Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUATU hari pada Maret silam, seorang pengamat masalah perkotaan, Marco Kusumawijaya, terusik hatinya. Ia tertegun melihat pemandangan di sekitar jalan tol Prof. Sedyatmo menuju Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. Rerimbunan pohon bakau yang biasa meneduhi pinggiran kawasan jalan tol itu tiba-tiba berubah menjadi gersang. Di atasnya terpancang sebuah billboard.
Marco, yang sehari-hari melintasi kawasan tersebut, akhirnya menemui Kepala Dinas Pertamanan Sarwo Handayani. "Dua kali saya melapor karena penebangan pohon berlanjut," katanya. Setelah perusakan lingkungan itu dimuat media, Gubernur DKI Sutiyoso langsung bereaksi. Tak lama kemudian, polisi turun tangan.
Hasilnya, Senin pekan lalu, Kepolisian Daerah Metro Jaya menentukan tiga orang tersangka. Mereka adalah Francis Moniaga (Direktur PT Rainbow), Agus Suseno (Direktur PT Grand Skylindo), dan Purwadi Andan Dianto (Kepala Cabang Jasa Marga Cawang, Tomang, dan Cengkareng). Ketiganya dinilai telah merusak lingkungan.
PT Rainbow sebagai pembuat iklan dianggap bertanggung jawab mendirikan billboard. Pemancangannya oleh Grand Skylindo sebagai kontraktor. Yang memberikan izin tak lain dari pihak Jasa Marga. "Kami punya cukup bukti untuk menahan mereka," kata Komisaris Besar Agung Sabar Santoso dari Polda Metro Jaya.
Para tersangka dijepret dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, UU Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan UU Kehutanan. Ancaman hukumannya cukup berat, bisa penjara selama 10 tahun dan denda Rp 5 miliar.
Pembabatan hutan bakau mulai terjadi awal Januari lalu ketika ada kegiatan pembuatan papan reklame di kilometer-23 jalan tol Sedyatmo. Pohon bakau dan jenis pohon lainnya ditebangi agar pandangan orang ke arah billboard tak terhalang. Ternyata, "Kegiatan itu tidak ada izinnya," ujar Peni Susanti, Kepala Dinas Kehutanan dan Pertanian.
Dinas Kehutanan mencatat kawasan tersebut masih termasuk dalam kawasan hutan lindung Muara Angke dan Cengkareng seluas 750 hektare. Akibat penebangan, sekitar 240 pohon berbagai jenis musnah. Rinciannya adalah 129 batang bakau (Rhizophora mucronata) dan api-api (Avicenniaceae), 94 pohon asam landi (Phyocolobium duice), 13 pohon akasia, dan empat pohon kelapa.
Rupanya Jasa Marga berpatokan pada Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 354 Tahun 2001, yang menyatakan kawasan tersebut masuk daerah milik jalan tol. Itu sebabnya, "Seharusnya digunakan UU Jalan Tol," ujar Adityawarwan, Kepala Biro Hukum Jasa Marga. Ia juga mengungkapkan bahwa kawasan tersebut sudah dibebaskan untuk kepentingan jalan tol sejak 1982.
Dalih tersebut langsung dibantah oleh Peni Susanti. Menurut dia, tak ada dokumen yang menyatakan kawasan itu sudah pernah dibebaskan. "Kawasan itu (termasuk jalan tol) masih berada dalam kawasan hutan produksi Cengkareng," katanya.
Slamet Daryoni dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia membenarkannya. Daerah itu memang bagian dari sabuk hijau Kota Jakarta. "Tak sekadar menahan tiga tersangka, seharusnya polisi mempertanyakan lemahnya pemantauan dari birokrasi pemerintah DKI Jakarta," ujar Slamet.
Jangankan ada pengusutan lebih jauh, menurut kabar terakhir, ketiga tersangka sudah ditangguhkan penahanannya. Ini diungkapkan oleh Adityawarwan, yang juga kuasa hukum Purwadi. Hanya, Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Edmon Ilyas, yang dihubungi TEMPO Jumat pekan lalu, mengaku belum tahu ada penangguhan penahanan tersebut. "Saya masih bertugas di luar kota," katanya.
Kalau benar kabar tersebut, Marco, yang pernah mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta, mungkin akan tertegun lagi.
Juli Hantoro, Putri Alfarini (Tempo News Room)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo