Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Soal rambu jalan pahlawan

Noor ali & haryono, keduanya sopir tersangka pelanggaran tilang dibebaskan pn surabaya dari tuntutan polisi lalu lintas surabaya. ada perbedaan penafsiran arti rambu lalu lintas antara polisi & dllajr.

2 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

D~UA terdakwa dalam perkara tilang yang untuk pertama kahnya memakai ~jasa pengacara itu akhirnya divonis bebas. "Apa yan~g, dit~ud~uhka~n itu tak terbukti," kata Nyonya Hadidjah Mursyad, hakim yang menyidangkan perkara pelanggaran lalu lintas itu, Sabtu pekan lalu. Kedua sopir itu, Noor Ali dan Haryono, ditilang ketika memasuki Jalan Pahlawan, Surabaya, pertengahan November silam. Alasan petugas polisi lalu lintas -- saat itu, Koptu Tari Soepomo dan Peltu Sapii -- kendaraan mereka masuk ke jalan yang ada rambu tanda larangan masuk (TEMPO, 19 Desember 1987). Dari sinilah persoalan itu berawal. Karena yakin tak bersalah, kedua sopir itu meminta bantuan pengacara, Yusnita dan Nyonya Becky Hananta. Betulkah tidak bersalah? Menurut Koptu Tari, semua jenis truk memang dilarang memasuki Jalan Pahlawan. Jalan itu hanya boleh dilewati oleh truk milik dinas dan ABRI. Namun, menurut Saiful Anam dan Zainul Syamsul Bachtiar, petugas dari Seksi Urusan Rambu Dl LAJR Jawa Timur, yang terkena larangan masuk di Jalan Pahlawan itu hanya truk umum. "Truk umum adalah truk yang tanda nomor kendaraannya berwarna kuning." Kedua petugas yang diajukan sebagai saksi ahli ini menegaskan bahwa truk Noor Ali dan Haryono, karena berpelat nomor hitam, tak terkena larangan itu. Hakim akhirnya memang lebih berpegang pada keterangan para saksi ahli, kendati sebelumnyaJaksa Susiantoni mencoba menjaring dengan bentuk kesalahan lain. Bahwa truk Noor Ali, kata jaksa, membawa muatan yang dicurigainya memungut bayaran. Tapi dibantah pemilik kendaraan yang juga majikan Noor Ali. Filling Cabinet -- yang diangkut saat itu -- milik sendiri. Letkol (Pol.) Drs. Mulyo Hadi, Kasatlantas Polwiltabes Surabaya, mengatakan, "Jika memang begitu putusan pengadilan, kami harus berbuat apa lagi?" Hanya saja, kenapa terjadi perbedaan penafsiran terhadap arti rambu antara polisi dan pihak DLLAJR. Akan halnya kedua sopir itu, begitu palu hakim diketukkan, mereka tertawa lebar. "Kami senang. Dan kami masih akan tetap jadi sopir," kata Noor Ali, ayah tiga orang anak yang sudah 20 tahun menjadi sopir itu. J~alil Hakim (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus