Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Terdakwa Kasus Suap Eks Panitera PN Jakarta Timur Rina Pertiwi Minta jadi Tahanan Kota

Permohonan untuk jadi tahanan kota disampaikan kuasa hukum Rina Pertiwi dalam sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.

21 November 2024 | 14.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rina Pertiwi, yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap eksekusi lahan PT Pertamina, meminta agar status penahanannya diubah dari tahanan rutan menjadi tahanan kota. Permohonan ini disampaikan kuasa hukumnya dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis, 21 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami memohon Yang Mulia terkait status tahanan terdakwa dari tahanan rutan ke tahanan kota dengan alasan kesehatan,” ujar kuasa hukum Rina di hadapan majelis hakim yang diketuai Eko Aryanto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hakim Eko menyatakan permohonan tersebut akan dibahas dalam musyawarah majelis hakim. “Kita akan pertimbangkan,” jawabnya singkat.

Rina didakwa menerima suap senilai Rp1 miliar dari pihak swasta, Ali Sofyan, melalui perantara bernama Dede Rahmana. Suap itu diberikan untuk mempercepat pelaksanaan putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 795.PK/PDT/2019. Dalam putusan tersebut, PT Pertamina diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp244 miliar kepada ahli waris pemilik tanah, yaitu Ali Sofyan.

Menurut jaksa, uang suap diterima Rina dalam bentuk cek yang dicairkan secara bertahap. Sebagian uang diberikan melalui transfer, sisanya secara tunai. Ali Sofyan sendiri sudah divonis bersalah dalam kasus ini dan dijatuhi hukuman penjara atas perannya sebagai pemberi suap.

Rina kini dijerat dengan Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sidang lanjutan untuk mendengar tanggapan jaksa dan pembahasan permohonan terdakwa akan digelar pekan depan.

Kasus ini bermula dari konflik hukum antara PT Pertamina dengan ahli waris tanah, Ali Sofyan, terkait lahan seluas 1,2 hektare di Jl. Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur. Di atas lahan tersebut, Pertamina membangun fasilitas seperti Maritime Training Center, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), dan sejumlah rumah dinas.

Pada 2014, Ali Sofyan menggugat Pertamina dengan klaim bahwa lahan tersebut adalah warisan keluarganya, berdasarkan sejumlah dokumen seperti Verponding Indonesia dan Surat Ketetapan Pajak Hasil Bumi. Gugatan Ali berhasil dimenangkan hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK) pada 2019, yang memerintahkan Pertamina membayar ganti rugi Rp244,6 miliar.

Eksekusi putusan tersebut memunculkan dugaan suap yang melibatkan Rina Pertiwi, Panitera PN Jakarta Timur periode 2020–2022. Rina diduga menerima Rp1 miliar dari Ali Sofyan, melalui perantara bernama Dede Rahmana, untuk mempercepat pelaksanaan eksekusi. Sebagian uang suap itu diberikan dalam bentuk cek yang dicairkan secara bertahap.

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya, menyatakan kasus ini telah menyeret sejumlah nama penting. Ali Sofyan lebih dulu dijerat hukum dan dinyatakan bersalah pada Juli 2023, sementara penyelidikan terhadap peran Rina terus berlanjut hingga penetapan statusnya sebagai tersangka pada Oktober 2024. Rina resmi ditahan pada 30 Oktober 2024.

Jaksa mendakwa Rina melanggar Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Proses hukum terhadap mantan panitera ini akan menjadi bagian dari upaya pengawasan dan transparansi dalam pengadilan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus