Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dipersiapkan dulu, sampai kepingin

Yasmin, 19, dituduh pn ja-teng hendak menjerumuskan 5 gadis ke lembah hitam di solo. mereka dijanjikan bekerja di salon kecantikan. para gadis itu disuguhi video dan buku porno hingga kepingin. (krim)

14 Juni 1986 | 00.00 WIB

Dipersiapkan dulu, sampai kepingin
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
INI kisah penjualan gadis, yang biasa dan tidak biasa. Hari-hari yang mendebarkan buat Yasmin, 19. Dalam persidangan menjelang Lebaran yang lalu, di Pengadilan Negeri Sragen, Jawa Tengah, wanita muda semampai berparas manis ini dituntut 4 tahun penjara. Ia didakwa hendak menjerumuskan lima orang gadis ke lembah hitam dengan membawanya ke Solo. Gadis-gadis itu tergiur janji dipekerjakan di salon kecantikan, dengan gaji Rp 50 ribu sebulan, dan boleh melanjutkan sekolah. Tentu saja, salon itu cuma kedok. Seorang gadis, yang terpaksa menolak melayani langganan salon, menyebabkan jaringan ini terbongkar. Hermin, gadis itu, mati-matian menolak, walau disodori uang Rp 300 ribu. "Sungguh, mahkota saya masih utuh," tuturnya kepada TEMPO. Ini yang biasa. Yang tak biasa adalah yang dilakukan Nyonya Ika (bukan nama sebenarnya). Pemilik salon ini memang "mengaryakan" anak buahnya. Tapi, sebelumnya, para anak buah itu "dipersiapkan"-nya dulu. Caranya, setiap hari gadis-gadis yang sebagian besar dari desa itu disuguhi film video dan bacaan porno. Mula-mula, seperti dituturkan seorang anak buah Ika - baiklah disebut saja Ambar - mereka bilang, "Mi, malu." Lama-lama, "Saya benar-benar hanyut," tutur Ambar, yang sewaktu bekerja di salon itu bergaji resmi Rp 75 ribu. Itulah, ketika ia pertama kali kencan, Ambar mengaku ia memang benar kepingin bukan terpaksa karena diancam bosnya, atau karena perlu uang. Kini Ambar telah berdiri sendiri, punya sebuah salon kecil yang sering dikunjungi pria setengah baya, di pinggiran Kota Solo. Taktik Nyonya Ika, tergolong jarang, tampaknya aman. Karena caranya itulah tak seorang pun anak buahnya berontak. Bahkan, sebagaimana Ambar itu, mereka "ikhlas" menjalani profesinya. Atau, mucikari ini belum ketemu batunya, barangkali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus