Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sosok baru wanita indonesia

Penelitian prof.dr. saparinah sadli: ada perubahan perilaku pada kelompok wanita dewasa muda, antara usia 20 & 40 th. kehadiran mereka belum menggariskan adanya perubahan dalam kedudukan & peran wanita.

13 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH proses perubahan sedang terjadi pada peri laku wanita Indonesia. Gejala perubahan ini paling nyata bisa diamati pada kelompok wanita dewasa muda, antara usia 20 dan 40 tahun. Faktor pendukungnya: kelompok usia ini cukup dewasa untuk menentukan pilihan, dan tidak terikat secara kaku pada tata nilai lama. Di kota-kota besar mereka bekerja tidak selalu karena tuntutan ekonomi, tapi juga karena memang itulah pilihannya. Tapi sebagian besar wanita desa yang menyerbu kota tidak hanya untuk mengisi berbagai lapangan kerja, tapi juga mencari pengalaman baru dan kemandirian. Mereka mempunyai penghasilan sendiri dan bisa menyalurkan kemauan sendiri - satu kondisi yang tak pernah dialami ibu mereka. Pendapat ini dikemukakan Prof. Dr. Saparinah Sadli berdasarkan beberapa kesimpulan tak langsung dan penelitiannya tentang wanita, juga dari berbagai pengalamannya memberikan konsultasi psikologis. Dan terlebih lagi, dari pengamatannya memantau masalah kewanitaan. Pandangan yang tajam ini dikemukakannya Selasa pekan lalu, pada Pidato Ilmiah Dies Natalis Universitas Indonesia ke-39, berjudul Perempuan, Dimensi Manusia Dalam Proses Perubahan Sosial -- di Balairung Universitas Indonesia, Depok. Dalam pidato ilmiah itu Saparinah menekankan perlunya penelitian dan studi lebih khusus atas kelompok wanita dewasa muda, sebagai salah satu bagian penting dalam mengamati proses perubahan sosial. Sejauh ini penelitian mengenai wanita sebagai subyek masih terbilang langka, karena penelitian tentang peran wanita terutama bertujuan: meningkatkan kondisi sosial ekonomi keluarga, seperti perbaikan gizi, pembatasan kelahiran, dan pengembangan pendidikan anak-anak. Memang harus diakui, wanita-wanita yang terkategori agen pembaru ini masih merupakan kelompok minoritas. Karena itu, tidak cukup alasan untuk memprioritaskan penelitian tentang mereka. "Data-data formal yang ada menunjukkan, peran wanita secara umum memang belum berubah," ucap Saparinah. Besarnya peluang kerja bagi wanita - di tahun 2000 diperkirakan akan meliputi 40% angkatan kerja - tidak segera menunjukkan adanya perubahan kedudukan dan peran wanita. Di lingkungan pemerintahan, misalnya, sebagian besar pekerjawanita tidak termasuk kelompok penentu. Kebanyakan tercatat sebagai pegawai menengah golongan III ke bawah. Hanya sekitar 1% yang bisa menembus ke jajaran lebih tinggi. Namun, wanita dewasa muda perlu diamati, karena menurut Saparinah mereka adalah agen pembaru atau bisa disebut juga trend setters. Peri laku mereka adalah gambaran wanita generasi mendatang. Mereka, yang kini merupakan golongan dewasa muda, akan berkembang menjadi generasi yang mantap di masa datang. Sementara itu, golongan yang tumbuh di bawah mereka akan menunjukkan perubahan yang lebih nyata lagi. Dalam proses perubahan sosial, perubahan peri laku wanita penting diamati, karena berkaitan langsung dengan norma sosial budaya yang paling banyak menimbulkan friksi. Di samping itu, perubahan peran dan peri laku wanita akan berpengaruh langsung pada pola perkembangan anak, termasuk pembentukan peri lakunya. "Proses perubahan peri laku wanita, selain ditentukan sikap mereka sendiri, juga ditentukan respons kaum lelaki," tutur Saparinah. Citra kaum pria di masa kini, yang juga merupakan citra umum, cenderung membedakan wanita dengan pria. Kesalahan seorang manajer wanita, misalnya, sering mendapat reaksi lebih dramatik daripada bila kesalahan itu dilakukan manajer pria. "Sekalipun kesalahan si manajer pria lebih besar,"ujar ahli psikologi itu. "Citra macho ini mungkin masih akan bertahan cukup lama di Indonesia, tapi bukan tanpa perubahan sama sekali." Persepsi pada keluarga dewasa muda masa kini sudah menunjukkan perubahan-perubahan. Kebanyakan ayah dari kelompok usia ini misalnya, tidak lagi membedakan masa depan anak lelaki dan anak wanitanya. Peluang untuk berkembang secara kompetitif bagi seorang anak perempuan di masa kini praktis sama dengan saudaranya yang pria. Pada dasarnya, memang tak ada alasan untuk membedakan pria dan wanita. Pembedaan yang diyakini sekarang, menurut Saparinah, lebih banyak merupakan mitos, dan diwarnai pandangan stereotip. Terbentuknya citra ini bisa dimaklumi, karena sebagian besar teori dasar dalam filsafat dan psikologi cenderung membedakan secara keras, pria dengan wanita. Filsuf abad ke-19, John S. Mill, adalah pembentuk teori: wanita sulit dimengerti. Mill bahkan menilai wanita sebagai mistique atau cenderung menyelubungi diri. Dalam perkembangannya, banyak teori psikologi, menurut Sapannah, juga mengambil kondisi kejiwaan lelaki sebagai normalitas. Namun, penelitian-penelitian biopsikologi di mana kini menunjukkan, selain kondisi fisik dan fungsi reproduksi, tak ada perbedaan antara pria dan wanita. Lebih jauh, pemikiran ini cenderung menyimpulkan bahwa wanita memiliki kemampuan yang jauh lebih kompleks daripada sekadar melahirkan dan membesarkan anak. Pendapat yang menyebutkan wanita lebih perasa dan lelaki lebih rasional, berdasarkan penelitian kerja otak, ternyata tak mempunyai bukti yang konsisten. Carl Gustav Jung, filsuf dan ahli psikologi yang dikenal banyak mengoreksi teori-teori Sigmund Freud - perintis ilmu jiwa modern menyebutkan manusia mempunyai dasar kejiwaan pria (disebut animus) dan juga dasar kewanitaan (anima). Keduanya berkembang bersama-sama. Berbagai penelitian proses sosialisasi anak di masa kini membuktikan kebenaran teori itu. "Perkembangan anak di masa kini lebih mengikuti norma androgini," ujar Saparinah. "Anak pria menjadi semakin perasa, sementara anak wanita semakin asertif, lebih berani mengemukakan pendapat." Sebagai kesimpulan dasar, Saparinah mengemukakan bahwa wanita berbeda dengan pria karena mereka dibedakan. Kini perubahan sosial menunjukkan, perbedaan itu ternyata tidak harus abadi. Dengan kata lain, tidak kodrati. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus