TEMPO.CO, Jakarta - Pakar intelijen Ridlwan Habib mengatakan tindakan diplomat asing yang melakukan spionase terhadap Indonesia bisa diusir paksa. "Tindakan diplomat Jerman berkunjung ke markas FPI makin terang," kata Ridlwan yang juga Direktur The Indonesia Intelligence Institute, mengutip Antara, Senin, 21 Desember 2020.
Kedubes Jerman di Jakarta mengakui ada staf diplomatiknya yang datang ke markas Front Pembela Islam (FPI) Petamburan pada Jumat, 18 Desember 2020. Menurut Kedubes, tindakan itu inisiatif pribadi sang diplomat dan bukan perintah resmi pemerintah Jerman.
Menurut Ridlwan, upaya diam-diam diplomat Jerman itu sangat mencurigakan, apalagi saat ini sedang ada kasus hukum yang dialami anggota FPI. "Tindakan itu mencurigakan dan patut diduga melakukan tindakan spionase atau mata mata, " kata Ridlwan. "Tindakan diplomat Jerman itu janggal.
Ridlwan menjelaskan
diplomat sering digunakan sebagai
cover atau kedok agen intelijen resmi bekerja. Hal itu lazim dilakukan oleh berbagai negara.
"Namun jika terbukti melakukan tindakan spionase secara terang-terangan, bisa diusir paksa, persona non grata," katanya.
Hal itu, kata dia, sesuai dengan pasal 3 Konvensi Jenewa yang mengatur hak-hak dan kekebalan diplomatik. Seorang diplomat asing dilarang keras melakukan tindakan mata-mata di negara tempat tugasnya, dan Menteri Luar Negeri berhak mengusir diplomat itu.
Dia mencontohkan sebuah peristiwa pada 1982 di mana saat itu oknum diplomat Rusia bernama Finenko tertangkap melakukan kegiatan spionase dengan membeli informasi pada oknum tentara bernama Susdaryanto.
"Mereka tertangkap satgas operasi Pantai Bakin dan Finenko langsung dipulangkan paksa," katanya.
Ridlwan menilai tindakan kunjungan diam-diam diplomat Jerman yang tidak diakui sebagai perintah resmi sudah cukup sebagai bukti. "
Kemlu (Kementerian Luar Negeri) RI bisa meminta identitas lengkap diplomat Jerman itu dan mendesak agar yang bersangkutan pulang ke Jerman," ujar Ridlwan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini