Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA sejoli itu sedang bercengkerama di ruang depan ketika delapan tamu datang pada Kamis sore dua pekan lalu. Merlina Ardiah dan Nizar Fauzi, pasangan kekasih itu, terperanjat sewaktu rombongan tersebut memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangannya. "Mereka ternyata polisi," kata Nizar ketika menceritakan kejadian di rumah Merlina, Rabu pekan lalu.
Polisi mendatangi rumah di Jalan Dr Soetomo, Kelurahan Sidodadi, Samarinda, itu untuk menangkap Merlina. Seorang polisi ketika itu menyebutkan Merlina, 25 tahun, melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Hak Cipta. Mahasiswi angkatan 2011 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman itu tak bisa mengelak ketika polisi menjelaskan duduk perkara dan urutan kejadiannya.
Pangkal masalahnya adalah perbuatan Merlina pada sekitar Oktober 2016. Waktu itu, Merlina menonton film drama komedi Me vs Mami bersama ibu dan kakaknya di bioskop di sebuah pusat belanja di Jalan Mulawarman, Samarinda. Nizar, 26 tahun, juga ikut menonton bersama keluarga kekasihnya. "Kejadiannya sudah lama, saya tak ingat detailnya," ujar Nizar.
Samar-samar Nizar mengingat, ketika menonton, Merlina mengarahkan kamera telepon seluler ke layar bioskop. Tanpa setahu orang di sekelilingnya, Merlina rupanya mengaktifkan aplikasi Bigo Live di teleponnya. Lewat aplikasi media sosial itu, Merlina "menyiarkan" langsung film yang sedang tayang.
Belakangan, selaku pemegang "hak tayang" film Me vs Mami, Grup Media Nusantara Citra (MNC) melapor ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Menurut sekretaris perusahaan Grup MNC, Syafril Nasution, Merlina secara sadar menyiarkan ulang film tersebut. "Dia menyiarkan sepanjang film." Tindakan "re-broadcast" itu, kata Syafril, merugikan MNC sebagai pemilik hak tayang film. Namun Syafril tak menjelaskan bagaimana MNC bisa mendeteksi tayangan lewat Bigo Live itu. Syafril pun tak menyebutkan bukti apa yang disertakan MNC ketika melaporkan Merlina ke polisi pada 22 Desember 2016.
Tim Unit Cyber Crime Polda Metro Jaya merespons cepat laporan MNC. Kepala Subdirektorat IV Cyber Crime Ajun Komisaris Besar Roberto Pasaribu menugasi lima penyidik untuk menjemput Lina ke Samarinda. Sebelum bertolak ke sana, polisi Jakarta berkoordinasi dengan Unit Kejahatan dan Tindak Kekerasan Kepolisian Resor Kota Samarinda.
Kamis siang dua pekan lalu, tim Polda Metro Jaya tiba di Samarinda. Sore harinya, diantar polisi setempat, tim dari Jakarta itu bergegas menuju rumah Merlina. "Kami tiba di rumah dia sekitar pukul 16.30," kata Kepala Unit Jatanras Polresta Samarinda Inspektur Polisi Dua Noval Forestriawan.
Ketika rombongan polisi sampai ke kediaman Merlina, ibunya sedang berjualan nasi uduk di pasar. Iyah, sang ibu, buru-buru pulang sewaktu dikabari ada polisi yang datang ke rumahnya. Kepada ibu Merlina, polisi kembali menjelaskan pelanggaran hukum oleh Merlina. Tak bisa mencegah, Iyah hanya menangis ketika melihat Merlina dibawa pergi polisi.
Hari itu polisi tak langsung menerbangkan Merlina ke Jakarta. Dia dibawa dulu ke markas Polresta Samarinda. Pada malam harinya, penyidik memeriksa Merlina selama hampir tiga jam. "Dia mengakui perbuatannya," kata Noval.
Kepada polisi, Merlina mengaku tak tahu bahwa perbuatannya itu melanggar hukum. "Dia tak punya niat memperbanyak film itu," ujar Noval. Toh, polisi tetap menyiapkan pasal berlapis untuk menjerat Merlina. "Pelaku diduga melakukan peretasan atau pelanggaran data elektronik," kata Noval. Polisi memakai Pasal 32 dan 48 Undang-Undang ITE serta Pasal 9 dan pasal 113 Undang-Undang Hak Cipta. Pasal tersebut mencantumkan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara. Dengan alasan ancaman hukuman di atas lima tahun, Polda Metro Jaya langsung menahan Merlina.
Tak sanggup menyewa pengacara, keluarga mengutus Saiful Anam, paman Merlina, untuk mendampingi sang ponakan di Jakarta. "Prosesnya belum selesai," ujar Saiful. Atas nama keluarga, menurut Saiful, dia sedang mengupayakan penangguhan penahanan Merlina.
Seperti halnya keluarga Merlina, Nizar berharap pacarnya bisa segera bebas. Apalagi mereka tak memandang perbuatan Merlina sebagai kejahatan. Sebelum kejadian di bioskop itu, menurut Nizar, Merlina jarang menggunakan aplikasi Bigo Live. Di samping sibuk dengan urusan skripsi, Merlina juga repot dengan pekerjaan sehari-hari. Sejak fajar Merlina biasanya membantu ibunya menyiapkan nasi kuning untuk dijual ke pasar. Siang harinya, anak bungsu dari dua bersaudara itu harus ke kampus. "Dia lagi apes saja," ujar Nizar.
Tempo berkunjung ke rumah Merlina pada Rabu pekan lalu. Rumah bercat dominan biru itu berada di gang sempit yang hanya bisa dimasuki sepeda motor. Dari luar, rumah itu tampak sepi. "Tidak ada orang, Mas, semuanya pergi," kata seorang tetangga yang enggan disebutkan namanya. Menurut tetangga, sehari-hari Merlina tinggal bersama ibu dan kakak perempuannya. Sedangkan ayahnya, Ikhsan, yang sakit terkena stroke, tinggal di Bontang-sekitar tiga jam perjalanan dari Samarinda.
Setelah mengetahui kondisi Merlina dan keluarganya, menurut Syafril, Grup MNC akan mengajukan permohonan agar polisi tak melanjutkan penyidikan kasus ini. "Semoga kasus ini menjadi pembelajaran agar orang tak gegabah memakai media sosial," kata Syafril.
Adapun Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan belum mendapat info detail tentang perkembangan kasus ini. "Nanti saya kabari lagi," ujar Argo, Jumat pekan lalu.
Firman Hidayat | Linda Trianita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo