Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sepasang Tersangka

23 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puncak peringatan hari jadi Kota Palembang berlangsung hambar pada Selasa pekan lalu. Wali Kota Palembang Romi Herton absen. Pagi harinya, dia batal menjadi pembina upacara peringatan ulang tahun ke-1.331 kota itu di Benteng Kuto Besak. Siangnya, Wali Kota urung menghadiri sidang paripurna di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Palembang.

Ketua DPRD Palembang Ahmad Novan menyebutkan Romi mangkir sidang karena sakit. Wakil Wali Kota Harnojoyo menjawab ihwal sakit bosnya dengan "bahasa isyarat": merapatkan telapak tangan di depan dada—entah apa maksudnya.

Di luar teka-teki penyakitnya, Romi memang sedang dilanda masalah serius. Senin pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan status si Wali Kota sebagai tersangka. Istri Romi, Masyitoh, turut menjadi tersangka dalam kasus suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi.

Juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, menerangkan, Romi dan istrinya diduga menyuap bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Nilainya sekitar Rp 19,8 miliar. Komisi, menurut Johan, melarang Romi dan istrinya bepergian ke luar negeri.

Bau suap tercium tak lama setelah pemilihan Wali Kota Palembang tahun lalu. Pada 7 April 2013, Komisi Pemilihan Umum Palembang menyatakan pasangan Romi-Harnojoyo kalah delapan suara dari pasangan Sarimuda-Nelly Rasdania. Tidak terima, Romi menggugat ke Mahkamah Konstitusi.

Lewat sebulan lebih, panel hakim konstitusi di bawah pimpinan Akil Mochtar membalik hasil penghitungan KPU. Pasangan Romi-Harnojoyo dinyatakan unggul 23 suara dari total sekitar 720 ribu suara yang diperebutkan. Belakangan, setelah Akil ditangkap, terungkap bahwa di balik utak-atik suara itu ada aliran uang hingga puluhan miliar.

Dalam surat dakwaan terhadap Akil, jaksa menyebutkan, untuk memenangi gugatan di Mahkamah Konstitusi, Romi meminta bantuan Muhtar Ependy, orang kepercayaan Akil. Atas arahan Akil, Muhtar meminta Romi menyiapkan uang. Romi menyanggupi menyetor Rp 20 miliar secara bertahap.

Pada 16 Mei 2013, menurut jaksa, Romi menyerahkan uang Rp 12 miliar kepada Muhtar melalui rekening Masyitoh di Bank BPD Kalimantan Barat cabang Jakarta. Rasuah lain senilai Rp 3 miliar diberikan dalam mata uang dolar Amerika Serikat. Sisanya, Rp 5 miliar, diserahkan Romi kepada Muhtar setelah putusan Mahkamah Konstitusi terbit.

Tak semua fulus itu langsung mengalir ke Akil. Muhtar, menurut jaksa, menyetorkan Rp 7,5 miliar ke rekening CV Ratu Samagat, perusahaan milik istri Akil, Ratu Rita, di BNI cabang Pontianak. Sisanya dipakai sebagai modal usaha oleh Muhtar atas seizin Akil.

Penelusuran Tempo menemukan, Muhtar antara lain punya usaha konfeksi dan alat peraga kampanye yang berkantor di Cibinong, Bogor. Sembari mengurus kasus Palembang di Mahkamah Konstitusi, dia menjual barang suvenir untuk dibagikan dalam pesta kemenangan Romi.

Muhtar Ependy pernah menyanggah jika disebut sebagai penghubung Akil dengan Romi Herton. "Demi Allah, kenal pun tidak," ujarnya di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Desember tahun lalu. Tapi, karena dia punya bisnis penyediaan atribut kampanye, menurut Muhtar, semua gubernur dan bupati di Indonesia mengenalinya.

Ketika bersaksi di persidangan pada 27 Maret lalu, Romi dan Masyitoh membantah menyuap Akil. Mereka juga menyangkal mengenal atau pernah berhubungan dengan Muhtar. Pasangan itu tetap berkelit ketika jaksa menunjukkan bukti pemesanan suvenir senilai Rp 1,2 miliar dari perusahaan Muhtar.

Bantahan suami-istri itu tak menyurutkan KPK—bahkan kian memberatkan Romi dan istrinya. Kedua orang itu dijerat pasal penyuapan hakim, seperti diatur Pasal 6 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Dan mereka disangka melanggar pasal 22 undang-undang yang sama. "Mereka sengaja memberi keterangan tak benar di persidangan," kata Johan Budi.

Dalam kasus penyuapan atas hakim, Romi dan Masyitoh terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara. Pada kasus pemberian keterangan palsu, keduanya bisa dihukum bui maksimal 12 tahun. Ditemui di rumahnya Senin pekan lalu, Romi berkukuh tak bersalah. Toh, dia menyatakan siap menjalani proses hukum. "Akan saya hadapi dengan ikhlas," ujarnya. Di Kota Palembang, wali kota ini punya kedudukan penting lain. Dia Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Kota Palembang.

Jajang Jamaludin, Muhamad Rizki, Linda Trianita, Parliza Hendrawan (Palembang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus