SIAPA penyiram gelap ini? Dua belas hari menjelang Lebaran, Herlina dan adiknya, Lili, ingin membeli pakaian baru. Diantar Herman, lelaki yang akhir-akhir ini akrab dengan Herlina, mereka bermaksud ke pasar Blok M Kebayoran Baru, Jakarta. Hari hampir pukul 19.00, ketika mereka meninggalkan rumah di Jalan Sabeni, Tanah Abang - sekitar 6 km dari Blok M. Belum jauh dari rumah, ketika mereka hendak menyeberang jalan, seorang lelaki muda yang datang dari arah berlawanan berialan mendekat Herlina. Pria itu, yang tak sempat terlihat wajahnya, menyiramkan sesuatu ke tubuh gadis itu. Herlina, gadis berkulit hitam manis berusia 17 itu, tiba-tiba menjerit-jerit, lantas roboh. Ia berguling-guling di aspal jalan. Kepanikan segera mengurung. Herman sibuk menolong Herlina, yang ternyata mengalami luka bakar mulai leher hingga dada. Sementara itu, Lili hanya mampu memperhatikan sekilas ciri lelaki yang berlari menjauh. "Kami enggak mampu mengejar, sebab kaki rasanya berat sekali," kata Lili, 14. "Tapi saya sempat memperhatikan laki-laki itu. Bertubuh pendek, berbaju krem, dan bersandal jepit warna merah. Rasanya, saya sering melihatnya di daerah Tanah Abang. Dia berlari ke arah Jalan Kebon Pala III." Herman dan Lili segera membopong Herlina ke tepi jalan, dan gadis malang itu sempat tergeletak beberapa menit sebelum seorang lelaki setengah baya memberi tahu bahwa gadis itu terkena air keras dan harus segera dirawat. Dengan bajaj Herman segera membawa Lina, ke Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintoharjo, di Jalan Bendungan Hilir, rumah sakit terdekat. Tanpa mengatakan sebabnya, pihak RSAL menyarankan agar korban dibawa ke RS Cipto Mangunkusumo, yang cukup jauh jaraknya, sekitar 10 km. Hari sudah lewat pukul 10 malam ketika mereka sampai di rumah sakit terakhir itu. Ketika Lina sedang ditangani dokter, Herman dan Lili segera pulang, untuk memberi tahu "orang rumah" dan melapor ke polisi. Di saat tak ada yang menemani itulah, Lina mengembuskan napasnya yang terakhir, setengah jam menjelang tengah malam. Mengapa Lina begitu cepat meninggal, padahal pihak RSAL mengatakan lukanya ringan? Mungkinkah cairan keras itu tertelan Lina? "Dalam perjalanan ke RSAL memang Lina bilang cairan itu tertelan," ujar Lili. Namun, menurut sumber TEMPO di Dispenal, "Luka yang diderita gadis itu hanya sekitar leher dan dada, tak ada luka bakar di sekitar pipi dan bibirnya, jadi tak mungkin cairan itu tertelan." Cepatnya Lina menghadap Yang Mahakuasa memang masih tanda tanya. Seperti uga pertanyaan yang belum terjawab tentang motif dan pelakunya. Pun cairan yang sifatnya keras itu masih belum dipastikan jenisnya. "Kami memang belum bisa memastikan jenis cairan itu. Sayang, memang, laporan tentang peristiwa itu terlambat kami terima, 5 jam setelah kejadian," ujar Kapolsek Tanah Abang, Mayor Polisi Jantje S. Saselah. Lina, menurut Lili, dikenal ramah. "Setahu saya, Lina tak punya musuh. Dia mudah bergaul, tak heran kalau teman laki-lakinya banyak, tapi kayaknya dia belum punya pacar," kata Lili. Tapi Lili, yang memang dekat dengan sang kakak, mengakui ada dua pemuda yang cukup akrab dengan Lina, salah seorang masih famili. Sebenarnya Lina baru dua bulan tinggal di kawasan Tanah Abang, bersama ibu tirinya. Ia pindah, mungkin agar dekat ke sekolahnya, SMA Muhammadiyah Pejompongan. Tapi ia cepat akrab dengan lingkungan. Di muka rumahnya selalu ada beberapa anak muda yang ngobrol, main gitar, dan entah apa lagi. "Lina juga suka ngobrol dengan mereka, tapi tak pernah lama," kata Lili, saudara sekandung Lina yang tinggal bersama ibunya, di daerah Johar Baru. Konon ayah Lina, seorang pedagang kecil, punya tiga istri. Hingga pekan lalu, semuanya masih tanda tanya: motif penyiraman dan pelakunya, penyebab Lina cepat meninggal, dan jenis cairan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini