Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Nico dan Perkara Pistol Kaliber-38

Mahkamah Agung membebaskan Kapten Polisi Nicodemus dari tuduhan membantu pembunuhan Letkol Steven Adam. MA Militer II Jakarta tetap menghukum 6 th. Tapi Joni sembiring yang dituduh pelakunya, bebas murni.

2 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KISAH pembunuhan Letnan ~Kolonel (Penerbang) Steven Adam, empat tahun silam, hingga kini masih tetap diliputi kabut misteri. Apalagi tersangka pelakunya, Joni Sembiring dan kawan-kawan, beberapa waktu lalu dibebaskan Mahkamah Agung dari tuduhan tersebut. Bahkan kini salah seorang oknum polisi yan~g dian~ggap terlibat, Kapten Polisi Nicodemus, dinyatakan pula oleh peradilan tertinggi tidak terbukti membantu pembunuhan atas diri perwira penuntun di Sekolah Staf TNI-AU, Jakarta, itu. Namun, berbeda dengan Joni Sembiring yang bebas murni, Nicodemus rupanya masih harus menjadi penghuni penjara. Majelis Hakim Agung yang dipimpin Ketua Muda Militer Piola Isa baru-baru in~ hanya menurunkan voni~ Mahkamah Agung Militer II Jakarta terhadap Nicodemus, dari 16 tahun menjadi 6 tahun penjara. Kendati tidak terbukti membantu pembunuhan, menurut Mahkamah, Nico terbukti menguasai senjata api tanpa hak dan kemudian menadah mobil hasil curian. Semula, Nicodemus, 41 tahun, diajukan ke meja hijau dengan tuduhan mendukung pembunuhan Steven. Caranya dengan meminjamkan sepucuk pistol kaliber-38 kepada Joni. Senjata itu yang menurut jaksa kemudian di~gunakan Tom untuk mengakhiri hidup Steven. Selain itu, Nico juga didakwa menguasai dan menyimpan senjata api tanpa hak. Ditambah lagi dengan tuduhan melakukan penadahan mobil Toyota Corona hasil curian. Tapi hanya dua tuduhan terakhir dianggap Mahkamah Agung terbukti. Sedangkan tuduhan membantu pembunuhan tidak terbukti. "Joni Sembiring tidak terbukti membunuh Steven. Logikanya, 'kan tidak mungkin Nicodemus membantu Joni melakukan pembunuhan itu," kata Piola Isa. Kasus terbunuhnya Steven Adam, pada 29 Mei 1983 dinihari, bukan hanya menggegerkan penduduk Bogor, tapi juga perkembangan perkaranya di pengadilan cukup kontroversial. Semula Nico dihukum 18 tahun penjara dan dipecat dari ABRI oleh Mahkamah Militer Priangan-Bogor di Bandung, karena terbukti meminjamkan pistol. Lantas hukuman itu turun jadi 16 tahun. Sebaliknya, Joni Sembiring dan anggota komplotan yang diduga merencanakan pembunuhan itu malah dibebaskan Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Pertengahan Maret lalu, Mahkamah Agung mengukuhkan vonis bebas untuk Joni Sembiring. Padahal, mereka -- Joni Sembiring, Robert Tampubolon, Leonardus, Awang Ruswanta, Benny Hidayat, Hilal Thalib, dan Walen Barimbing -- jelas-jelas dianggap bersalah oleh Pengadilan Negeri Bogor, tempat perkara itu disidangkan. Joni, misalnya, 1985, divonis hakim 12 tahun. Sedangkan Robert, yang dianggap otaknya, 14tahun, sementara Awang dan Hidayat, masing-masing kena 9 dan 7 tahun penjara. Tatkala saksi Noldi Sumanti alias Joni Pelor "buka cerita", orang menganggap misteri pembunuhan Steven terungkap. Dari pengakuan Joni Pelor, penyidik kemudian membekuk komplotan tadi. Di pemeriksaan pendahuluan, Joni Sembiring mengaku telah menembak mati Steven. Sesuai dengan berita acara pemeriksaan, yang kemudian dianggap terbukti oleh~ Pengadilan Negeri Bogor, pembunuhan Steven Adam, 45 tahun, berlatar belakang perdagangan narkotik kelas tinggi. Kabarnya, Robert - yang bertetangga dengan Steven di Cimanggu, Bogor - tersangkut utang pada Steven sebanyak Rp 50 juta dalam bisnis terlarang itu. Sebab itu, Robert bersama temannya, Leonardus, merencanakan pembunuhan, dan meminjam senjata api dari Nicodemus. Ketika itu, Nico, yang menjadi Kepala Bagian Operasi Polres Bogor, mengambil pistol itu dari gudang di Polres Bogor. Tiga hari sebelum kejadian, komplotan yang terdiri dari Robert, Walen, dan Leonardus mencoba melaksanakan rencananya, tapi gagal. Baru pada 29 Mei, mereka mengirim komplotan yang terdiri dari Joni, Hidayat, Hilal, dan Awang. Rombongan ini berhasil melaksanakan operasi pembunuhan. Dan Joni dianggap eksekutor yang menyelesalkan tugas membunuh itu. Tapi di persidangan, para terdakwa tadi membantah pengakuan di pemeriksaan itu, dengan alasan berita acara dibuat dengan paksaan. Selain itu, memang tak ada saksi mata yang melihat peristiwanya, termasuk istri Steven sendiri, yang ketika kejadian berada di dalam rumah. Tambahan lagi, tiap terdakwa juga mengajukan alibinya. Toni, di antaran~ya, sewaktu kejadian mengaku berada di pesta ulang tahun saudaranya di Rawamangun, Jakarta Timur. Dalam pada itu, Nico juga membantah keterlibatannya, baik dalam pembunuhan Steven Adarn maupun dalam hal bisnis narkotik. Ia juga bersikukuh tak pernah mengambil pistol dari gudang. "Semua tuduhan itu saya tolak. Biarpun nantinya saya dihukum, saya tetap akan memberikan keterangan yang benar bahwa kami tak bersalah," ujar Nico ketika itu (TEMPO, 6 Oktober 1984). Ayah dua anak kelahiran Ambon itu pun tak kurang berangnya terhadap saksi Joni Pelor. Ia mengaku sama sekali tak kenal Joni Pelor. Mahkamah Agung mempercayai para terdakwa. Joni dibebaskan dan berhak mendapat pemulihan nama baik. Dan Nico dinyatakan tak terbukti terlibat pembunuhan. Atas putusan Mahkamah Agung terhadap Nico, Kepala Kejaksaan Negeri Bogor, Soejono, hanya bisa berkata, "Itu 'kan sudah putusan pengadilan tertinggi, ya, kami terima2' Sementara itu, Joni Sembiring, 54 tahun, yang didampingi pengacara Otto Hasibuan, berucap, "Dari semula sudah saya katakan bahwa saya tak terlibat dalam pembunuhan tersebut, dan tidak pernah memakai pistol itu." Putusan bagi Nico, juga untuk Joni, agaknya, kian melingkup kasus pembunuhan itu dengan kabut misteri. Sebab, walau Nico tidak terbukti terlibat pembunuhan Steven, toh ia dianggap terbukti mengambil senjata api dari gudang tanpa hak. Padahal Joni yang dituduh membunuh Steven dengan senjata itu dibebaskan Mahkamah Agung. Lantas buat apa Nico repot-repot mengambil senjata api di gudang itu? H~appy Sulistyadi dan Muchsin Lubis (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus