POSISI Nur Usman, 54, agaknya akan bergeser. Bekas pejabat Pertamima itu mulanya hanya sebagai saksi dalam perkara pembunuhan anak tirinya, Irwan Bharya alias Roy, 22. Kini, bersama empat orang lainnya, ia bakal menjadi tersangka. Pergeseran status terjadi atas permmtaan pihak kejaksaan, setelah mempelajari berkas perkara yang diserahkan polisi. Dari berkas itu, menurut kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Bob R.E. Nasution kepada TEMPO, pihaknya menemukan beberapa petunjuk tentang keterlibatan Nur Usman. Petunjuk itu adalah pengakuan Nur bahwa ia pernah memberikan US$ 200 kepada Jhoni Ayal, tersangka pelaku utama pembunuhan. Adanya pertenkaran Jhoni dan Nur melawan Roy dan Thea (ibu kandung Roy) di Bank of America (BOA), kata Bob lagi, merupakan petunjuk lain yang lebih kuat. Sebab itulah Bob lalu mengembalikan berkas perkara atas nama Jhoni dan tiga tersangka lain ke tangan polisi. Dengan catatan, "Kejaksaan menginginkan Nur Usman sebagai tersangka." Sampai Sabtu pekan lalu, berkas perkara yang &minta diperbaiki itu belum diserahkan kembali ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Thea Kirana, 38, mengaku agak terhibur mendengar kabar bahwa suaminya tak hanya akan menjadi saksi. Semula ia merasa kecil harapan bahwa kasus pembunuhan anak sulungnya bisa terungkap tuntas. "Saya seperti menghantam tembok," katanya melukiskan kecemasannya selama ini. Terus terang ia menuduh Nur Usman telah menggunakan uang dan kekayaannya, agar bisa terhindar dari jaring hukum. Padahal, kematian Roy, mahasiswa Universitas California Selatan, AS, yang tengah berlibur ke Indonesia, merupakan pukulan hebat dalam hidupnya. Roy terbunuh Jumat, 10 Agustus lalu, dianiaya oleh beberapa pemuda yang dipimpin Jhoni Ayal. Ia diculik dan direnggutkan dari pelukan ayah kandungnya, Dokter Mikail Bharya - kepala Rumah Sakit Saraf dan Jiwa Dharma Sakti, Jakarta Pusat - saat berada di rumah sakit tersebut. Ia dinaikkan ke atas jip, dan sekitar satu jam kemudian para penculik menyerahkan Roy ke rumah sakit Sumber Waras, Jakarta Barat, dalam keadaan kritis dengan sekujur tubuh penuh bekas penganiayaan. Ia sudah meninggal ketika beberapa saat kemudian ibu dan ayah kandunnya menenok ke sana. Nyonya Thea, bekas peragawati yang berwajah cantik itu, menuduh Nur Usman mendalangi pembunuhan terhadap Roy. Soalnya, seminggu sebelumnya, ia dan Roy sempat terlibat pertengkaran sengit dengan Nur danJhoni di BOA. Ketika itu, Nur mencaci Thea sebagai lonte, bajingan, dan melontarkan kata-kata kotor lainnya. Lalu Nur menuding ke arah Roy sambil berkata kepada Jhoni bahwa pemuda itu hendak membunuhnya. Peristiwa itu berkelanjutan dengan telepon ancaman yang terus berdering di rumah Nyonya Thea di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Hingga akhirnya Roy, Thea, dan Dokter Bharya melaporkannya ke Polsek Gambir. Ternyata, si pengancam keburu bertindak terhadap Roy. Thea bercerai dengan Bharya 1975, setelah dikaruniai tiga anak, Roy, Susi, 20 (yang juga bersekolah di AS), dan Ida, 18. Tujuh tahun kemudian, 1982, Thea menikah dengan Nur Usman, bekas kepala Subdit Valuta Asing yang kemudian menjabat koordinator Wilayah IV Indonesia Timur Pertamina. Tapi ketika menikah dengan Thea, Nur sudah berhenti dari Pertamina dan menjadi wiraswastawan. Seperti diakui Nur Usman, ia kini menjadi penasihat untuk beberapa perusahaan di dalam dan luar negeri. Dalam keterangannya di rumah makan Istana Naga awal September lalu, Nur Usman juga menyatakan bahwa ia tak tahu-menahu soal pembunuhan Roy. Maka, setelah ditahan sehari, ia hanya dikenai wajib lapor sampai pekan lalu. Minang Warman, pengacaranya, pun berpendapat bahwa Nur tak cukup bukti untuk dijadikan tersangka. Memang tak tertutup kemungkman seorang saksi berubah menjadi tersangka. Tapi, katanya, dalam kasus Nur Usman ini, perubahan posisi tersebut belum jelas. "Secara formal, polisi belum menyerahkan berkas atas nama Nur Usman kepada jaksa," katanya. Agaknya, perkara ini masih harus menunggu sedikit lama sebelum terungkap tuntas di pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini