Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kuhap versi darvin

Hakim bisa tidak tahu adanya sema nomor 15/1983. sebab itu pn tanjungbalai menolak ketika seorang anggota koramil dipraperadilankan. hakim darvin a darwis mengaku tak pernah tahu tentang sema 1983.

2 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

~SIAPA saja yang bisa dipraperadilan~kan? Hukum acara pidana (KUHAP) ~hanya mengatur instansi penyidik dan penuntut yang bisa diadili di sidang praperadilan. Tapi sebuah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), 1983, memperluas wewenang lembaga itu, sehingga juga bisa menyidangkan instansi militer di luar polisi, yang melakukan tugas-tugas penyidikan. Tapi celakanya, tidak semua hakim mengetahui SEMA tersebut. Hakim Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Sumatera Utara, Darvin A. Darwis, misalnya, awal bulan lalu serta-merta menolak permohonan praperadilan yang diajukan Pengacara Chalid Jakub terhadap seorang komandan Koramil di daerah itu. Chalid, yan~g menerima penetapan itu pada 12 Desember, mendadak kaget. Sebab, hakim menolak permohonannya dengan sebuah surat penetapan sepanjang satu setengah halaman. Padahal, setahunya sidang praperadilan itu belum sekali pun dibuka hakim. Karena itu, tak lazim juga, Chalid pun mengajukan memori kasasi -- padahal praperadilan tidak bisa dikasasi pada 17 Desember 1987 ke Mahkamah Agung. Dia bukannya tidak tahu praperadilan tak boleh dikasasi. "Tapi agar MA tahu surat edarannya tak lagi laku di Tanjungbalai," ujar Chalid. Kisah kontroversi ini bermula dari hilangnya sebuah mesin kapal motor TS 70 milik Lina, 50 tahun, pada 14 Oktober 1987 lalu. Karena penasaran janda kaya di Desa Sungai Kepayang Kiri, Tanjungbalai, Sumut, itu pun menawarkan semacam sayembara kepada khalayak ramai. Kabar ini tentu saja menggiurkan penduduk sedesa. Maklum, janda itu menjanjikan hadiah berupa sebuah mesin kapal motor juga, TS 105, kepada siapa saja yang berhasil membekuk pencuri itu. Begitulah, entah dari mana mereka tahu bagaikan ada yang mengkoordinasi, lebih dari 100 penduduk Sungai Kepayang Kiri berbondong-bondong naik sampan menuju Desa Sungai Lendir. Mereka menduga, pencuri mesin itu ngumpet di desa ini. Uniknya, rombongan itu dipimpin Koptu. S. Sundawa, yang dikenal sebagai oknum Koramil 10 di Sungai Kepayang. Tiba di tujuan, rombongan pun berpen~car. Ada yang menelusup ke semak-semak, ada pula yang menjarah pekarangan, dan bahkan kolong perumahan penduduk. Penduduk setempat tentu saja terbengong-bengong. Di rumah seorang penduduk bernama Abdul Rahim, rombongan "pemburu maling" itu melihat tanda-tanda mencurigakan. Mereka menemukan beberapa keping papan sampan, timba, dan baut-baut yang putus berserakan di pekarangan rumah itu. Tak pelak lagi, mereka menuduh Rahim-lah pencuri mesin itu. Tanpa banyak tanya, Rahim segera mereka seret dengan paksa. Walaupun meronta-ronta, lelaki kurus itu terus diboyong ke sampan yang tertambat di kuala. Singkat cerita, Rahim akhirnya mendekam di Kantor Koramil di Sungai Kepayang. Selama 4 hari 4 malam, ia disiksa agar mengaku sebagai pencuri mesin itu. Pipi kiri dan kanannya sempat bengkak akibat dipukuli beberapa oknum di situ. Tapi karena tidak juga didapatkan bukti, ia akhirnya dilepas. Itu pun atas jaminan keluarganya. Selepas dari tahanan itulah Rahim menghubungi Chalid di Medan, dan mengajukan gugatan praperadilan itu ke Pengadilan Negeri Tanjungbalai. Tak kurang dari Komandan Rayon Militer di Sungai Kepayang itu, Letda. M. Yusuf, dan Koptu. Sundawa, diminta Chalid untuk dihadapkan ke sidang praperadilan. Apa yan~g diminta Chalid sebenarnya tergolong lunak. Ia hanya memohon agar pengadilan menetapkan bahwa penangkapan dan penahanan itu sebagai tidak sah menurut hukum. Selain itu, juga memohon agar merehabilitasi nama baik pemohon dan mengembalikan harkat Rahim seperti sedia kala. Chalid sama sekali tak memohon ganti rugi. Namun, apa mau dikata, Hakim Darvin malah menolak permohonan itu. Pengadilan tak berwenang mengadili mereka," tulisnya dalam penetapannya. Tak lupa ia menunjuk pasal 77 (1) KUHAP, yang menetapkan hanya penyidiklah yang boleh dipraperadilankan, sementara oknum Koramil bukanlah penyidik seperti diatur KUHAP. "Yang berwenang mengadill mereka adalah peradilan militer," tulisnya lagi. Tapi bukankah praperadilan terhadap militer justru "dihalalkan" oleh SEMA Nomor 15/1983 itu? "Saya tak pernah tahu itu," tutur Daryin dengan enteng kepada TEMPO. Mau apa lagi? Bersihar~ Lubis ~& S~arluhut Napitupulu ~(Me~dan~)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus