Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tergelincir Bungkusan Haram

Dua hakim yang dituding menerima suap bakal segera dihukum. Inilah dosa mereka.

22 Maret 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEDERET rak itu masih tampak kosong. Padahal sudah setahun lamanya Benyamin Rafael berusaha mengisinya dengan buku baru. Lelaki 46 tahun yang ditugasi membenahi perpustakaan di Pengadilan Tinggi Jakarta itu bukan seorang sarjana ilmu perpustakaan. Ia seorang hakim yang disetrap oleh Mahkamah Agung karena diduga melakukan perbuatan tercela. Benyamin dituding menerima suap dari pihak yang beperkara saat masih menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 2002.

Kesibukan Benyamin kini jauh dari tugas hakim yang pernah dijalaninya selama 19 tahun. Dulu ia merupakan satu dari 52 hakim bersih di daerah, yang ditarik ke Ibukota oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra, untuk membersihkan peradilan di Jakarta. Bukannya ikut memerangi mafia peradilan, Benyamin malah terperosok di dalamnya. "Saya sudah minta maaf kepada Pak Yusril," katanya kepada TEMPO dua pekan silam.

Di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Benyamin pernah menyidangkan sebuah perkara pidana dengan terdakwa Edward Mondong. Edward didakwa melakukan penipuan dalam jual-beli valuta asing dengan Nyonya Susi Linayati. Karena terdakwa kabur, persidangan kemudian dilakukan secara in absentia. Suatu hari, melalui seorang perantara, Benyamin diminta bertemu dengan Susi di sebuah hotel. "Saya hanya diminta menjelaskan soal peradilan in absentia," katanya.

Seusai pertemuan, sebuah bungkusan diberikan kepada Benyamin. Sesampai dia di rumah, "oleh-oleh" itu dibuka. Ternyata di dalamnya terdapat uang Rp 100 juta. Benyamin mengaku uang itu langsung dikembalikan kepada perantara tadi. "Saya tak makan sepeser pun," ujarnya.

Hanya, di mata Ketua Muda Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung, Mariana Sutadi, perbuatan Benyamin sudah masuk kategori perbuatan tercela. Soalnya, hakim tidak dibenarkan bertemu dengan orang yang sedang beperkara di luar meja persidangan. "Meski uang dikembalikan, itu tak menghilangkan perbuatan suap tersebut," katanya. Pekan-pekan ini Benyamin bakal menerima eksekusi dirinya—dipecat atau diberi sanksi administratif. "Semua keputusan terserah pada Departemen Kehakiman," ujar Mariana.

Bukan hanya Benyamin yang sedang menunggu putusan dari Departemen Kehakiman. Nasib bekas Ketua Pengadilan Negeri Semarang, H.R. Sukandar, juga sedang di ujung tanduk. Ia diancam dipecat karena dituding menerima duit dari pihak yang beperkara. Sebelum jatuh hukuman, Sukandar diberi kesempatan menjadi hakim nonpalu di Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Namun tawaran ini ditolaknya mentah-mentah. Kini ia tak masuk kantor lagi. Waktu yang kosong dimanfaatkan untuk membantu anak bungsunya berkampanye.

Sukandar tergelincir saat menangani perkara sengketa dagang Holland Bakery antara PT Mustika Citarasa Jakarta dan Nyonya Inawati. Demi menang perkara, Inawati diduga menyogok Rp 50 juta kepada Sukandar. Tapi, yang terjadi, Inawati justru kalah. Terang saja wanita ini sewot, lalu melaporkan hal itu kepada Mahkamah Agung.

Pengakuan sang Hakim? Uang itu telah diambil kembali oleh Inawati setelah kalah. Sukandar juga mengaku tak mengambil uang itu sepeser pun. "Saya tidak bersalah," ujarnya.

Dua kasus di atas hanya sebagian dari belasan kasus hakim nakal yang sedang ditangani Departemen Kehakiman. Pada 2003, sebelas orang hakim diperiksa dan tahun ini sudah empat hakim yang diinterogasi. "Mereka diperiksa berkait laporan suap hingga perselingkuhan," ujar Inspektur Jenderal Departemen Kehakiman, Koeslan Reksodirdjo. Mengenai nasib dua orang hakim tadi, Koeslan mengatakan pihaknya sudah memberikan hasil pemeriksaannya kepada Menteri Kehakiman.

Diakui oleh Ketua Komisi Ombudsman Nasional , Antonius Sujata, kenakalan hakim bukan fenomena baru di negeri ini. Sayang, terlalu sedikit kasus yang terungkap, apalagi sampai diberi sanksi. Adanya penyuapan bisa dirasakan, tapi kerap sulit dibuktikan. Apalagi, "Suap baru dilaporkan jika salah satu pihak (yang beperkara) merasa dirugikan oleh putusan hakim," ujarnya.

Juli Hantoro, Sohirin (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus