Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-undang atau RUU Perampasan Aset tak muncul dalam daftar RUU yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI untuk dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025. Artinya, perwujudan regulasi penyitaan aset hasil tindak pidana korupsi dan pencucian uang tampaknya masih jauh dari angan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara administrasi, sebenarnya pengusulan regulasi perampasan aset diwenangkan kepada Komisi III Bidang Penegakan Hukum serta Komisi XIII Bidang Reformasi Regulasi dan Hak Asasi Manusia. Namun, istilah “RUU Perampasan Aset” tak terdaftar dalam wacana beleid yang diusulkan kedua komisi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam rapat Badan Legislasi atau Baleg DPR bersama pemerintah membahas RUU prioritas 2025 di Senayan, Jakarta, pada Senin, 18 November 2024, Komisi III hanya mengusulkan dua wacana UU Prolegnas. Yaitu RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan RUU tentang Hukum Perdata Internasional.
Sedangkan Komisi XIII mengusulkan tiga wacana UU yang menjadi prioritas 2025, yaitu RUU tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 49 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Leletnya wakil rakyat merundingkan RUU Perampasan Aset untuk disahkan menjadi UU ini tentu menjadi pertanyaan. Padahal, banyak pihak yang mendesak agar RUU ini segera diwujudkan. Namun, mereka seakan enggan melahirkan regulasi yang bisa dijadikan dasar untuk memiskinkan para pelaku rasuah.
Apalagi wacana beleid ini dilaporkan telah mengendap di DPR selama lebih kurang 14 tahun, yakni sejak draft pertamanya era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2012 silam. Bahkan, berdasarkan laporan Majalah Tempo edisi Februari 2024, sudah diusulkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pada 2008.
Sebelum purnatugas, Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi sebenarnya juga sempat mendorong DPR RI untuk segera menyelesaikan pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset ini, yang menurutnya mendesak dilakukan. Dia menyebut RUU ini sangat penting untuk pemberantasan korupsi di Indonesia, sehingga diharapkan bisa segera diselesaikan oleh DPR.
“Saya menghargai langkah cepat DPR dalam menanggapi situasi yang berkembang (revisi UU Pilkada). Respons yang cepat adalah hal yang baik, sangat baik, dan harapan itu juga bisa diterapkan untuk hal-hal yang lain juga, yang mendesak, misalnya seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset,” kata Jokowi, Selasa, 27 Agustus 2024.
Saat itu, publik sempat diberi harapan lewat angin segar yang disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Politikus fraksi Partai NasDem ini mengatakan bahwa tentang Perampasan Aset bakal dibawa ke periode Anggota DPR RI masa jabatan selanjutnya. Permintaan Jokowi tak bisa segera dituruti lantaran masa sidang Anggota DPR RI periode 2019-2024 akan segera berakhir.
“Masa sidang ini kan tinggal beberapa hari, jadi kemungkinan di masa sidang yang akan datang, di periode yang baru,” kata Sahroni di Universitas Borobudur, Jakarta, Ahad, 8 September 2024, dikutip dari Antara.
Di sisi lain, menanggapi desakan untuk disahkannya RUU Perampasan Aset yang berulang kali disinggung oleh Jokowi, Ketua DPR RI Puan Maharani justru meminta awak media bertanya kembali ke Jokowi ihwal urgensi RUU Perampasan Aset. Politikus PDIP ini mempertanyakan apakah mempercepat RUU tersebut bakal membuat lebih baik.
“Apakah dipercepat akan menjadi lebih baik? Itu tolong tanyakan itu,” kata Puan menanggapi permintaan Jokowi di Kompleks Parlemen DPR RI.Puan di Gedung DPR, Selasa, 10 September 2024.
Isu RUU Perampasan Aset muncul lagi pada penghujung Oktober lalu. Saat itu Anggota Baleg dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay, belum bisa memastikan nasib RUU Perampasan Aset bisa masuk dalam Prolegnas 2024-2029. Dia mengatakan komunikasi antarfraksi di DPR mengenai RUU tersebut masih berlangsung dan dinamis.
“Kami di (internal PAN) sudah membahas itu, dan kami sudah komunikasikan dengan partai-partai lain. Tapi kelihatannya di partai lain juga tidak mudah,” kata Saleh saat ditemui usai menghadiri rapat pleno Baleg di kompleks gedung DPR, Senin, 28 Oktober 2024.
Saat ditanya soal sikap partainya terhadap kepastian RUU Perampasan Aset bisa dibahas di DPR, Saleh tidak menjawabnya dengan tegas. Dia hanya mengatakan akan menunggu inisiatif dari pemerintah. Saleh berdalih dinamika soal nasib RUU Perampasan Aset tidak hanya terjadi di parlemen, tapi juga di pihak pemerintah.
“Jadi jangan semua mata tertuju pada Baleg DPR, tetapi setengahnya itu juga ada di pemerintah. Kalau membahas RUU Perampasan Aset hanya DPR yang setuju, ya tidak bisa, semuanya harus berkoordinasi secara bersama dengan pemerintah,” ujar Saleh.
Belum pastinya nasib RUU Perampasan Aset juga diungkapkan Anggota Baleg dari PDIP Andreas Hugo Pareira. “Belum tahu. Nanti kita lihat setelah besok rapat Prolegnas, terus kemudian yang mana menjadi prioritas,” ujar politikus PDIP itu usai rapat pleno Baleg di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 24 Oktober 2024.
Adapun RUU Perampasan Aset sebenarnya telah masuk dalam RUU Prolegnas Prioritas 2023. Kala itu, Jokowi menugaskan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laloly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai wakil Pemerintah dalam pembahasan bersama DPR RI.
Koran Tempo edisi Senin, 12 Juni 2023, melaporkan pemerintah telah menyerahkan Supres untuk RUU Perampasan Aset tersebut kepada DPR sejak 4 Mei 2023. DPR pun berjanji akan membahasnya setelah masa resesi berakhir dan memasuki masa sidang pada 15 Mei 2023. Kala itu Mahfud Md mengatakan pemerintah menargetkan RUU ini bisa disahkan pada Juni 2023. Namun, hingga akhir 2023, RUU tersebut tak kunjung dibahas oleh DPR RI.
Dikutip dari Majalah Tempo edisi Minggu, 11 Februari 2024, penerbitan UU Perampasan Aset masih terus diupayakan meski gagal tahun sebelumnya. Dalam pertemuan Kelompok Kerja Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dengan presiden, Jokowi meminta tim ikut mendorong pembahasan rancangan undang-undang tersebut di DPR.
“Presiden meminta tim mendorong percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset,” ujar Mahfud kepada wartawan sehari setelah pertemuan di Istana itu.
Namun, upaya tersebut berakhir gagal. DPR tak kunjung membahas RUU Perampasan Aset. Kepastian pembahasan RUU tersebut tidak kunjung terlihat pada rapat paripurna terakhir DPR, 6 Februari 2024 lalu. Dalam pidato Ketua DPR RI, Puan Maharani tidak menyinggung sedikit pun permasalahan RUU Perampasan Aset tersebut.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | NANDITO PUTRA | HAURA HAMIDAH I | EKA YUDHA SAPUTRA | FAJAR FEBRIANTO