Ridwan Suselo dalam
menerbitkan ke 61 akte notaris untuk Proyek Pluit. Akte-akte
tersebut kata saksi ditandatanganinya sebagai kuasa rakyat
bersama Endang Wijaya tidak di kantor notaris sebagaimana
mestinya. Tak dilakukan di kantor PT Jawa Hous kantor Endang
Wijaya, tanpa hadirnya sang notaris sendiri. Artinya syarat
formil -- bahwa suatu akte harus dibacakan notaris sebelum
ditandatangani di hadapannya -- tak dipenuhi.
Dengan 61 akte perjanjian pelepasan tanah rakyat itu, yang
berarti dapat menunjukkan kemampuan membebaskan tanah rakyat
seharga Rp 900 juta, Endang Wijaya tampak bonafid. Sedangkan
saksi Pramoto -- yang rupanya orang dekat Endang Wijaya sendiri,
ternyata menandatangani akte atas nama rakyat pemilik tanah
hanya berdasarkan kuasa lisan semata.
Memang sulit membuktikan kemencongan kerja notaris ini --
seperti diakui seorang kenalan Ridwan Suselo sendiri. "Jangankan
Departemen Kehakiman yang mengawasi praktek notaris, Opstib pun
- seperti dalam kasus Pluit itu - sulit mengutik-utiknya," kata
si kenalan. Kecual, lanjutnya, "bila pihak-pihak yang
bersangkutan suatu saat bersengketa mempersoalkan keabsahan akte
mereka." Sebab buktinya, sebuah tim hakim dari Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat yang melakukan pemeriksaan akhir Maret lalu juga
tak menemukan praktek buruk Ridwan Suselo yang banyak
dibicarakan koleganya itu.
Namun organisasi notaris, INI, telah bertindak cepat. Diam-diam
Desember lalu INI, yang diketuai Notaris L. Tobing, memecat
Ridwan tanpa peringatan di muka. Malah tidak tanggung-tanggung,
pemecatan dengan alasan pelanggaran disiplin organisasi dan
profesi tersebut, menurut Ridwan Suselo sendiri, lebih dari
sebulan setelah dikeluarkan dan berlaku surut "sejak setahun
sebelumnya. "
Ketua INI, Tobing, menurut salah seorang asisten di kantornya,
belum punya waktu untuk menjelaskan kasus pemecatan Ridwan. Oleh
karena itu giliran pertama Ridwan Suselo sendiri angkat bicara.
"Kalau tanya apa dasar pemecatan saya," kata Ridwan (59 tahun),
"jelas sekali: banyak yang iri atas kemajuan saya." Coba saja,
katanya, untuk mengurus klien yang rata-rata 300 orang sebulan
di kantornya di Pusat Perdagangan Glodok Baru (Jakarta) yang
suram itu, Ridwan mempekerjakan 17 orang sarjana hukum sebagai
asistennya. Mulai beken, katanya, "bukan karena Proyek Pluit."
Tapi, kata notaris yang pernah berpraktek di Madiun dengan nama
Tjiok Hong Wan ini, ia terkenal berkat urusannya dengan
pengusaha Lim Soei Liong.
"Sekarang saya sudah kaya," lanjut Ridwan Rumah mewahnya ada di
Pluit, "besar, ada kolam renang, ada taman yang bagus -- untuk
mengurusnya saja diperlukan 10 orang." Rahasia suksesnya,
katanya, "karena saya memberi servis yang baik kepada
langganan." Dengan bangga ia ungkapkan kecekatan kantornya:
"Pagi minta dibuatkan akte, sore hari itu juga kita sudah siap."
Ongkosnya "boleh bersaing".
Benarkah ia tak hadir dalam penandatanganan akte tersebut? "Wah,
kejadiannya sudah lama," katanya. "Saya harus mengingat-ingatnya
dulu dan saya boleh mengatakan tidak ingat lagi."
Tanpa Prosedur
Dan lagi "kalau saya bisa melakukan kesalahan tersebut di
notaris lain juga dapat pula berbuat demikian," duga Ridwan.
Karena kesibukan seorang notaris menurut Ridwan, "sulit dituntut
akte yang 100% formil. " Ia menyalahkan "undang-undangnya yang
sudah tua!"
Itulah sebabnya pemecatan INI terhadapnya menurut Ridwan -- apa
lagi yang dianggapnya tanpa prosedur yaitu tanpa peringatan,
tanpa dimintai keterangan, tanpa diberi kesempatan membela diri
-- perlu ditanggapinya. Yang mengawasi kerja notaris seharusnya
Departemen Kehakiman. Sedangkan yang menentukan seorang notaris
telah melanggar ketentuan jabatan menurut Ridwan, adalah
pengadilan. "Mengapa INI berani-berani membuat keputusan yang
langsung menyalahkan praktek saya? Itu melanggar asas praduga
tak bersalah."
Walaupun Ridwan tak keberatan dikeluarkan dari organisasi
notaris, "karena manfaatnya selama ini juga tak ada, nol besar
dan tak mempengaruhi jabatan," dia berfikir untuk tak menghabisi
urusan sampai sekian saja. Surat pemecatannya yang disampaikan
INI kepada Mahkamah Agung, Pengadilan Negeri dan Departemen
Kehakiman, dianggapnya telah mencemarkan dan memfitnah nama
baiknya sebagai notaris. Ini akan ia perkarakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini