Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Buku sejarah itu dilarang

Buku pelajaran pendidikan sejarah perjuangan bangsa yang telah dianjurkan dipakai diseluruh SMP Jawa Tengah, kini dilarang karena kurang memenuhi persyaratan. (pdk)

29 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDIDIKAN Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), khusus di Jawa Tengah, heboh lagi. Pelajaran baru ini, yang baru diberikan, dari TK sampai SMTA, pada tahun ajaran 1984-1985, hingga kini memang belum memiliki buku resmi. Mungkin karena itu banyak penulis buku pelajaran meryusun PSPB. Tapi baru di Jawa Tengah buku PSPB, yang telah mendapatkan rekomendasi Kanwil P & K untuk digunakan di SMP, kemudian dilarang. Ide mata pelajaran ini sendiri datang dari Menteri P & K Nugroho Notosusanto sendiri. Pelajaran sejarah, kata Menteri beberapa hari sesudah dilantik, Maret tahun lalu, semestinya tak hanya soal hafalan angka tahun dan nama-nama, terutama untuk sejarah Indonesia. Semestinya murid kemudian mengenal bangsanya sendiri dengan lebih baik, dan mengambil pelajaran dari sejarah itu. Singkat kata, Nugroho menghendaki pelajaran sejarah Indonesia tak sekadar dihafal, tapi, misalnya, bisa menumbuhkan semangat kebangsaan. Karena itu, Menteri tahun lalu menugasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudavaan (BP3K) menyusun buku PSPB - istilah baru untuk pelajaran sejarah Indonesia buat pedoman guru. Buku itu, yang telanjur dicetak, ternyata dinilai Harsja Bachtiar, ketua, BP3K, "Masih banyak mengandung istilah asimg, dan tekanannya masih pada pemberian informasi peristiwa, angka tahun, dan nama kurang menarik." Revisi buku pedoman PSPB untuk guru ini hingga kini belum selesai - ini heboh pertama, tahun lalu (TEMPO IO September 1983). Tapi sementara itu muncullah huku PSPB pegangan buat siswa. Ada yang dengan rekomendasi Departemen P & K, ada yang tidak. Misalnya buku PSPB terbitan Penerbit Yudhistira, Jakarta, untuk tingkat SD - buku ini banyak dipakai SD-SD di Jakarta. Lalu ada terbitan CV Baru, Jakarta, dan PT Intan, Surakarta. Kemudian PSPB untuk SMP, terbitan Yayasan Pembina Keluarga, Surakarta. Yang terakhir ini, terbit Mei lalu, dilengkapi dengan rekomendasi Kanwil P & K Jawa Tengah, agar untuk sementara dipakai di semua SMP. "Kami memberikan rekomendasi buku tersebut, karena waktu itu memang belum ada buku yang lain," tutur Soejatta, kepala Kanwil P & K Jawa Tengah. Tapi setelah ternyata buku Kita Semua Bangsa yang Berjuang, judul buku PSPB itu, tak memenuhi prosedur yang ditentukan dari Jakarta, Kanwil P & K Jawa Tengah mencabut surat edarannya, dan menyatakan bahwa buku itu dilarang dipakai di semua SMP di Jawa Tengah, baik negeri maupun swasta. Sebab, izin pemakaian buku pelajaran yang bukan edisi Departemen P & K harus dikeluarkan oleh Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen P & K. Uwar Sakiman, salah seorang dari tiga penulis Kita Semua Bangsa yang Berjuang, merasa tak melakukan kesalahan apa pun dalam menulis buku pelajaran itu. Buku acuannya pun adalah buku-buku yang sudah direkomendasikan Departemen P & K, antara lain Sejarah Indonesia oleh Nugroho Notosusanto dan 30 Tahun Indonesia Merdeka terbitan Sekretariat Negara. Uwar, bersama Mardimin dan Suyono, menulis tiga jilid buku pelajaran PSPB ini selama bulan Puasa lalu, setelah mereka mengikuti penataran perihal PSPB. Uwar, 40, memang guru sejarah di SMPN IX, Solo. Menurut komentar sejumlah guru sejarah di SMP di Jawa Tengah, buku Uwar dan kawan-kawannya itu, "Hanya mengenalkan peristiwa saja, seperti buku-buku yang lain," kata Nyonya Mulyani Suparto, guru PSPB SMPN I, Semarang. Adapun Ibu Guru ini menganjurkan muridnya membeli buku itu, karena ada surat edaran dari Kanwil P & K. "Rasanya, malu juga. Baru tiga bulan lalu kami menganjurkan murid-murid untuk membeli buku itu, kini kami menyuruh mereka untuk tak mempergunakannya," katanya. Bu Guru itu tak keliru. Buku bersampul kuning bergambar seorang pe)uang mernbawa bambu runcing berbendera merah-putih dengan gambar tugu di latar belakang sebenarnya tak jauh berbeda dengan buku-buku PSPB yang lain. Artinya, urang menarik, sebagai buku sejarah. Contoh peristiwa lebih merupakan pernyataan dan bukan "cerita", jauh dari yang diharapkan Harsja. "Sejarah yang disampaikan mestinya seperti cerita, misalnya baaimana nenek moyang kita membuat kapal-kapal, bagaimana riwayat hidup para tokoh perjuangan klta bukan cuma berjuangnya, tapi juga masa kecilnya, suka dukanya," tutur Harsja tentang pelajaran sejarah Indonesia. Dengan kata lain buku yang tak boleh dipakai di sekolah-sekolah di Jawa Tengah ini tak mendorong siswa untuk membacanya sendiri sebagai pengetahuan yang menyenangkan - sebagaimana buku-buku pelajaran sejarah yang lain. Buku-buku itu biasanya sarat dengan informasi yang umum sifatnya, kurang sekali contoh peristiwa nyata yang diceritakan dengan menarik. Peristiwa "Bandung Lautan Api", misalnya, hanya diceritakan tak lebih dalam sembilan alinea. Misalnya: "Pemuda yang sangat terkenal dalam melancarkan penyusupan ke kota yaitu Toha. Dengan jibaku ia membawa bahan peledak memasuki gudang mesiu dan meledakkan dari dalam, pemuda Toha hancur bersama gudang mesiu," (Kita Semua Bangsa yang Berjuang, jilid I, hlm. 109). Siapa Toha? Berapa usianya? Bagaimana wataknya? Banyakkah teman-temannya? Apa kegemarannya? Seolah, semua itu dianggap tak menarik bagi siswa-siswa SMP.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus