YANG tercuri mungkin tak seberapa, hanya uang Rp 525 ribu dan 87,5 gram emas. Tapi, pelakunya itu, Iho: dua orang turis wanita tua asal Afrika. Satu berkebangsaan Uganda, satunya berpaspor Kenya. Keduanya, Fathia, 48, dan Khadijah, 57 belum lama ini divonis oleh Pengadilan Negeri Padangsidempuan di Sumatera Utara. Mereka masing-masing dihukum 3 bulan penjara dalam masa percobaan setahun. Artinya, tak satu hari pun keduanva sempat mencicipi kehidupan di LP. Begitu vonis jatuh, esok harinya mereka menuju Medan,dan terbang ke negara asal. Fathia bersama suami balik ke Kampala, ibu kota Uganda sedangkan Khadijah bersama keponakannya mudik ke Nairobi, Kenya. Hakim I.K. Sugriwa yakin bahwa kedua turis dari Afrika itu bersalah, mencuri di sebuah toko di Padangsidempuan dan di Panyabungan. Hukuman yang dijatuhkan ringan saja - hanya hukuman percobaan karena, kata Sugriwa, "Keduanya wisatawan asing yang masa tinggalnya di Indonesia terbatas." Berdasarkan visa turis, mereka hanya bisa tinggal di Indonesia selama dua bulan, terhitung sejak 16 November 1985 lalu. Pada tanggal itu, keempat turis asal Afrika itu mendarat di Polonia, Medan, dan menginap di Motel Garuda. Pihak motel menyediakan sebuah mini bis lengkap dengan sopirnya, untuk jalan-jalan. Tiga hari di Medan, rombongan, menuju Sibolga dan terus ke Padangsidempuan. Di kota itulah mereka mulai beraksi. Sementara suami dan keponakan menunggu dalam mobil, Fathia dan Khadijah naik becak menuju toko emas Murni Jaya. Kepada Herman, pemilik toko, Fathia memberi isyarat ingin menukar uang dolar dengan rupiah. "Mereka berbahasa Arab dan hanya bisa bahasa Inggris sepotong-sepotong," kata Herman. Sementara Herman sibuk melayani Khadijah, Fathia mendekati laci, dan - enak saja mengambil segepok uang. Jumlahnya Rp 300 ribu. Dengan kecepatan luar biasa, belakangan Herman juga sadar emasnya seberat 87,5 gram ikut amblas. Saat kedua tamunya pergi, baru dia sadar, dan segera melapor ke polisi. Tapi, orang Afrika itu sudah keburu menghilang. Rupanya, mereka menuju Panyabungan. Di situ, aksi kembali dijalankan. Sasarannya toko kelontong milik Hasnah. Mereka berlagak hendak menukar duit, dan tahu-tahu uang Rp 225 ribu milik Hasnah menguap. "Saya seperti dihipnotis, dan baru sadar setelah keduanya pergi," kata Hasnah. Dia segera mengontak polisi. Tak lama, Fathia dan temannya bisa ditangkap. "Suami dan keponakan mereka, sebenarnya, bisa di curigai terlibat. Tapi, sulit mencari buktinya," kata polisi. Mereka dibawa kembali ke Padangsidempuan. Khadijah, sembari memegangi perut, berkata bahwa dirinya sakit dan ingin muntah. Di sebuah desa, mobil terpaksa dihentikan. Khadijah dan Fathia menumpang masuk pekarangan rumah penduduk dan berjongkok - lama sekali. Polisi yang mengawal menjadi curiga. Setiba di Polres Padangsidempuan, polisi yang menaruh curiga balik memeriksa tempat perhentian yang tadi. Tak ada bekas muntahan di sana. Yang ada ialah kantung plastik yang ditanam di dalam tanah. Isinya? Uang tunai Rp 365 ribu. Emas dari toko Murni Jaya, entah disembunyikan di mana. Di hadapan Hakim Sugriwa. kedua terdakwa menyangkal telah mencuri. "Kami tak tahu-menahu soal itu," kata mereka lewat penerjemah. Tapi, karena ada bukti dan petunjuk yang kuat, hakim berkeyakinan keduanya bersalah. Yang disesalkan sementara pihak, karena hukuman yang dijatuhkannya kelewat ringan. "Agak mengherankan. Mengapa ada amar putusan yang menyebut kedua terdakwa punya waktu terbatas di Indonesia, sehingga hukumannya harus diringankan," kata sebuah sumber. Menurut Kepala Kanwil Departemen Kehakiman Sumatera Utara, M. Rajo, bila hal itu dianggap sebagai yang meringankan, boleh saja. "Tapi tidak sebagai dasar menjatuhkan hukuman," katanya. Tapi, sumber di Polres Tapanuli Selatan bisa memahami putusan hakim. Kalau mereka harus masuk penjara, katanya, mereka bisa berulah dengan mengatakan seolah tak punya uang. "Lantas, siapa yang harus membelikan tiket pulang ke negaranya?" kata sumber itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini