MIMPI ternyata berawal dari peristiwa kimiawi. Para ahli saraf, yang sudah bertahun-tahun meneliti keadaan otak kala tidur, akhirnya menemukan selsel saraf dan senyawa kimia yang menimbulkan gambaran mimpi. Hasil-hasil penemuan baru itu, menurut Dr. Mardi Horowitz, psikiater University of California, San Francisco, membuka pemahaman baru tentang mimpi. Karena itu, "Semua teori tentang mimpi di masa datang perlu diteliti kembali," kata psikiater itu kepada Science Times, dua pekan lalu, yang menurunkan laporan tentang penelitian baru tentang mimpi. Teori tentang mimpi, saat ini, sudah berkembang. Freud yang merintis penelitian ini berpendapat bahwa mimpi berasal dari keinginan yang tidak terpenuhi. Penelitian yang lebih kemudian menemukan mimpi tidak secara langsung mencerminkan keinginan, misalnya lapar akan membangkitkan mimpi makan. Paling akhir, para ahli psikoanalisa percaya bahwa mimpi berasal dari keinginan yang ditekan secara sadar. Niat yang terpendam ini tertimbun di bawah sadar, dan muncul sebagai mimpi pada waktu tidur. Dalam teori Carl Gustav Jung, keinginan yang ditekan ke alam tak sadar itu adalah keinginan yang dianggap tidak senonoh, tidak bermoral, tidak baik menurut ukuran masyarakat. Ragam keinginan ini sangat beraneka, tergantung sikap dan sifat yang individual. Di samping itu, keinginan tak kesampaian itu, ditemukan para ahli jiwa, selalu mengalami penyamaran. Ada yang seperti dikiaskan, ada yang malah ditransformasikan ke gambaran yang sama sekali lain. Karena itu, mimpi memang serba aneh dan sulit dipahami orang lain. Untuk menafsirkan mimpi diperlukan observasi rumit, meliputi pengamatan kepribadian, kesehatan mental, dan konflik-konflik kejiwaannya. Para ahli, yang meneliti kondisi fisik otak ketika mimpi terjadi, menemukan latar belakang mimpi ternyata tidak rumit. Dilihat dari sektor otak yang terlibat, munculnya mimpi bisa dijelaskan. Bergesernya penelitian ilmu jiwa ke penelitian kondisi saraf memang mengubah banyak pemahaman tentang kondisi kejiwaan. Di masa kini telah ditemukan bahwa kegiatan mental, perilaku, dan situasi emosional memiliki peta senyawa otak, yang disebut neurotransmiter. Komposisi senyawa otak itu, di satu sisi, mempengaruhi kondisi hormonal yang sudah umum diketahui berhubungan dengan aktivitas mental. Di sisi lain, neurotransmiter itu berfungsi menjalarkan arus listrik statis pada jaringan selsel saraf, misalnya merambatkan perintah dari pusat saraf. Seperti dalam instalasi listrik, terdapat sejumlah besar sirkuit pada jaringan saraf yang masing-masing gelombangnya mengendalikan satu atau beberapa kegiatan mental. Di sini, keadaan kejiwaan mendapat penjelasan fisik, termasuk mimpi. Penelitian mimpi berawal pada penelitian keadaan otak pada waktu tidur. Mimpi ditemukan terjadi ketika tidur memasuki tahap lelap. Ciri utama kelelapan ini adalah kedipan mata yang cepat. Karena itu, tahap tidur ini disebut Kedip Mata Cepat (KMC atau REM). Dr. Allan Hobson, dari Harvard Medical School, menemukan ada dua sirkuit yang aktif pada KMC. Sirkuit yang satu dikendalikan oleh neurotransmiter yang memang berfungsi melelapkan tidur. Sirkuit yang lain dikendalikan oleh sejumlah neurotransmiter yang fungsinya tidak berhubungan dengan tidur. Sirkuit otak ini terungkap mengaktifkan kegiatan belajar, kosentrasi, dan proses pengaturan memori. Letak kedua pusat sirkuit ini berdekatan, di puncak batang otak. Tim Hobson belum bisa memastikan mengapa sirkuit otak yang tidak ada hubungannya dengan tidur itu masuk ke sistem KMC. Tapi, pada kenyataannya, sistem yang "nyasar" ini dengan sendirinya mengganggu tidur. Hobson menemukan gelombang sirkuit ini bertabrakan dengan gelombang sirkuit yang justru mau melelapkan tidur. Tabrakan inilah yang kemudian melahirkan mimpi. Dalam KMC, kedua sirkuit yang berlawanan itu sama-sama aktif. "Karena itu, pada tidur lelap, otak bangun dan tidur secara bergantian," kata Hobson. Gelombang tidur bergerak mengikuti sirkuitnya ke pusat saraf, melumpuhkan semua mekanisme gerak tubuh. Kemudian memutar kembali melalui bagian ubun-ubun tempat terdapat pusat penglihatan. Inilah mimpi selalu visual (gambaran terlihat). Ketika tabrakan gelombang otak terjadi, semua sel saraf pada kedua sirkuit aktif. Dr. Robert McCarley, juga dari Harvard Medical School, menemukan, inilah isi gambaran mimpi. Memori yang sedang menjalani proses seleksi, untuk dibuang atau dimasukkan ke gudang memori, muncul dalam mimpi. Bila tabrakan terjadi ketika proses pembuangan memori sedang berlangsung, mimpi akan menampilkan hal-hal sepele. Bila memori penting yang terekam, mimpi bisa jadi bermakna. Dr. Jonathan Winson, dari Rockefeller University, New York, mencoba menjawab mengapa sirkuit belajar, konsentrasi, dan memori masuk ke sistem KMC. Setelah melakukan percobaan dengan binatang, ia berpendapat bahwa mimpi berkaitan dengan proses belajar nonintelektual. Binatang mempelajari semua rekaman ancaman yang dihadapinya melalui gambaran mimpi. Pada manusia, sama saja. Karena itu, kata Winson, mimpi kebanyakan berkaitan dengan upaya bagaimana berjuang untuk bertahan hidup. Teori Freud dan kaum psikoanalis, menurut Mardi Horowitz, tak terlalu salah. Manusia tetap mempunyai insting dan keinginan seperti binatang. Keinginan-keinginan ini, yang sebenarnya alami, ditekan dalam kehidupan bermasyarakat. Tekanan ini bisa diidentikkan dengan ancaman. Dalam psikoanalisa, ada contoh populer. Perbedaan antara bajingan dan orang jujur adalah: bajingan menjalankan mimpi orang jujur, bajingan tak mempedulikan ancaman, sedangkan orang jujur memperhatikannya dan menekan keinginan. Dalam teori Freud, si jujur lalu bermimpi tentang berbuat jahat. Menurut teori Jonathan Winson, mental si jujur mempelajari mimpi itu. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini