PENDUDUK Kabupaten Kediri, Jawa Timur, kembali diguncangkan pemerkosa dan pembunuh misterius. Hanya dalam waktu dua hari, awal pekan lalu, tiga gadis belasan tahun di Kecamatan Gampengrejo terbunuh setelah lebih dulu diperkosa. Polisi di wilayah itu, sampai Sabtu pekan lalu, masih berupaya melacak pelakunya. "Saya belum berani berkomentar banyak," kata Kapolwil Kediri Kolonel Polisi Sjukur Sutomo. Hanya saja, Kolonel Sjukur untuk sementara menganjurkan penduduk agar melarang anak-anaknya berkeluyuran di malam hari. Minggu subuh pekan lalu, penduduk Desa Kaliombo menemukan Siti Masruroh, 16 tahun, tak bernyawa. Siswi kelas tiga SMP itu ditemukan tergeletak begitu saja di tengah sawah. Tak sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Tengkuknya remuk, dan pada payudara sebelah kirinya tercetak bekas luka. Esoknya, di Desa Doko -- masih satu kecamatan dengan Desa Kaliombo -- penduduk kembali menemukan mayat dua gadis desa itu terkapar di pematang sawah. Keduanya adalah Suprapti, 17 tahun, dan Yulita, 19 tahun. Seperti juga Siti, tubuh Suprapti ditemukan dalam keadaan telanjang bulat, sedangkan tubuh Yulita hanya ditutupi BH. Sementara itu, rok, celana dalam, dan sandal jepit kedua almarhumah berada tak jauh dari tubuh mayat. Pada tubuh mayat ditemukan bekas-bekas perkosaan. Pada alat vital kedua korban tampak luka yang cukup parah. Selain itu, rahang Yulita remuk dan sebuah lubang menganga di kepala bagian belakang Suprapti. Sumiarji, 55 tahun, ayah Siti Masruroh, bukan main terkejutnya ketika diberi tahu penduduk perihal kabar buruk itu. Apalagi posisi mayat ketika ditemukan hanya 200 meter dari rumahnya. Dan putrinya itu selama ini dianggap sebagai anak yang alim dan pendiam. Begitu pula keluarga Yuliati dan Suprapti di Desa Doko. Ayah Yulita, Saimun Suwito, 42 tahun, menduga bahwa anaknya dihabisi hanya sekitar sejam sebelum mayatnya ditemukan. "Sebab, pukul empat pagi Yulita masih mondar-mandir di dalam rumah sambil menenteng radio transistor," kata Saimun. Setelah makan sahur, cerita Saimun, Yuliati pergi bersama teman sekampungnya, Suprapti, siswi kelas III SMP, ke luar rumah. Pada setiap bulan Puasa, memang banyak remaja yang mencari angin sesudah makan sahur, sembari menunggu saat salat subuh. Tak lama setelah Yuliati pergi, menurut Saimun, ia memang mendengar suara jeritan. Tapi ia tak berprasangka buruk sama sekali. Ternyata, paginya ia diberi tahu bahwa anaknya telah menjadi mayat. Yuliati, si kembang desa itu, kabarnya memang banyak "penggemar"-nya. Tamatan SMP Islam Kediri itu, karena kesulitan biaya, sejak empat bulan lalu bekerja di pabrik rokok Gudang Garam. Warga setempat menduga pelakunya sudah dikenal korban. Pelaku, kemungkinan, mendekati Yuliati dan Suprapti, ketika kedua gadis itu duduk-duduk di pagar jembatan desa, pagi itu. "Saya melihat mereka ada di dekat jembatan pagi itu," kata seorang penduduk desa itu. Kejadian berturut-turut di Kecamatan Gampengrejo tersebut mengingatkan penduduk akan kejahatan serupa pada tahun-tahun lalu. Ketika itu belasan gadis menjadi korban perkosaan dan pembunuhan. Penduduk benar-benar resah. Aparat desa melarang gadis-gadis mengaji sampai larut malam. Bupati Kediri, Asmono, selain meminta penduduk waspada, juga menjanjikan hadiah bagi petugas hansip yang berhasil membekuk pemerkosa. Sampai kini kasus-kasus perkosaan dan pembunuhan itu belum terungkap tuntas. Adakah kasus pekan lalu masih tindakan ulangan pelaku yang sama. Brigjen. Pol. Koesparmono Irsan, yang kini menjabat Kapolda Jawa Timur, diharapkan bisa menjawabnya. Bunga S., dan Zed Abidien (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini