Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tawaran Fulus Calon Bupati

Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Simalungun, Robert Ambarita, mengaku pernah disuap Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih. Bukti berupa cek masih disimpannya.

14 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELEMBAR amplop putih berkop Rumah Sakit Etaham disodorkan Jopinus Ramli Saragih ke Robert Ambarita. Suasana hangat yang sebelumnya terjadi di antara keduanya langsung sirna. Ruangan direktur Rumah Sakit Etaham, Berastagi, tempat keduanya berbincang, sejenak senyap. Melihat Robert ragu, Jopinus langsung menempelkan amplop itu ke tangan Robert. ”Lae, cairkan nanti di bank,” ujar Jopinus.

Keduanya lalu meninggalkan ruangan itu. Di pekarangan rumah sakit keduanya berpisah. Jopinus menuju helikopter yang tengah menunggunya, sementara Robert masuk ke mobilnya. Saat di dalam mobil itulah Robert membuka amplop tersebut. Isinya selembar cek Bank BNI atas nama PT Efarina. Di atas cek bernomor CP 505776 tertulis huruf dan angka Rp 50 juta. ”Baru sekali ini aku melihat dan menerima cek sebanyak itu,” ujar pria 41 tahun ini kepada Tempo.

Robert masih mengingat jelas semua peristiwa pada Ahad, 13 Juni 2010 itu. Ia, saat itu, menjabat Ketua Kelompok Kerja Verifikasi Pencalonan Kepala Daerah pada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Simalungun. Sedangkan Jopinus, kala itu, salah satu bakal calon di pemilihan yang akan digelar pada 26 Agustus 2010. Jopinus menang dalam pemilihan itu dan kini menjadi Bupati Simalungun periode 2010-2015. Adapun wakilnya Nuriaty Damanik.

”Cek itu untuk menyuap saya,” kata Robert. Jopinus, ujar Robert, saat itu memintanya mencoret dua dari lima pasangan bakal calon yang terdaftar saat proses verifikasi kandidat bupati, yakni pasangan Zulkarnain Damanik-Marsiaman Saragih dan Kabel Saragih-Mulino. Jopinus tak memberi alasan pencoretan itu kepada Robert. Kepada Tempo, seorang bekas pejabat di Simalungun menyebut, tim Jopinus yang diam-diam melakukan survei melihat popularitas Zulkarnain di atas Jopinus. Adapun Kabel, karena satu marga dengan Jopinus, dianggap bisa mengurangi suara dari klan Saragih. ”Jadi, keduanya itu dianggap ancaman,” kata sumber yang enggan dikutip namanya itu. Bagaimana cara pencoretan itu, Jopinus menyerahkannya kepada Robert.

Permintaan pencoretan itu disampaikan Jopinus saat ia dan Robert sarapan di Hotel Grand Mutiara, Berastagi, setelah keduanya bertemu di Rumah Sakit Efarina milik Jopinus. Melihat Robert tak juga memberi kepastian, Jopinus kembali mengundang Robert ke hotel yang sama sebelas hari kemudian. Kali ini Robert datang bersama istrinya, Radio Silalahi. Dalam pertemuan itu, lagi-lagi Jopinus meminta Robert mencoret nama dua pesaingnya. Kali ini Jopinus mengiming-imingi Rp 500 juta jika dia menghapus dua nama itu. Didampingi istri, Robert mengaku nyalinya keluar. ”Saya menolak dan langsung pulang,” kata Robert.

l l l

KAMIS, 27 Januari lalu, pengalamannya disuap Jopinus ini dipaparkan Robert di depan para wartawan di Sekretariat Partuha Maujana Simalungun—paguyuban warga Simalungun—di Jalan Masjid Taufik, Medan. Kepada wartawan, ia mengaku sudah mengadukan dugaan penyuapan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada Desember lalu. Cek pemberian Jopinus sampai kini juga masih disimpannya. Ia menyatakan sudah diperiksa penyidik KPK dua kali.

Menurut Robert, ia membuka kasus ini lantaran terinspirasi tulisan Refly Harun tentang dugaan suap di Mahkamah Konstitusi yang dimuat di Kompas. Kendati tak ada kaitannya dengan Mahkamah, Robert mengaku perlu membeberkan kasus ini karena menyangkut orang yang sama, Jopinus.

Kepada Tempo, Wakil Ketua KPK Muhammad Jasin membenarkan Robert telah melaporkan penyuapan yang dialaminya itu ke penyidik KPK. Komisi juga sudah menerima fotokopi cek pemberian Jopinus. Perkara Robert masih ditangani Direktorat Pengaduan Masyarakat, belum tingkat penyelidik. ”Nanti kita tunggu saja hasilnya.”

Saat ditemui Tempo di sebuah rumah makan di Jalan Juanda, Jakarta Pusat, tiga pekan lalu, Jopinus membantah keras pernah menyuap Robert. ”Tuduhan itu tidak benar,” katanya. Menurut Jopinus, dia sudah tahu perihal tuduhan tersebut. ”Banyak SMS gelap menyatakan saya melakukan itu,” katanya. Menurut dia, setiap pemberian dan titipan barang tidak bisa disebut suap. ”Nanti kalau ada orang minta uang bensin ke saya, lalu saya beri, apa juga dibilang suap?” katanya.

Menurut Jopinus, saat dia diperiksa KPK berkaitan dengan laporan tim investigasi Mahkamah Konstitusi, penyelidik juga sempat bertanya perihal dirinya yang dituduh menyuap Robert. ”Saya bilang ke penyidik, tidak ada penyuapan itu,” katanya. ”Jika dipanggil lagi, saya siap diperiksa.”

Robert sendiri sadar, jika kasus ini naik, dia juga akan ikut terseret, bisa dituduh menerima suap atau gratifikasi. Ia menyatakan siap menerima risiko tersebut. ”Lahir batin saya sudah siap,” katanya. Robert juga melaporkan kasusnya ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Kepada Tempo, Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menyatakan pihaknya memang tengah meneliti laporan Robert. Jika laporan Robert benar, ujar Abdul Haris, KPK harus mengusut kasus ini dan Robert tidak bisa dijadikan tersangka. ”Karena, kalau tidak ada Robert, kasus penyuapan ini tidak akan terbongkar,” katanya.

Mustafa Silalahi (Jakarta), Soetana Monang Hasibuan (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus