Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Pengacara tersangka kabar bohong atau hoax Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin, menyebut kliennya telah merasa gejala depresi sejak penangkapan kasus makar pada 2 Desember 2016 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pascapenangkapan kasus makar saat 212 dulu Bu RS sudah memiliki trauma dan emosi yang tidak stabil. Di situ ada gejala depresi," kata Insnak ketika Tempo hubungi lewat telepon pada Selasa, 30 Oktober 2018.
Baca : Ratna Sarumpaet Ajukan Lagi Status Tahanan Kota Siang Ini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak saat itu pula, kata Insank, Ratna aktif berkonsultasi dengan beberapa dokter psikiater serta mengonsumsi obat anti depresi. Selama ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya, Ratna tetap aktif mengonsumsi obat tersebut atas sepengetahuan polisi. "Polisi jelas tahu. Tapi apakah polisi mengetahui fungsi obat itu apa tidak, ya, kami tidak tau, ya," ucap Insank.
Polisi hari ini memeriksa dokter psikiater Ratna Sarumpaet, Dr. Fidi. Pemeriksaan tersebut merupakan permintaan yang diajukan oleh tim kuasa hukum Ratna. Insank mengatakan, Ratna rutin berkonsultasi dengan Fidi selama sembilan bulan terakhir sebelum ia ditahan oleh kepolisian pada 5 Oktober 2018 lalu.
Kondisi kesehatan Ratna Sarumpaet juga menjadi alasan tim kuasa hukumnya kembali mengajukan permohonan status tahanan kota. Soalnya, selama mendekam di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya, Ratna sempat merasa tidak enak badan sehingga batal menjalani pemeriksaan pada Selasa, 23 Oktober 2018 lalu.
Polisi sebelumnya menetapkan Ratna Sarumpaet sebagai tersangka terkait berita bohong tentang penganiayaannya. Perempuan aktivis itu sebelumnya mengaku dianiaya orang tak dikenal di Bandung. Prabowo dan sejumlah pendukungnya memberikan pernyataan terbuka atas penganiayaan Ratna dan menuntut polisi mengusut tuntas kasus ini.
Simak pula :
Pesawat Lion Air Jatuh, Menhub: Dua Maskapai Cek 9 Boeing 737 Max 8
Belakangan polisi menemukan bukti bahwa penganiayaan itu tidak pernah terjadi. Wajah Ratna Sarumpaet yang babak belur bukan karena kekerasan fisik melainkan efek dari operasi plastik.
Polisi menjerat Ratna Sarumpaet menggunakan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 46 tentang peraturan hukum pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.