Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mengait Listrik Jawa-Sumatera

Sistem interkoneksi jaringan listrik Jawa-Bali diharapkan sampai ke sumatera. PLN keberatan karena biayanya mahal. Namun sistem tsb mempunyai kelemahan, seperti pemadaman serentak.

25 Januari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LISTRIK byarpet itu soal biasa. Pemadaman serentak di hampir seluruh penjuru Jawa dan Bali pun, seperti terjadi Minggu malam pekan lalu, bukan sekali itu terjadi. Sistem penyatuan, alias interkoneksi, pada jaringan listrik Jawa-Bali memang punya gaya tersendiri: berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Alhasil, ketika PLTU Suralaya ngadat, Ahad malam itu, hampir seluruh Jawa-Bali gelap gulita. Sistem interkoneksi jaringan listrik memang punya kelemahan seperti itu. Namun, tentu saja, sistem ini membawa pula sejumlah manfaat. Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie termasuk ahli yang sangat percaya akan manfaat sistem interkoneksi itu. Maka, pada workshop di Hotel Sari Pasific, Jakarta, pekan lalu, Habibie melempar gagasannya untuk memekarkan jaringan interkoneksi Jawa-Bali itu sampai ke Sumatera. "Kalau perlu, sampai ke semua pulau-pulau besar di Indonesia," katanya. Gagasan penyatuan jaringan setrum Bali-Jawa-Sumatera itu berangkat dari perhitungan sederhana: kebutuhan listrik di Jawa dan Bali amat tinggi, sedangkan sumber alam, batu bara misalnya, untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tersedia di Sumatera. Lalu listrik asal Sumatera itu diseberangkan dengan kabel laut ke Jawa. Soal kabel listrik bawah laut itu, menurut Rahadi Ramelan, pejabat di Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT), bukanlah perkara sulit. "Kita punya pengalaman mengangkut listrik dari Jawa ke Madua dan Bali," katanya. Menyeberangkan listrik lewat kabel laut itu, kata Rahadi, akan lebih efisien katimbang mengangkut batu bara dari Sumatera ke Jawa, untuk dibakar jadi listrik. Dengan alasan efisiensi itu pula, Habibie mengusulkan agar PLTU-PLTU ini dibangun persis di mulut tambang batu bara di Bukit Asam atau Muara Tiga Besar. Jadi, tak perlu ada ongkos transportasi lagi. Skala PLTU itu pun harus besar, 2.0003.000 Mega Watt (MW), lebih besar dari PLTU Suralaya yang kini punya kapasitas 1.600 MW. Dengan skala 2.0003.000 MW itu, kata Habibie, ambang ekonomis bisa terjangkau. Cadangan batu bara di Sumatera, menurut catatan BPPT, ada 1.800 juta ton, yang tinggal digali. Potensi keseluruhannya 3.800 juta ton. Belum lagi sumber energi lain yang bisa dijadikan listrik. Sungai-sungai di Sumatera, dalam taksiran Habibie, punya potensi setara dengan listrik 15.500 MW, dan panas bumi tersedia 4.900 MW. Tenaga listrik yang tersedia di seluruh Jawa-Bali, saat ini, 6.400 MW. PLTU Suralaya di Cilegon, JaBar, menjadi tulang punggungnya lantaran memasok sepertiga daya untuk beban harian yang puncaknya 4.800 MW. Dan beban itu akan terus melonjak 15-20% per tahun. Menurut perkiraan, kebutuhan listrik akan mencapai 24.800 MW pada tahun 2003 nanti. Untuk mengimbangi laju permintaan itu, PLN akan ngebut membangun pembangkit tenaga listrik. PLTU Suralaya akan ditambah dayanya sebesar 1.800 MW. PLTU Paiton di Ja-Tim akan memasok 4.000 MW, Kapasitas PLTD (pembangkit listrik tenaga diesel), seperti yang di Muara Karang, Tanjungpriok, dan Gresik akan ditingkatkan. Swasta pun mulai dilibatkan sebagai produsen setrum. Direncanakan, pada tahun itu PLN mampu menyediakan daya terpasang sebanyak 33.000 MW. Sejauh ini, pihak PLN memang belum punya rencana membangun jaringan interkoneksi Jawa-Sumatera. Ermansyah Yamin, Dirut PLN, mengakui bahwa potensi sumber daya Sumatera memang besar. Namun, membangun PLTU di mulut tambang batu bara untuk kemudian mengirimnya ke Jawa, PLN harus berpikir secara matang. "Kita harus mencari sistem yang andal secara teknis, dan bisa dipertanggungjawabkan secara ekonomis," kata Ermansyah. Untuk membangun PLTU berukuran 2.000 MW di Sumatera Selatan, menurut taksiran Ermansyah, perlu dana US$ 3,7 milyar (hampir Rp 7,4 trilyun): US$ 2,4 milyar untuk fasilitas PLTU-nya dan US$ 1,3 milyar untuk jaringan transmisi agar tersambung ke Jawa. Kalau dihitung-hitung, lebih murah membangun PLTU di Jawa dengan mengapalkan batu bara Sumatera ke Jawa. Ermansyah punya kalkulasi. Dengan asumsi ongkos angkut US$ 14 per ton, PLTU di Jawa hanya perlu ongkos US$ 45 juta per kWh, dengan catatan batu bara yang dikonsumsi dari jenis nomor satu. Dengan mutu batu bara yang sama, 1 kWH dari PLTU di SumSel yang diinterkoneksikan ke Jawa perlu ongkos US$ 53 juta. Bisa saja batu bara kelas dua yang digunakan. Tapi akan perlu lebih banyak, karena panas yang dihasilkan batubara kelas dua itu tak separuhnya dibanding yang kelas satu. Untuk pemakaian batu bara kelas dua itu pun PLTU di Jawa masih tetap lebih murah, US$ 53,2 juta per kWh, sedangkan PLTU di Sumatra US$ 53,3 juta. Namun, Menteri Habibie punya perhitungan sendiri. Biaya per kWh PLTU di Sumatra cuma US$ 44 juta, itu pun sudah termasuk untuk jaringan transmininya. PLN rupanya tak ingin buru-buru menampik gagasan BPPT kendati dinilainya kurang ekonomis. Dalam bahasa yang santun Ermansyah mengatakan: "Perlu studi yang panjang dan mendasar sebelum kita membuat keputusan." Ada baiknya bila dalam studi itu dampak sistem interkoneksi, yang dirasakan sebagian besar pelanggan listrik Jawa-Bali pekan lalu, ikut pula dikaji. "Musibah" itu membuat para pelanggan menggerutu. Sembari minta maaf, PLN menjelaskan, musibah itu gara-gara petir yang menyambar jaringan transmisi di dekat PLTU Suralaya. Terjadi konsleting. PLTU Suralaya lumpuh. Jaringan listrik Jawa-Bali pun kontan ambruk karena Suralaya memasok sepertiga dari kebutuhan Jawa-Bali. Barangkali, yang diperlukan adalah interkoneksi tanpa ketergantungan. Putut Trihusodo dan Siti Nurbaiti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus