Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tiba-tiba ... Sepakan Kung Fu

Seorang pemilik restoran di london, wong kan, tewas setelah mendapat tendangan kung fu dari orang-orang tak dikenal. Polisi menduga itu adalah percekcokan antar gang pengedar obat bius. (krim)

13 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WONG KAN lagi asyik berjudi di jantung Pecinan-nya London awal bulan lalu. Tak dinyana, serangkaian sepakan a la Kung Fu menerobos tubuhnya. Kepalanya luka berat. Lima tulang iganya rontok dan begitu pula limpanya. Ia tewas di klab "Nomor 10" di Gerrad Street. Kenapa pembunuhan itu sampai terjadi? Jawab yang pasti belum ditemukan, sebab empat orang yang diburu polisi sempat kabur. Sebagai gantinya, untuk sementara ditahan seorang kepala koki, Li Kwok Man, lantaran ia menghambat polisi dengan membantu empat orang tersangka kabur. Komandan Tekab London, Gwyn Waters, memandang terbunuhnya Wong Kan bukan semata-mata kecelakaan. Selama pemeriksaan berjalan memang terlihat jelas bahwa pembunuhan itu ada hubungannya dengan pembunuhan serupa di negeri Belanda (TEMPO, 29 Nopember 1975). Polisi Belanda memberitahu Scotland Yard bahwa mereka mencurigai kematian Wong itu sebagai balas dendam akibat pembunuhan yang baru saja terjadi di Amsterdam. Dua polisi Amsterdam, yang segera terbang ke Inggeris, membawa bukti-bukti yang mungkin bisa mempertautkan matinya Wong dengan tiga pembunuhan lainnya di Amsterdam. Para pembunuh Wong diduga lari ke Hongkong supaya tidak kena aksi balas dendam. Setahun belakangan ini kegiatan jual beli obat bius di London kendor akibat macam-macam razia oleh polisi. Tapi awal Januari yang lalu muncul berbagai perkelahian antar gang. Semua fihak luka dan dibawa ke rumah sakit terdekat, tapi hal ini dilaporkan sebagai kecelakaan saja. Namun polisi berhasil mengungkapkan bahwa yang menjadi sumber cekcok itu adalah keuntungan akibat jual beli obat bius. Lebih dari 40 Cina kini sedang menunggu putusan hakim karena mereka terlibat macun-macam dari jual morfin sampai satu usaha pembunuhan. Razia naik, komplotan yang tergulung juga naik dan yang masih ada tinggal beberapa. Nah, yang tinggal beberapa itulah yang saling berebut pasaran. Lalu adakah kematian Wong masuk dalam percaturan ini? Waters belum tahu. "Tapi jelas pembunuhnya tahu siapa yang mereka incar. Dan jelas ada hubungannya dengan pembunuhan di negeri Belanda", ujarnya. Memang nampaknya kematian Wong akibat balas dendam Cina-Cina penyelundup obat bius namun polisi belum berani memastikan bahwa Wong juga terjun dalam perdagangan jahat ini. Bagi orang Inggeris asli "Nomor 10" berarti tempat tinggal Perdana Menteri. Tapi bagi Cina di London daerah itu punya arti lain, yaitu tempat judi y~ang beken di Gerrad Street. Pintunya dijagaÿ20ketat sehingga hanya ~nggota yang bisa masuk. Jadi yang bukan Cina jangan coba-coba masuk. Di situ sering terjadi transaksi bagi orang yang butuh pekerjaan. Apakah tempat itu juga jadi pusat kejahatan belum jelas. Polisi dan bea cukai Inggeris mengerahkan detektifnya untuk menyelidiki wabah penjahat yang kegiatannya mencakup penyelundupan heroin, pemerasan, pelacuran dan percentengan. Heroin dari Cina masuk ke inggeris lewat Amsterdam, pusat perdagangan obat bius di Eropa. Tadinya bukan Amsterdam tapi Marseilles, yang kemudian punah peranannya akibat penghancuran tempat pengolahan dan penyalurannya dua tahun yang lalu . Pelaut Diterbangkan Kmplotan penjahat di Inggeris itu tidak hanya menyelundupkan obat bius tapi juga manusia. Sebagian besar Cina pegawai restoran dan klab-klab bekerja tanpa izin. Caranya, antara lain, begini. Bila ada pelaut yang diterbangkan ke negeri itu sebagai awak pengganti atau bila ada istirahat sejenak setelah kapal masuk dok, pelaut begini diberi uang asal mau meminjamkan dokumen barang satu minggu atau dua. Dokumen itu lalu dipakai untuk memasukkan Cina gelap, biasanya dari Amsterdam. Menurut penelitian, 84% imigran yang bekerja pada pengusaha makanan tidak punya izin. Untuk membongkar misteri kematian Wong Kan, Komandan Tekab London dibantu seorang polisi Hongkong yang sedang mengikuti satu kursus di ibukota Inggeris itu. Cina yang terbunuh itu adalah pemilik restoran Sun Luck di Basildon. Sudah 14 tahun ia tinggal di sana dan mengirimkan tiga anaknya belajar ke Hongkong di bawah asuhan ibu mertua Wong. Akan halnya Wong sendiri dikenal sebagai pecandu judi. Namun menurut tetangganya, Wong adalah orang baik dan isterinyapun begitu. Waters sangat mengharapkan informasi dari siapa saja di Hongkong agar terungkap pembunuhan kejam atas diri pemilik restoran itu. Nasib buruk tidak cuma dialami pemilik restoran di Inggeris tapi juga di Amerika Serikat. Mereka diteror bila tidak memberi uang dalam jumlah besar dan kontinyu. Penjahat-penjahat asal Hongkong kini aktif teror-menteror di San Fransisco, Los Angeles dan New York. Centeng-centeng yang di AS dikenal dengan "Ah Fais" ini meminta Rp 400 ribu sampai Rp 800 ribu sebulan. Itu tarip untuk seorang pemilik restoran. Lain lagi untuk pemilik toko. Yang belakangan ini diberi tarip 40 sampai 80 ribu sebulan. Inilah yang menyebabkan banyak pemilik restoran dan toko menjual hartanya kepada pendatang baru yang tidak dicurigai. Sebab pemilik restoran dan toko ini bila tidak mematuhi tarip itu salah-salah nyawanya sendiri bisa kabur. Kelompok pembunuh itu selalu siap menerima pesanan. Anggotanya anak-anak usia 13 sampai 15 tahun. Pintar juga komplotan ini bergerak. Toh bocah yang masih ingusan ini, bila tertangkap biasanya hanya dimasukkan ke sekolah anak nakal sekitar satu tahun saja. Susahnya, banyak pengusaha Cina -- terutama Hongkong -- takut melaporkan adanya pemerasan. Mereka tidak lapor, karena takut laporannya itu diketahui komplotan pembunuh. Perang tanding sering terjadi di jalan-jalan beberapa Pecinan setelah matahari istirahat. Penjahat-penjahat ini jugalah yang menyelundupkan obat bius dan menjualnya kepada morfinis dengan harga melangit. Namun tidak semua teror itu harus ditumpukkan ke pundak penjahat asal Hongkong. Bukankah dulu ada juga Cina yang masuk baik-baik, secara resmi, tapi kini mereka mulai unjuk gigi bahkan pakai senjata segala. Senjatanya dari mana? Gampang saja. Di beberapa negara bagian mudah didapat senjata api. Bahkan hanya pesan lewat pos, siapa saja bisa pegang senjata tanpa keharusan memiliki izin. Jepret-Jepret Keadaan di Pecinan-Pecinan AS kini sepi pada malam hari. Sebab restoran dan toko sudah tutup jam sembilan malam. Pemiliknya segera pulang karena takut kecipratan senjata bila ada perang tanding antar gang. Jika hendak melongok ke Pecinan, wisatawan harus datang ramai-ramai, supaya aman. Sebab amat berbahaya bila cuma sendirian. Apalagi cewek-cewek. Malah belakangan ini gadis-gadis muda belia sering diganggu anggota-anggota "Ah Fais". Mereka diseret ke rumah-rumah terdekat. Uang dan perhiasannya dirampas setelah keperawanannya direnggut ramai-ramai. Sampai terjadi perkosaan begini juga tidak ada laporan dari korban. Ini dia yang menyulitkan polisi setempat. Polisi sudah mengetahui pemerasan oleh centeng-centeng itu. Namun untuk melakukan penangkapan sulit juga karena mereka tidak punya cukup bukti lantaran tiada laporan dari orang yang diperas. Kekurangan laporan ini mulai diisi FBI. Mereka belakangan ini sering menyamar di Pecinan sebagai wisatawan. Kameranya jepret sana jepret sini bila ada orang-orang yang mereka curigai. Untuk sementara hanya itu saja yang bisa dilakukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus