LAGI-lagi ada anak di bawah umur harus masuk penjara orang dewasa. Wayan Ati (bukan nama sebenarnya), 13, pekan lalu dihukum 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar. Gadis itu dianggap terbukti melakukan pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan matinya seorang bocah berusia empat tahun. Ati masih belum mengerti bahwa vonis sudah jatuh. "Saya mohon keringanan," katanya sambil menangis. Suatu hari, April tahun lalu, penduduk Perumnas Monang Maning di Denpasar gempar karena hilangnya Nur Dian Wahidah. Setelah sehari semalam dicari, gadis kecil itu ditemukan tidak bernyawa, di kali pinggir kompleks rumah murah itu. Polisi kemudian, menuduh Ati bersama dua teman sepermainannya, Abdi dan Ubai (bukan nama sebenarnya), sebagai pembunuhnya. Menurut polisi, ketiga anak itu membunuh hanya untuk mengambil anting-anting Dian. Nur Dian Wahidah. Setelah sehari semalam dicari, gadis kecil itu ditemukan tidak bernyawa, di kali pinggir kompleks rumah murah itu. Polisi, kemudian, menuduh Ati bersama dua teman sepermainannya, Abdi dan Ubai (bukan nama sebenarnya), sebagai pembunuhnya. Menurut polisi, ketiga anak itu membunuh hanya untuk mengambil anting-anting Dian. Karena tuduhan itu, Abdi, 10, dan Ubai 9, Juli lalu dihukum 2 dan I tahun penjara "segera masuk" oleh pengadilan yang sama. Protes para ahli hukum bermunculan gara-gara kedua kakak beradik itu dipenjarakan di LP orang dewasa. Apalagi, menurut pengacara kedua anak itu, Gde Darmawan, berita acara polisi yang diyakini hakim bertentangan dengan bukti di sidang. Misalnya, ketiga pelaku dituduh menyayat telinga korban, padahal, menurut visum dokter, daun telinga korban utuh. Sebulan kemudian, Pengadilan Tinggi Bali melepaskan Abdi dan Ubai dari tahanan. Tapi peradilan banding itu, September lalu, tetap menghukum kedua murid SD itu masing-masing 1 tahun 6 bulan dan I tahun penjara. Hanya saja, hukuman itu belum dilaksanakan, karena Darmawan naik kasasi. Sebab, menurut Darmawan, jika hakim berpendapat bahwa kedua anak itu tidak terbukti membunuh, berarti tuduhan mencuri dengan kekerasan juga harus gugur (TEMPO 29 September). Pengacara I Gusti Bagus Wiryawan juga yakin bahwa Ati tidak melakukan pembunuhan. Sebab, kata Wiryawan, menurut visum, Dian meninggal karena tenggelam. Pengacara dari LKBH Universitas Udayana itu juga merasa kecewa atas vonis hakim yang memutuskan anak itu harus masuk penjara. "Yang cocok bagi Ati adalah menjadi anak negara," ujar Wiryawan. Wiryawan tidak keberatan atas putusan hakim yang menyatakan bahwa Ati terbukti melakukan pencurian dengan kekerasan. "Sebab, semua unsur dari tuduhan itu sudah terbukti," ujar Wiryawan. Wiryawan mengaku menyarankan kedua orangtua Ati untuk menerima saja putusan hakim. "Ayah dan ibu Ati bisa memaklumi dan bersedia tidak banding. Berarti minggu ini anak itu sudah harus masuk LP," ujar Wiryawan. Alasannya, jika banding pun putusannya nanti toh akan sama saja. "Sebab, berita acaranya sama," kata Wiryawan enteng. Dugaan Wiryawan ternyata meleset. Selasa pekan lalu, Ati menentukan sikapnya: naik banding. "Saya merasa tidak bersalah. Pengakuan di polisi hanya karena saya dipaksa dan diancam akan dibawakan anjing besar," ujar Ati. Salah seorang anggota majelis, Ketut Galung Asika, membenarkan bahwa Dian meninggal akibat tenggelam. Tapi tenggelamnya anak ltu, menurut Asika, karena dianiaya dan kemudian dibuang Ati ke kali. "Karena itu, ia lepas dari tuduhan membunuh, tapi tidak dari pencurian dengan kekerasan," ujar Asika. Hakim itu lebih yakin karena, berdasar catatan pengadilan, ibu Ati sudah delapan kali masuk penjara. Memangnya dosa turunan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini