Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tak Cukup Badan Labora

Dikawal ratusan polisi, jaksa akhirnya bisa menjebloskan lagi Labora Sitorus ke penjara. Tapi aset bernilai puluhan miliar rupiah yang seharusnya disita negara belum jelas juntrungannya.

2 Maret 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Danang Prasetyo Dwiharjo mengemban dua misi penting ketika mengunjungi rumah Brigadir Kepala Labora Sitorus di kawasan Tempat Garam, Sorong, awal Januari lalu. Misi pertama Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Sorong itu merayu Labora agar mau balik lagi ke penjara. Adapun misi berikutnya adalah mengintip aset Labora yang seharusnya disita negara. "Saya mengupayakan cara persuasif, tapi ditolak mentah-mentah," kata Danang ketika dihubungi, Jumat pekan lalu.

Toh, tanpa perlawanan sengit seperti ancaman Labora dan pengikutnya, Jumat dua pekan lalu, tim jaksa eksekutor yang dikawal ratusan polisi berhasil menjebloskan lagi Labora ke Lembaga Pemasyarakatan Sorong. Polisi pemilik rekening gendut-dengan transaksi Rp 1,5 triliun-itu harus menjalani hukuman 15 tahun penjara, seperti diputuskan hakim kasasi Mahkamah Agung.

Menurut majelis hakim kasasi, Labora bersalah dalam kasus pembalakan hutan, penimbunan bahan bakar ilegal, dan pencucian uang. Majelis hakim yang dipimpin Artidjo Alkostar itu juga merinci barang bukti yang harus disita untuk negara. Barang bukti itu antara lain berupa delapan unit truk, satu unit ekskavator, enam unit kapal motor, dua unit kapal kayu, satu juta liter solar, 1.500 batang kayu merbau, dan sejumlah uang hasil pelelangan kayu milik Labora.

Sejauh ini, baru uang Rp 6,4 miliar hasil lelang kayu Labora di Surabaya yang sudah disetor ke kas negara. Sedangkan aset lain yang tercecer di banyak tempat belum tersentuh tangan tim eksekutor.

Sewaktu berkunjung ke rumah Labora, jaksa Danang melihat delapan truk terparkir di kompleks PT Rotua-pabrik pengolahan kayu yang menyatu dengan rumah Labora. Namun, kala itu, ia hanya bisa menghitung truk-truk tersebut dengan jarinya. "Kami sedang menyusun strategi dan mencari tahu keberadaan barang bukti lainnya," ujar Danang.

Sembari mencari-cari aset Labora, kejaksaan mengarahkan telunjuk kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Sorong. Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Herman Da Silva, yang bertanggung jawab atas tidak jelasnya nasib aset Labora adalah ketua majelis hakim Martinus Bala. "Ini salahnya Martinus. Dia yang menyebabkan kerugian uang negara," ucap Herman.

Sebelum menjatuhkan putusan, pada 12 Desember 2013, Martinus dan kawan-kawan meminjamkan barang rampasan berupa truk dan kapal motor kepada Sandrintje Panahue-istri Labora yang juga menjabat komisaris di PT Rotua. Menurut Herman, sewaktu mengeluarkan penetapan "pinjam-pakai" itu, Martinus tak memberi tahu jaksa.

Martinus dan kawan-kawan akhirnya memang memvonis Labora bersalah. Tapi hakim pengadilan negeri itu hanya menghukum Labora dua tahun penjara. Menurut hakim, Labora terbukti bersalah dalam kasus pembalakan hutan dan penimbunan bahan bakar, tapi tak terbukti bersalah dalam kasus pencucian uang.

Meski mengakui telah meminjamkan aset itu, Martinus tak mau disalahkan. Dia berdalih barang yang dirampas jaksa sebagian masih milik pihak ketiga, seperti Bank Papua dan Bank Mandiri. Truk dan kapal, misalnya, belum lunas angsurannya. Penetapan status pinjam-pakai, kata dia, untuk mencegah terjadinya kredit macet.

Seorang pejabat penegak hukum di Jayapura menyebutkan barang bukti berupa satu juta liter solar pun sudah raib. Bahan bakar senilai Rp 5 miliar itu dikuras saat kapal pengangkutnya dipinjam-pakai. Nah, soal raibnya bahan bakar solar itu, Danang dan Herman sama-sama mengaku belum tahu. "Kalau benar hilang, yang meminjam-pakai bisa dipidana," ujar Danang.

Adik angkat Labora, Ferdinand Fakdawer, tak mau buka suara soal bahan bakar solar itu. Dia hanya memastikan bahwa delapan truk dan kayu batangan masih tersimpan di sekitar pabrik PT Rotua. Adapun kapal-kapal milik Labora masih berjejer di dermaga. Ratusan pengikut Labora, kata dia, saban hari selalu bersiaga menjaga barang itu agar tak dirampas jaksa. "Memang belinya pakai duit negara, sehingga harus dirampas? Enggak, kan?" ucap Ferdinand.

Linda Trianita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus