WONG KAN lagi asyik berjudi di jantung Pecinan-nya London awal
bulan lalu. Tak dinyana, serangkaian sepakan a la Kung Fu
menerobos tubuhnya. Kepalanya luka berat. Lima tulang iganya
rontok dan begitu pula limpanya. Ia tewas di klab "Nomor 10" di
Gerrad Street. Kenapa pembunuhan itu sampai terjadi? Jawab yang
pasti belum ditemukan, sebab empat orang yang diburu polisi
sempat kabur. Sebagai gantinya, untuk sementara ditahan seorang
kepala koki, Li Kwok Man, lantaran ia menghambat polisi dengan
membantu empat orang tersangka kabur.
Komandan Tekab London, Gwyn Waters, memandang terbunuhnya Wong
Kan bukan semata-mata kecelakaan. Selama pemeriksaan berjalan
memang terlihat jelas bahwa pembunuhan itu ada hubungannya
dengan pembunuhan serupa di negeri Belanda (TEMPO, 29 Nopember
1975). Polisi Belanda memberitahu Scotland Yard bahwa mereka
mencurigai kematian Wong itu sebagai balas dendam akibat
pembunuhan yang baru saja terjadi di Amsterdam. Dua polisi
Amsterdam, yang segera terbang ke Inggeris, membawa bukti-bukti
yang mungkin bisa mempertautkan matinya Wong dengan tiga
pembunuhan lainnya di Amsterdam. Para pembunuh Wong diduga lari
ke Hongkong supaya tidak kena aksi balas dendam.
Setahun belakangan ini kegiatan jual beli obat bius di London
kendor akibat macam-macam razia oleh polisi. Tapi awal Januari
yang lalu muncul berbagai perkelahian antar gang. Semua fihak
luka dan dibawa ke rumah sakit terdekat, tapi hal ini dilaporkan
sebagai kecelakaan saja. Namun polisi berhasil mengungkapkan
bahwa yang menjadi sumber cekcok itu adalah keuntungan akibat
jual beli obat bius. Lebih dari 40 Cina kini sedang menunggu
putusan hakim karena mereka terlibat macun-macam dari jual
morfin sampai satu usaha pembunuhan. Razia naik, komplotan yang
tergulung juga naik dan yang masih ada tinggal beberapa. Nah,
yang tinggal beberapa itulah yang saling berebut pasaran. Lalu
adakah kematian Wong masuk dalam percaturan ini? Waters belum
tahu. "Tapi jelas pembunuhnya tahu siapa yang mereka incar. Dan
jelas ada hubungannya dengan pembunuhan di negeri Belanda",
ujarnya. Memang nampaknya kematian Wong akibat balas dendam
Cina-Cina penyelundup obat bius namun polisi belum berani
memastikan bahwa Wong juga terjun dalam perdagangan jahat ini.
Bagi orang Inggeris asli "Nomor 10" berarti tempat tinggal
Perdana Menteri. Tapi bagi Cina di London daerah itu punya arti
lain, yaitu tempat judi y~ang beken di Gerrad Street. Pintunya
dijagaÿ20ketat sehingga hanya ~nggota yang bisa masuk. Jadi yang
bukan Cina jangan coba-coba masuk. Di situ sering terjadi
transaksi bagi orang yang butuh pekerjaan. Apakah tempat itu
juga jadi pusat kejahatan belum jelas. Polisi dan bea cukai
Inggeris mengerahkan detektifnya untuk menyelidiki wabah
penjahat yang kegiatannya mencakup penyelundupan heroin,
pemerasan, pelacuran dan percentengan. Heroin dari Cina masuk ke
inggeris lewat Amsterdam, pusat perdagangan obat bius di Eropa.
Tadinya bukan Amsterdam tapi Marseilles, yang kemudian punah
peranannya akibat penghancuran tempat pengolahan dan
penyalurannya dua tahun yang lalu .
Pelaut Diterbangkan
Kmplotan penjahat di Inggeris itu tidak hanya menyelundupkan
obat bius tapi juga manusia. Sebagian besar Cina pegawai
restoran dan klab-klab bekerja tanpa izin. Caranya, antara lain,
begini. Bila ada pelaut yang diterbangkan ke negeri itu sebagai
awak pengganti atau bila ada istirahat sejenak setelah kapal
masuk dok, pelaut begini diberi uang asal mau meminjamkan
dokumen barang satu minggu atau dua. Dokumen itu lalu dipakai
untuk memasukkan Cina gelap, biasanya dari Amsterdam. Menurut
penelitian, 84% imigran yang bekerja pada pengusaha makanan
tidak punya izin.
Untuk membongkar misteri kematian Wong Kan, Komandan Tekab
London dibantu seorang polisi Hongkong yang sedang mengikuti
satu kursus di ibukota Inggeris itu. Cina yang terbunuh itu
adalah pemilik restoran Sun Luck di Basildon. Sudah 14 tahun ia
tinggal di sana dan mengirimkan tiga anaknya belajar ke Hongkong
di bawah asuhan ibu mertua Wong. Akan halnya Wong sendiri
dikenal sebagai pecandu judi. Namun menurut tetangganya, Wong
adalah orang baik dan isterinyapun begitu. Waters sangat
mengharapkan informasi dari siapa saja di Hongkong agar
terungkap pembunuhan kejam atas diri pemilik restoran itu.
Nasib buruk tidak cuma dialami pemilik restoran di Inggeris tapi
juga di Amerika Serikat. Mereka diteror bila tidak memberi uang
dalam jumlah besar dan kontinyu. Penjahat-penjahat asal Hongkong
kini aktif teror-menteror di San Fransisco, Los Angeles dan New
York. Centeng-centeng yang di AS dikenal dengan "Ah Fais" ini
meminta Rp 400 ribu sampai Rp 800 ribu sebulan. Itu tarip untuk
seorang pemilik restoran. Lain lagi untuk pemilik toko. Yang
belakangan ini diberi tarip 40 sampai 80 ribu sebulan. Inilah
yang menyebabkan banyak pemilik restoran dan toko menjual
hartanya kepada pendatang baru yang tidak dicurigai. Sebab
pemilik restoran dan toko ini bila tidak mematuhi tarip itu
salah-salah nyawanya sendiri bisa kabur. Kelompok pembunuh itu
selalu siap menerima pesanan. Anggotanya anak-anak usia 13
sampai 15 tahun. Pintar juga komplotan ini bergerak. Toh bocah
yang masih ingusan ini, bila tertangkap biasanya hanya
dimasukkan ke sekolah anak nakal sekitar satu tahun saja.
Susahnya, banyak pengusaha Cina -- terutama Hongkong -- takut
melaporkan adanya pemerasan. Mereka tidak lapor, karena takut
laporannya itu diketahui komplotan pembunuh. Perang tanding
sering terjadi di jalan-jalan beberapa Pecinan setelah matahari
istirahat. Penjahat-penjahat ini jugalah yang menyelundupkan
obat bius dan menjualnya kepada morfinis dengan harga melangit.
Namun tidak semua teror itu harus ditumpukkan ke pundak penjahat
asal Hongkong. Bukankah dulu ada juga Cina yang masuk baik-baik,
secara resmi, tapi kini mereka mulai unjuk gigi bahkan pakai
senjata segala. Senjatanya dari mana? Gampang saja. Di beberapa
negara bagian mudah didapat senjata api. Bahkan hanya pesan
lewat pos, siapa saja bisa pegang senjata tanpa keharusan
memiliki izin.
Jepret-Jepret
Keadaan di Pecinan-Pecinan AS kini sepi pada malam hari. Sebab
restoran dan toko sudah tutup jam sembilan malam. Pemiliknya
segera pulang karena takut kecipratan senjata bila ada perang
tanding antar gang. Jika hendak melongok ke Pecinan, wisatawan
harus datang ramai-ramai, supaya aman. Sebab amat berbahaya bila
cuma sendirian. Apalagi cewek-cewek. Malah belakangan ini
gadis-gadis muda belia sering diganggu anggota-anggota "Ah
Fais". Mereka diseret ke rumah-rumah terdekat. Uang dan
perhiasannya dirampas setelah keperawanannya direnggut
ramai-ramai. Sampai terjadi perkosaan begini juga tidak ada
laporan dari korban. Ini dia yang menyulitkan polisi setempat.
Polisi sudah mengetahui pemerasan oleh centeng-centeng itu.
Namun untuk melakukan penangkapan sulit juga karena mereka tidak
punya cukup bukti lantaran tiada laporan dari orang yang
diperas. Kekurangan laporan ini mulai diisi FBI. Mereka
belakangan ini sering menyamar di Pecinan sebagai wisatawan.
Kameranya jepret sana jepret sini bila ada orang-orang yang
mereka curigai. Untuk sementara hanya itu saja yang bisa
dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini