Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengapa Jaksa Membidik Tom Lebong dalam Kasus Impor Gula

Tom Lembong memiliki harta senilai Rp 101 miliar tapi tak punya rumah. Hidup tak bersama anak-istri di Jakarta.

10 November 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, di gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta, 12 Agustus 2015/Dok. Tempo/Wisnu Agung Prasetyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPEKAN setelah ditahan, Thomas Trikasih Lembong akhirnya menerima kunjungan istrinya, Franciska Wihardja, di tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu siang, 6 November 2024. Pengacara pria 53 tahun yang akrab disapa Tom Lembong itu, Ari Yusuf Amir, mengatakan Franciska baru berkunjung karena selama ini tinggal di Amerika Serikat bersama dua anaknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keduanya berbincang selama sekitar satu jam. Kepada istrinya, Tom sempat mengeluhkan penyakit asmanya yang kambuh. Ia meminta istri dan pengacaranya mengurus surat permintaan kepada jaksa untuk berkonsultasi secara daring dengan dokter pribadinya yang berada di Singapura. “Suasana pertemuan itu haru, tapi keduanya terlihat tegar,” ujar Ari pada Kamis, 7 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejaksaan Agung menahan Tom sejak Selasa, 29 Oktober 2024. Ia dituduh merugikan negara Rp 400 miliar karena mengeluarkan izin impor gula saat menjabat Menteri Perdagangan periode 2015-2016. Di dalam terungku, aktivitas Tom berfokus mengingat rentetan kebijakan yang diambilnya sembilan tahun lalu untuk disiapkan dalam pembelaan.

Tom menamatkan kuliah di jurusan arsitektur dan perkotaan Harvard University, Amerika Serikat. Mulanya Tom mendirikan Consilience Policy Institute, lembaga advokasi kebijakan ekonomi internasional yang berbasis di Singapura. Sementara itu, Franciska Wihardja adalah anak Andreas Wihardja, salah satu pendiri PT Duta Abadi Primantara, pemegang lisensi merek matras premium Negeri Abang Sam.

Karier Tom di pemerintahan dimulai pada 2013. Ketika itu Tom dipercaya menjadi penasihat ekonomi sekaligus penulis pidato Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Peran tersebut berlanjut hingga Jokowi menjadi presiden pada 2014. Salah satu pidato yang Tom tulis adalah pidato “Game of Thrones” yang dibacakan Jokowi dalam pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia di Bali pada 2018. Pidato lain membahas “Thanos”, salah satu karakter di film Marvel Universe.

Jokowi menunjuknya menjadi Menteri Perdagangan pada 12 Agustus 2015. Pada 27 Juli 2016, ia menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal hingga Oktober 2019. Pada pemilihan Gubernur Jakarta 2017, Tom mendukung Anies Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno dari balik layar.

Salah seorang loyalis Anies Baswedan, Geisz Chalifah, mengatakan Tom dan Anies sudah lama saling mengenal. Tom sering berdiskusi dengan Anies saat sudah menjadi Gubernur Jakarta. “Mereka punya visi yang sama,” tutur Geisz. Bersama Geisz, Tom pernah menjadi komisaris di PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Hubungan keduanya makin erat saat Tom bergabung dengan tim pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam pemilihan presiden 2024.

Sebelum aktif di dunia politik, Tom pernah bekerja di perusahaan investasi asal Singapura, Morgan Stanley, pada 1995 di divisi ekuitas. Empat tahun berselang, Tom melanjutkan kariernya sebagai bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia selama 1999-2000. Ia juga menjabat kepala divisi sekaligus wakil presiden senior di Badan Penyehatan Perbankan Nasional periode 2000-2002.

Kariernya berlanjut di perusahaan investasi Farindo Investment selama tiga tahun hingga 2005. Tom juga menjabat Presiden Komisaris PT Graha Layar Prima pada 2012-2014. Ia juga tercatat sebagai pendiri, chief executive officer, dan managing partner di Quvat Management Pte Ltd. Perusahaan dana ekuitas swasta itu didirikan Tom bersama rekannya.

Karier yang panjang di dunia keuangan membuat Tom hidup sejahtera. Dalam dokumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara pada 30 April 2020, total kekayaannya mencapai Rp 101,5 miliar. Sebagian besar hartanya berupa surat berharga senilai Rp 94,5 miliar. Sisanya berupa harta bergerak lain, kas dan setara kas, serta harta lain. Tapi ia tak punya rumah ataupun tanah.

Kepada pengacaranya, Ari Yusuf Amir, Tom memilih tak membeli rumah, tanah, dan kendaraan karena profesinya sebagai pebisnis. “Karena pebisnis, hanya ingin investasi aset yang nilainya tidak menyusut,” kata Ari.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pebisnis tanpa Rumah"

Moh. Khory Alfarizi

Moh. Khory Alfarizi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2018 dan meliput isu teknologi, sains, olahraga hingga kriminalitas. Alumni Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat, program studi akuntansi. Mengikuti program Kelas Khusus Jurnalisme Data Non-degree yang digelar AJI Indonesia pada 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus