Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) menanggapi laporan mengenai hakim Pengadilan Negeri (PN) Jayapura yang memvonis bebas terhadap Brigadir Dua (Bripda) Alfian Fauzan Hartanto alias AFH, terdakwa kasus pencabulan anak di Kabupaten Keerom, Papua, yang terjadi pada tahun 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan tersebut diajukan oleh penasihat hukum korban ke kantor KY Papua pada Selasa, 18 Maret 2025 lalu, dan telah diterima oleh pengurus setempat. "Laporan yang kami terima tentunya akan ditelaah dan dianalisis lebih mendalam perihal dugaan pelanggaran kode etik oleh Hakim Pengadilan Negeri Jayapura, Papua," ucap Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Papua Methodius Kossay saat dikonfirmasi Tempo pada Ahad, 23 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut rangkuman informasi mengenai tanggapan MA dan KY terkait hakim PN Jayapura yang bebaskan polisi pelaku pencabulan anak.
MA Sebut Belum Terima Laporan
Mahkamah Agung menyatakan belum mengetahui putusan hakim Pengadilan Negeri Jayapura yang menjatuhkan vonis bebas kepada Bripda Alfian Fauzan Hartanto dalam kasus pencabulan anak di Kabupaten Keerom yang terjadi pada 2022.
Adapun keputusan itu diberikan karena nihilnya saksi dalam perkara tersebut. “Kami belum tahu putusannya seperti apa, kalau betul bebas, kan KUHAP-nya juga mengatur putusan bebas,” kata juru bicara Mahkamah Agung Yanto, saat dihubungi pada Senin, 24 Maret 2025.
Yanto mengatakan, Mahkamah Agung tidak akan menindaklanjuti majelis hakim tersebut kecuali ada laporan negatif yang diterima. Hingga saat ini, kata Yanto, Mahkamah Agung belum mendapatkan laporan terhadap majelis hakim yang memvonis bebas itu. “Kalau ada laporan langsung ditindaklanjuti,” ujar dia.
KY Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik
Komisi Yudisial (KY) akan menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) terhadap hakim PN Jayapura yang membebaskan terdakwa kasus pencabulan anak Bripda Alfian Fauzan Hartanto.
Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Papua Methodius Kossay mengatakan putusan hakim memang bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat. Namun, Komisi Yudisial dapat memproses apabila ada kejanggalan berdasarkan bukti-bukti yang sah dan otentik.
"Apabila dalam telaah dan analisa tersebut terdapat dugaan pelanggaran kode etik hakim, maka akan kami proses terhadap hakim yang bersangkutan," kata Methodius.
Sebelumnya, Majelis Hakim PN Jayapura yang dipimpin oleh Zaka Talpatty, dengan anggota Korneles Waroi dan Ronald Lauterboom membacakan vonis perkara pencabulan anak dengan terdakwa Bripda Alfian pada Kamis, 23 Januari 2025. Dalam persidangan itu, Majelis Hakim memutuskan untuk membebaskan Bripda Alfian dari seluruh dakwaan.
"Menyatakan terdakwa Alfian Fauzan Hartanto alias Alfian alias Pian tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum dalam dakwaan alternatif kesatu maupun dakwaan alternatif kedua," begitu bunyi amar putusan, dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jayapura.
Putusan itu jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa menuntut Bripda Alfian dipidana 12 tahun, serta membayar denda Rp 200 juta subsider kurungan enam bulan.
Amelia Rahima Sari, Alfitria Nefi P berkontribusi dalam penulisan artikel ini.