Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Terancam Bui sampai Mati

Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dituntut hukuman penjara seumur hidup. Ini tuntutan tertinggi yang pernah disampaikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.

23 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akil Mochtar tampaknya tak mau mendengarkan jaksa berpanjang-panjang membacakan berkas tuntutan atas dirinya. Ketika sidang baru mulai pada Senin pekan lalu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Akil mengajukan interupsi. Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi itu meminta jaksa langsung membacakan poin-poin tuntutan. "Untuk apa saya duduk lama menghadapi sandiwara seperti ini?" katanya.

Protes Akil tak digubris hakim dan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Majelis hakim mempersilakan jaksa membacakan dokumen tuntutan setebal 2.153 halaman itu. Walhasil, sidang yang dibuka pukul 10.00 itu baru berakhir menjelang magrib. Sepanjang proses sidang, Akil—yang memakai safari abu-abu—kerap tertunduk dan beberapa saat terkantuk-kantuk.

Hari itu jaksa menuntut Akil dihukum seumur hidup dan didenda Rp 10 miliar. Jaksa menganggap dia terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang. "Ini tuntutan paling tinggi yang pernah disampaikan jaksa KPK," ujar juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo.

Menurut Pasal 12 huruf c Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, penjara seumur hidup merupakan hukuman maksimal bagi hakim yang menerima suap. Tiga hari sebelum sidang pembacaan tuntutan, Ketua KPK Abraham Samad pun telah "membocorkan" bahwa Akil bakal dituntut hukuman maksimal.

Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, tuntutan seumur hidup telah didiskusikan semua pemimpin KPK. "Para pencari keadilan ingin hukuman maksimal atas kasus ini," kata Bambang kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Jaksa penuntut umum Pulung Rinandoro mengatakan tak ada yang bisa meringankan hukuman Akil. Ada enam hal yang memberatkan dia dalam perkara suap sengketa pemilihan kepala daerah ini, antara lain status Akil sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.

Menurut jaksa, perbuatan korupsi Akil mengakibatkan runtuhnya wibawa Mahkamah Konstitusi, yang merupakan benteng terakhir bagi pencari keadilan. "Diperlukan waktu lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah," ucap Pulung.

Soal ini, anggapan jaksa agaknya tak berlebihan. Setelah penangkapan Akil pada Oktober 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk menyelamatkan Mahkamah Konstitusi. Namun usia perpu itu tak sampai seumur jagung. Sempat disahkan menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, perpu yang mengoreksi syarat dan mekanisme seleksi serta pengawasan atas hakim konstitusi itu dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

l l l

Penyidik KPK menangkap Akil Mochtar pada 2 Oktober 2013 di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan. Malam itu Akil tertangkap tangan ketika hendak menerima uang suap dari pengusaha tambang Cornelis Nalau Antun dan anggota DPR dari Partai Golkar, Chairun Nisa.

Uang suap senilai Rp 3 miliar—dalam pecahan rupiah dan dolar—yang disita penyidik KPK malam itu diduga berkaitan dengan sengketa pemilihan Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang tengah disidangkan Mahkamah Konstitusi.

Belakangan, dalam penyidikan di KPK, tersingkap bahwa Akil menerima suap paling tidak dalam 15 perkara sengketa pilkada. Total duit suap yang diterima bekas politikus Partai Golkar itu mencapai Rp 57,78 miliar dan US$ 500 ribu.

Sewaktu menjaring duit suap, menurut jaksa, Akil biasanya bekerja sama dengan sejumlah perantara. Salah satu kaki tangan Akil adalah Chairun Nisa. Perempuan ini simpul jejaring suap Akil di DPR.

Dalam perkara sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas, misalnya, Chairun Nisa berperan menghubungkan Akil dengan calon bupati inkumben Hambit Bintih. Pada 11 September 2013, Komisi Pemilihan Umum Gunung Mas menetapkan Hambit sebagai pemenang. Namun calon lain mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi.

Lewat Chairun Nisa, Hambit meminta Akil menolak gugatan lawan politiknya. Akil pun menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp 3 miliar. Dalam perkara ini, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah memvonis Chairun Nisa empat tahun penjara.

Akil juga punya kaki tangan di jaringan pengacara. Orang kepercayaan dia di jalur ini bernama Susi Tur Andayani, pengacara yang banyak menangani perkara di Mahkamah Konstitusi. Susi sedang menjalani pengadilan dan dituntut tujuh tahun penjara karena menjadi makelar suap pada sengketa pilkada Lebak, Banten, dan pilkada Lampung Selatan. 

Dalam sengketa pilkada Lebak, Susi adalah pengacara Amir Hamzah-Kasmin. Pada September 2013, Amir-Kasmin mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Keduanya tak terima kalah suara dari pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi. Untuk memenangkan perkara Amir-Kasmin, Akil meminta bayaran Rp 3 miliar. Atas saran Susi, Amir—yang tak punya uang—meminta bantuan Gubernur Banten saat itu, Atut Chosiyah. Adik Atut, Chaeri Wardana alias Wawan, menyediakan dana Rp 1 miliar untuk pemenangan Amir-Kasmin.

Orang kepercayaan Akil lainnya adalah Muhtar Ependy. Dia memakai jasa Muhtar antara lain dalam perkara pilkada Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang. Dalam jejaring suap Akil, Muhtar tak hanya berperan sebagai perantara. Dia juga menjadi kepercayaan Akil dalam memanipulasi barang bukti dan "mencuci" duit suap dalam berbagai usaha.

Kepada Tempo, bekas anak buah Muhtar bernama Mico Fanji Tirtayasa pernah bercerita begini: atas perintah Akil, Muhtar bisa memanipulasi bukti-bukti sengketa pilkada yang ditangani Mahkamah Konstitusi. Modusnya, formulir rekapitulasi suara yang disahkan Komisi Pemilihan Umum Daerah diambil dari Mahkamah Konstitusi. Formulir asli dirusak, lalu diganti dengan formulir mirip asli tapi palsu. Tentu saja angka dalam formulir "aspal" itu telah disesuaikan dengan pesanan pihak yang berani membayar. Formulir "aspal" itu, kata Mico, dicetak di PT Promic International, perusahaan milik Muhtar yang berkantor di Cibinong, Bogor.

Dalam kasus tertentu, menurut jaksa, Akil bisa bekerja sendiri tanpa perantara. Pada September 2010, misalnya, Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem berkonsultasi kepada Akil. Alex meminta bantuan Akil untuk mempercepat putusan sengketa pilkada di Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten Boven Digoel. Atas jasa konsultasi itu, Alex mentransfer Rp 50 juta kepada Akil melalui rekening di Bank BCA.

Pada Juni 2011, Alex kembali berkonsultasi kepada Akil untuk mempercepat putusan perkara pilkada Kota Jayapura dan Kabupaten Nduga. Setelah pertemuan itu, Alex mentransfer uang senilai Rp 75 miliar. Jejak transaksi rekening Akil dan Alex kini menjadi barang bukti di pengadilan.

Jaksa juga mendakwa Akil melakukan pencucian uang dengan menyamarkan kekayaan hasil korupsi. Penyamaran uang hasil korupsi kerap dilakukan Akil bersama Muhtar Ependy. Dalam dokumen tuntutan disebutkan, mulai 22 Oktober 2010 sampai 2 Oktober 2013, misalnya, Akil telah "mencuci" uang hasil korupsi sebesar Rp 161 miliar. Uang disamarkan dalam rumah tinggal, tanah perkebunan, serta puluhan mobil dan sepeda motor yang disewakan.

Tatkala bersaksi untuk terdakwa Akil Mochtar pada 5 April lalu, Muhtar membantah jika disebut jadi makelar perkara di Mahkamah Konstitusi. Dia bahkan sesumbar dengan membuka sayembara berhadiah Rp 1 miliar bagi siapa pun yang bisa membuktikan ia makelar perkara.

Di persidangan, Muhtar hanya mengaku pernah satu kali mendatangi ruang kerja Akil pada 2010. Jaksa lantas memperlihatkan beberapa foto Muhtar ketika masuk ruangan Akil dengan pakaian berbeda. Foto itu, menurut jaksa, antara lain diambil pada Agustus 2013. Kali ini Muhtar mengaku tak ingat tahun berapa dia menemui Akil. Selama menjawab pertanyaan jaksa, entah kenapa tangan dia tak berhenti bergerak-gerak.

Selama persidangan, Akil tak pernah mengakui kejahatan yang dituduhkan jaksa kepadanya. Pengacara Akil, Adardam Achyar, malah menilai tuntutan terhadap kliennya terlalu tinggi. Dia menyebut jaksa keterlaluan karena menganggap tak ada hal yang meringankan Akil. "Bagaimana nasib hidup anak-istrinya? Kok, itu tidak dipertimbangkan?" ujarnya. Toh, Adardam mengakui sejauh ini pihaknya tak mengajukan saksi yang meringankan karena beberapa saksi mundur atau tak mau datang ke sidang.

Sebaliknya, dukungan atas tuntutan seumur hidup bagi Akil berdatangan dari kalangan pegiat antikorupsi. Emerson Yuntho, peneliti senior dari Indonesia Corruption Watch, misalnya, mengatakan bekas hakim itu sudah sepantasnya dituntut hukuman maksimal. Alasannya, Akil bukan terdakwa biasa. Selain nilai suap yang diterima tergolong jumbo, dia penyandang gelar doktor ilmu hukum, bekas pemimpin Komisi Hukum di DPR, dan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi. "Semestinya dia paham bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa," ucapnya.

Lebih dari itu, menurut Emerson, tuntutan dan vonis maksimal bagi orang seperti Akil diharapkan bisa memberi efek jera dan menjadi peringatan keras bagi pimpinan penegak hukum lain.

Yuliawati, Nurul Mahmudah, Erick P. Hardi


Akhir Riwayat Sang Hakim

Menjelang usia 53 tahun, bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menghadapi tuntutan penjara seumur hidup. Dia didakwa menerima suap dan melakukan pencucian uang yang terkait dengan perkara sengketa pemilihan kepala daerah. Ini tuntutan tertinggi yang pernah diberikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Ini ide saya: dibanding dihukum mati, lebih baik dikombinasi pemiskinan dan memotong salah satu jari tangan koruptor saja."
Akil Mochtar, 9 Maret 2012

Harta yang Disita:

Rumah dan Tanah

  • Perumahan Liga Mas, Jalan Pancoran Indah III Nomor 8, RT 009 RW 02. Dari rumah itu, KPK menyita uang dolar Amerika Serikat dan dolar Singapura senilai Rp 2,7 miliar.
  • Sawah 12.600 meter persegi di Singkawang.
  • Kebun mahoni seluas 6.000 meter persegi di Sukabumi.

    Rekening dan Deposito

  • 13 rekening tabungan (enam atas nama Akil) berisi Rp 10 miliar.
  • Deposito atas nama Akil senilai Rp 2,5 miliar.
  • Rekening atas nama istri senilai Rp 300 juta.
  • Rekening atas nama anak senilai Rp 70 juta.
  • Dua rekening atas nama CV Ratu Samagat senilai Rp 109 miliar.

    Kendaraan

  • 25 mobil di antaranya: Mercedes-Benz S 350, Toyota Crown Athlete, Audi Q5, Mazda CX9, dan 31 unit sepeda motor.

    Siapa Akil
    Tempat dan tanggal lahir: Putussibau, Kalimantan Barat, 18 Oktober 1960 
    Pendidikan: Doktor ilmu hukum dari Universitas Padjadjaran 

    Karier:

  • Pengacara (1984-1999) 
  • Anggota DPR/MPR dari Partai Golkar (1999-2004 dan 2004-2009)
  • Hakim konstitusi (4 Agustus 2008-April 2013)
  • Ketua Mahkamah Konstitusi (3 April-Oktober 2013)

    6 Lapis Dakwaan

    Dakwaan Pertama:
    Melakukan korupsi bersama Chairun Nisa, Susi Tur Andayani, dan Muhtar Ependy pada Juni 2010-2013. Akil didakwa menerima suap dari lima daerah yang bersengketa pilkada sejumlah berikut ini.

  • Kabupaten Gunung Mas, Rp 3 miliar
  • Kabupaten Lebak, Rp 1 miliar
  • Kabupaten Empat Lawang, Rp 10 miliar dan US$ 500 ribu
  • Kota Palembang, Rp 19,8 miliar
  • Kabupaten Lampung Selatan, Rp 500 juta

    Dakwaan Kedua:
    Didakwa menerima rasuah dari empat wilayah yang beperkara sengketa pilkada dengan jumlah berikut ini.

  • Kabupaten Buton, Rp 1 miliar
  • Kabupaten Morotai, Rp 2,899 miliar
  • Kabupaten Tapanuli Tengah, Rp 1,8 miliar
  • Provinsi Jawa Timur, Rp 10 miliar

    Dakwaan Ketiga:
    Dituduh menerima uang Rp 125 juta atas konsultasi perkara permohonan sengketa pilkada di Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, Kabupaten Nduga.

    Dakwaan Keempat:
    Menerima suap Rp 7,5 miliar untuk menolak permohonan keberatan atas keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Banten. Isi putusan itu: menetapkan Atut Chosiyah dan Rano Karno sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.

    Dakwaan Kelima:
    Melakukan pencucian uang dan menyembunyikan kekayaan pada 22 Oktober 2010-2 Oktober 2013 dengan cara:

  • Menyimpan dana hasil korupsi sebesar Rp 57,618 miliar di rekening CV Ratu Samagat.
  • Menyembunyikan hasil korupsi sebesar Rp 65,251 miliar dalam wujud tanah dan kendaraan.
  • Menyamarkan kekayaannya lewat Muhtar Ependy senilai Rp 35 miliar.

    Dakwaan Keenam:
    Melakukan pencucian uang selama menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada 1999-2009 dan saat menjadi hakim konstitusi pada 2008-2013. Sebagian harta dia tak dimasukkan ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Pada periode tersebut, Akil mempunyai tabungan Rp 13 miliar, rumah senilai Rp 1,29 miliar, dan mobil Toyota Fortuner 2,7 G Lux seharga Rp 405 juta.

    Teks: Yuliawati, Driyan
    Sumber: Pusat Data dan Analisa Tempo serta Surat Dakwaan

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus