Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Sidang PK Jessica Wongso, Ahli Digital Forensik Ungkap Rekaman CCTV di Kafe Oliver Terdistorsi 89 Persen

Saksi ahli digital forensik di sidang PK Jessica Wongso mengatakan CCTV nomor 9 di Kafe Olivier, Grand Indonesia telah mengalami distorsi.

4 November 2024 | 15.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar mengungkapkan bahwa rekaman kamera CCTV yang menjadi barang bukti dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin telah mengalami distorsi sebesar 89,6 persen. Hal ini disampaikan dalam sidang peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh tim kuasa hukum Jessica Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 4 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rismon menjelaskan, distorsi atau penyimpangan terjadi pada rekaman CCTV nomor 9 yang merekam suasana di Kafe Olivier, Grand Indonesia, tempat kejadian perkara yang menewaskan Mirna pada 2016 lalu. Menurut dia, manipulasi terjadi pada dimensi dan laju frame rekaman, yang menggunakan perangkat lunak gratis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Akibat manipulasi dan rekayasa menggunakan freeware baik terhadap dimensi dan laju frame itu membuat data digital (rekaman CCTV) menjadi distorsi menjadi 89,6 persen," ujarnya saat bersaksi hadapan majelis hakim dalam ruang sidang Wirjono Projodikoro 3.

Dia juga menyoroti analisis yang dilakukan oleh ahli Muhammad Nur Al-Azhar dan Christopher Hariman Rianto terhadap file rekaman tersebut. Rismon mengatakan bahwa metadata file menunjukkan jumlah frame seharusnya mencapai 50.910, namun hanya ditemukan 50.810 frame. “Pertanyaannya, ke mana 10 frame itu?” tutur dia.

Selain ketidaksesuaian jumlah frame, Rismon juga menemukan perubahan laju frame per detik yang awalnya 25 menjadi hanya 10 frame per detik pada rekaman tersebut. Perubahan ini berimbas pada hilangnya 10 detik durasi video pada rekaman CCTV channel 09, tepatnya antara pukul 15.35 hingga 16.59. "Artinya 100 frame dengan laju 10 frame per detik, artinya 10 detik durasi video sengaja dihilangkan dari frame video channel 09 pukul 15.35 sampai 16.59," katanya.

Rismon menilai, hilangnya 10 detik tersebut berdampak pada sejumlah kejadian penting yang semestinya terekam, termasuk pergerakan Jessica serta penampakan kopi yang diantar oleh pramusaji Olivier, Agus Triono, sekitar pukul 16.20. Berdasarkan analisisnya, ia menegaskan bahwa rekaman CCTV yang disajikan di persidangan hanya menyisakan 10,4 persen data asli, khususnya pada rekaman CCTV nomor 9.

Melalui penjelasan ahli ini, tim hukum Jessica berharap fakta baru ihwal keaslian rekaman CCTV selaku novum dalam siang dapat membuka peluang bagi Jessica untuk mendapatkan keadilan atas upaya PK yang diajukannya.

Jessica Wongso dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara atas kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin pada 2016 lalu. Meski telah bebas bersyarat pada Agustus 2024, Jessica terus mengajukan PK karena merasa tidak bersalah atas tuduhan tersebut.

Permohonan PK adalah hak hukum yang diberikan kepada setiap terpidana yang merasa tidak bersalah atas dakwaan yang dijatuhkan kepadanya. Otto mengatakan, PK ini bertujuan agar Jessica mendapatkan keadilan penuh dan hak-haknya dilindungi.

Jessica Wongso bebas bersyarat sejak 18 Agustus 2024. Namun, sesuai aturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jessica Wongso masih harus menjalani pembimbingan dan wajib melapor hingga 2032.

Pembebasan bersyarat ini diberikan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2022. Meski bebas dari tahanan, Jessica Wongso tetap berharap agar permohonan PK yang diajukannya dapat mengembalikan nama baiknya di mata publik dan hukum.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus