Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Surat wasiat

Bekas pemimpin umum kedaulatan rakyat. almarhum meninggalkan surat wasiat memperkarakan orang yang masih hidup. (hk)

3 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI benar-benar baru pertama kali terjadi: orang yang sudah meninggal memperkarakan orang yang masih hidup. Bekas pemimpin umum harian Kedaulatan Rakyat (KR), Yogya, Almarhum Madikin Wonohito, sehari sebelum wafat meninggalkan wasiat agar bekas pemimpin redaksi Minggu Pagi - mingguan satu penerbitan dengan KR - Purbatin Hadi dituntut karena mencemarkan nama baiknya. Purbatin kini memang tengah diadili. Wasiat menghebohkan itu adalah pesan M. Wonohito kepada wakil direktur dan dewan komisaris yang berbunyi: "Urusan Purbatin saya serahkan kepada Soem, Mas Tomo, dan Saudara Ramdlon untuk diadukan. Saya tidak bisa memaafkan." Yang dimaksud dengan Soem dalam surat diketik rapi dan tertanggal 5 April 1984 itu, tiada lain, Soemadi Martono, S.H., putra tunggal Almarhum. Sedangkan Tomo adalah seorang pengacara di Yogya dan Ramdlon Naning, S.H. adalah staf dan wartawan KR. Berdasarkan surat itu, Soemadi melaporkan Purbatin ke polisi. Kata Soemadi kepada polisi, ia pernah dipanggil ayahnya yang sedang sakit. Sambil menangis, katanya, Almarhum mengatakan, "Saya dituduh ada main dengan Yati." Yati adalah nama yang disamarkan untuk seorang wartawati KR . Bersamaan dengan pengaduan itu, Soemadi juga melampirkan pernyataan dari empat orang yang bersedia menjadi saksi, yaitu Iman Sutrisno (dirut dan pemimpin umum KR sekarang), Kus Sudyarsana, Suwariyun, dan Ramdlon Naning. Keempat orang itu menyatakan pernah mendengar - dalam kesempatan terpisah - Purbatin mengucapkan, "Saya akan membongkar skandal yang terjadi pada direksi KR." Di persidangan, Jaksa Sutarmo menuduh Purbatin mengucapkan penghinaan yang lebih kasar. Di hadapan Suwariyun dan Kus Sudyarsana, kata Jaksa, Purbatin sambil menunjuk-nunjuk ruangan kerja Wonohito berucap, "Di KR ada skandal seks. Direksi ada skandal seks, akan saya bongkar." Kepada saksi-saksi Iman Sutrisno, Hesmunandar dan Ramdlon Naning, kata Jaksa, Purbatin pernah pula berkata, "Suatu hari akan jatuh seorang Mahaputra karena ... aaksa menyebut alat kemaluan wanita)." Wonohito adalah pemegang Bintang Mahaputra Kelas III dari pemerintah. Tapi apakah orang yang sudah meninggal masih bisa mengadukan orang lain? Pengacara Purbatin, Kamal Firdaus dan Joko Prabowo, sejak semula menyatakan keberatan. Sebab, kata mereka, perkara itu termasuk delik aduan. "Perkara itu hanya bisa dituntut bila korban perbuatan itu mengadu," ujar Joko mengutip pasal 310 KUHP. Joko lebih tidak mengerti jika Wonohito dianggap telah mengadu karena meninggalkan wasiat. "Surat wasiat hanya dikenal di lapangan hukum perdata," ujar Joko. Jika pun wasiat itu dianggap sebagai surat kuasa untuk mengadu, kata Joko, seharusnya surat itu menjadi tidak berlaku demi hukum, karena meninggalnya si pemberi kuasa. "Tidak ada hak bagi seseorang untuk mengadukan orang lain berdasarkan surat wasiat," ujar Joko. Alumnus FH UGM itu bahkan meragukan keaslian surat itu. "Saya baru percaya bila keaslian surat itu dibuktikan melalui laboratorium," tambah Joko. Jaksa Sutarmo ternyata punya "jurus" lain. Menurut Sutarmo, berdasarkan pasal 73 KUHP, ahli waris korban penghinaan juga bisa mengadukan si pelaku. "Jadi, bagi kami tidak jadi persoalan, apa ada surat wasiat atau tidak. Yang penting, ada pengaduan," kata Sutarmo. "Terbukti atau tidak di persidangan, itu soal lain," katanya menambahkan. Purbatin, yang sejak Agustus lalu dipensiunkan dari KR oleh direksi yang baru, tenang-tenang saja menghadapi tuduhan itu. "Saya menganggap semua ini merupakan cobaan Tuhan," ujar Purbatin, 53. Ia menganggap bekas pimpinannya, Almarhum Wonohito, sebagai saudara. "Saya banyak belajar jurnalistik dari beliau," ujar Purbatin. Karena itu pula ia mengatakan mustahil kalau dia dituduh mencemarkan nama baik "saudara"-nya itu. "Sumpah yang paling berat apa? Disumpah jenis apa pun saya bersedia untuk meyakinkan bahwa saya tidak pernah memfitnah beliau, apalagi menuduhnya berbuat skandal," kata Purbatin bersemangat. Purbatin, yang mengabdikan dirinya selama 30 tahun di KR, menuduh perkara yang melibatkan dirinya itu dibikin oleh orang-orang yang mempunyai niat buruk kepadanya. Sebab, ia dianggap rekan-rekannya sebagai orang dekat Almarhum. Usaha-usaha menjatuhkannya dan memutuskan hubungannya dengan Almarhum, kata Purbatin, sudah dimulai sejak Wonohito masih hidup. Sebab itu, "Saya yakin, bila Pak Won masih hidup, perkara ini tidak akan terjadi," kata Purbatin lagi. Pak Won tentu saja tidak bisa hidup kembali untuk membuktikan apakah ia mengadu atau tidak. Tinggal lagi majelis hakim Pengadilan Negeri Yogya, yang diketuai Nyonya Siti Muayanah, yang berhak menentukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus