Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENANTIAN Murdiyono, 49 tahun, tidak sia-sia. Sebentar lagi ia akan menjadi hakim yang khusus menangani kasus korupsi. Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan sudah menyampaikan isyarat bagi sepuluh hakim yang dididik di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Departemen Pendidikan Nasional di Sawangan, Depok. Mereka akan diusulkan menjadi hakim untuk menangani kasus korupsi seperti yang diminta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Saya tidak tahu kapan surat keputusan itu turun, tapi menurut informasi yang saya terima, tak lama lagi," kata Murdiyono, yang sehari-hari bertugas di Pengadilan Negeri Kendal, Jawa Tengah.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus Semarang itu memang salah satu dari sepuluh hakim yang pernah dididik di Sawangan. Di sana ia menjalani pelatihan dan pendidikan yang diselenggarakan Partnership, sebuah lembaga donor asing yang peduli terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini. Bersama sembilan rekan sejawat dan 30 jaksa, ia digodok selama tiga bulan. "Jika kelak surat keputusan pengangkatan diri saya turun, saya ingin menunjukkan bahwa masih ada hakim yang bersih," ujar ayah dari dua anak itu.
Tekad yang sama dinyatakan Hakim Kresna Menon, Ketua Pengadilan Negeri Ngawi, Jawa Timur. Menurut dia, mengemban tugas sebagai hakim tindak pidana korupsi sangat berisiko. "Risiko itu terkait dengan keamanan jiwanya dan keluarganya. Namun saya pasrah kepada Allah SWT saja," katanya.
Kresna lahir di Sungai Limau, Padang, 47 tahun silam. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, ini mengakui sulit memberantas korupsi. "Jika melihat realitas kasus korupsi di negeri kita ini, kita benar-benar hanya bisa mengelus dada. Korupsi seolah telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan bangsa ini," ujarnya. Toh, ia tak mau menyerah. "Saya yakin, jika tugas itu kita laksanakan dengan baik, Allah SWT pasti senantiasa melindungi," katanya.
Mahkamah Agung boleh mengusulkan, tapi ternyata tidak semua dari sepuluh hakim yang dididik di Sawangan bakal dipakai. Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan, Rifqi S. Assegaf, mungkin hanya empat hakim yang akan dipakai. "Akan dicari yang terbaik dari sepuluh hakim yang sudah disodorkan Ketua MA," kata Rifqi, yang menjadi anggota panitia seleksi hakim ad hoc antikorupsi. Itu pun, menurut dia, Mahkamah Agung harus mengikuti aturan, yaitu mengumumkan kepada masyarakat secara terbuka hakim yang akan diseleksi lagi itu. "Karena undang-undang meminta MA transparan dan membuka kesempatan partisipatif dari masyarakat," katanya.
Jika proses transparansi dan partisipasi itu tak dilakukan Mahkamah Agung, menurut Rifqi, akan ada masalah besar nantinya. "Para pengacara pembela koruptor akan masuk lewat itu untuk mematahkan kewenangan hakim tersebut," ujarnya.
Karena itulah, nantinya, akan ada ujian lanjutan, termasuk uji kelayakan (fit and proper test) untuk mendapatkan yang terbaik. Apalagi, berdasarkan laporan penyelenggara pendidikan aparat penegak hukum antikorupsi di Sawangan itu, dari sepuluh hakim yang digodok, tak semuanya kinclong. "Ada beberapa hakim yang bermasalah yang dipaksakan oleh MA untuk dididik sebagai hakim antikorupsi," ujar seorang sumber TEMPO.
Direktur Eksekutif Partnership, H.S. Dillon, sedih melihat kenyataan itu. "Kami sudah berusaha membantu banyak agar mendapat aparat penegak hukum yang bersih, tapi hingga kini belum tampak hasilnya," ujarnya. Menurut Dillon, seharusnya hakim yang akan dididik dilihat lebih dulu track record dan prestasinya. "Persoalannya sekarang ada di atas. Karena itu, pembersihan juga harus dimulai dari MA. Kalau di atas masih bobrok, ya, susah memperbaikinya. Ini sudah sistemis," katanya.
Sebenarnya hakim yang cemerlang bertebaran di berbagai pengadilan. Mereka punya integritas dan kemampuan untuk menjadi hakim antikorupsi. Sayang, tiada seleksi lagi bagi hakim antikorupsi dari jalur karier.
Ahmad Taufik, Dwidjo S. Maksum (Ngawi), Sohirin (Kendal), Febrianti (Padang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo