Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mengadili

PN Medan mengadili 16 pelaku sindikat pencuri mobil kelas kakap. 57 mobil dari Jawa dimutasikan ke daerah Sumatera Utara dengan dokumen palsu. Agus Djunaedi -- gembong sindikat -- lolos dan kabur.

14 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENCURIAN mobil bukan lagi "bisnis" tanggung-tanggung. Buktinya, pekan-pekan ini enam belas pelakunya diadili terpisah di Pengadilan Negeri Medan. Mereka, bukan main, dituduh jaksa menilap 57 mobil tahun terakhir dari beberapa kota di Pulau Jawa, dan kemudian memasarkannya di Sumatera Utara. Sindikat bandit mobil kelas kakap itu terbongkar berkat kejelian petugas Polda Sum-Ut. Petugas Ditlantas di sana melakukan cross check -- sesuai dengan peraturan -- terhadap tiga mobil yang katanya berasal dari Cirebon dan hendak dimutasikan ke Sum-Ut. Ternyata, semua mobil itu tak pernah terdaftar di Polres Cirebon. Ditlantas Polda Sum-Ut segera sadar telah kecolongan. Sebelumnya, instansi itu sempat memutasikan 54 mobil tanpa cross check. Maka, sejak 28 November 1989 polisi mengusut kasus itu. Kesimpulannya, ke-54 mobil itu curian dan dimutasikan ke wilayah itu dengan dokumen palsu. Tak sukar membongkar kasus itu, sebab ketiga mobil tadi berkaitan dengan 54 mobil lainnya. Artinya, orang-orang yang mengurusnya itu-itu juga. Sehari kemudian, polisi membekuk tersangka, Rusdi alias A Kiong dan Judianto, keduanya penduduk Jakarta. Hari-hari berikutnya, petugas meringkuk 14 pelaku lainnya dari Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Sum-Ut, Gusnar Effendy dan Dapot Manurung, misalnya, ditangkap di Jawa Barat lalu diboyong ke Medan. Hardi Lukman, Kasijah Murni alias Enci, 38 tahun, dan suaminya Helmi Nazet, ditangkap ketika keluar dari sebuah hotel di Parapat ketika hendak menemui Yamin Rivai, penduduk Serbelawan, untuk menjual sebuah sedan mulus yang mereka bawa dari Jakarta. Hanya Agus Djunaedi, yang justru gembong sindikat itu, yang lolos dan sampai sekarang masih buron. Sindikat pencurian kendaraan bermotor itu mulai "bekerja" sejak September 1988, dengan pembuka jalan Yamin Rivai. Bekas sopir taksi Medan -- Pematangsiantar ini mula-mula menggalang hubungan dengan Agus Djunaedi, pedagang mobil bekas di Jakarta. Setiap mendapatkan mobil curian, Agus langsung mengontak Rivai. Mobil-mobil berdokumen palsu itu kemudian dibeli Rivai dengan harga miring dan bayar belakangan. Setelah itu, Rivai memutasikan dan memasarkan mobil itu ke Sum-Ut. Dokumen palsu seperti BPKB (Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor) serta surat-surat lainnya urusan Awang Ridwan, anggota kelompok Agus di Jakarta. "Honor memalsukan satu berkas Rp 200 ribu," kata Awang. Blangko surat-surat itu, berikut stempelnya, dipalsukan Ahmad Suganda, pegawai Dinas Pendapatan di Bandung. Setelah warna mobil diubah, Rivai kemudian membawa mobil itu ke Sum-Ut. Dan Ismed Damanik, pegawai PT Ika Diesel -- kontraktor pembuat pelat nomor kendaraan bermotor di Samsat Sum-Ut -- dipercayai mengurus surat-surat mutasi. Dengan biaya Rp 600 - 800 ribu, Ismed bisa mengurus surat-surat itu dalam tempo seminggu. "Lho, saya menunggu surat mutasi itu tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Hadi Manaf, yang memeriksa perkara ini. Begitu surat-surat resmi jadi, Rivai bisa menjual sebuah Toyota Kijang tahun 1988 seharga Rp 16 juta. Padahal, Helmy Nazet -- kelompok Helmy beserta bininya, Kasijah Murni, penduduk Bandung, di luar kelompok Agus -- menadah mobil curian itu seharga Rp 2 juta di Jakarta. Karena itu, Rivai jadi populer di kalangan penjual mobil curian. Biasanya, Rivai menyetorkan sekitar separuh hasil penjualannya ke Agus atau Helmy lewat bank. Sekali-sekali Rivai membayar di muka. "Itu tergantung keadaan," kata Rivai. Sampai sidang, polisi baru menyerahkan 10 mobil sebagai barang bukti. Sisanya 47 mobil, menurut Kadispen Polda Sum-Ut Letkol. Yusuf Umar, belum diserahkan karena perkara belum selesai diberkaskan. Kalau menunggu seluruhnya selesai, bisa-bisa polisi kehilangan batas waktu penahanan mereka. "Mana yang selesai, langsung dilimpahkan ke jaksa," kata Yusuf. Tentang sempat lolosnya 54 mobil tersebut dimutasikan ke wilayah Sum-Ut, menurut Yusuf, hal itu tak terbukti disengaja oleh oknum Ditlantas. Kendati memang mereka lambat melakukan cross check. "Petugas kami terkecoh," kata Yusuf. Irwan E. Siregar (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus