Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Vonis gaya pucungsari

Ibu dan anak jadi korban pengadilan massa, dituduh meracun warga. mereka ditelanjangi, dicat, dan digunduli.

27 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UDARA di Pucungsari yang sejuk itu rupanya tidak mampu membuat penduduknya berkepala dingin. Sekitar 700 warga dusun di Desa Rakitan, Kecamatan Madukoro, Banjarnegara, Jawa Tengah, itu enak saja mengadakan "pengadilan" terhadap Minem dan Sarni, anaknya yang baru pulang dari Jakarta. Minem yang selama ini bekerja sebagai petani salak tak menduga didatangi lima lelaki tetangganya Sabtu dini hari dua pekan lalu. Bermula ketika Sibeng, seorang dari tamu itu, meminta Minem mengeluarkan racun yang bersarang dalam tubuh kakaknya, Hadi Bera. Sibeng yakin penyakit itu akibat diracun janda beranak enam itu. Karena dituduh meracun, Minem tentu saja marah. Kemudian perang mulut terjadi antara sesama mereka. Buntutnya, lima tamu tadi menyeret wanita berusia 55 tahun itu keluar rumah. "Sudah, mengaku saja kamu yang meracun Hadi Bera. Dan segera keluarkan racunnya," kata lelaki itu sambil menyeret tubuh Minem. Keributan itu kemudian mengusik warga lain, yang sebagian adalah petani. Beberapa di antaranya mengantongi dendam tuduhan yang sama: Minem dukun racun. Melihat warga yang datang itu tambah banyak, Minem berontak. "Saya tak punya racun. Saya tak meracun," ujarnya. Tapi suara lemah itu ditelan massa yang mulai kalap. Setagen yang melilit di perut wanita itu dicopot. Tubuh Minem diikat dengan setagen serta selendangnya di pohon cengkeh yang jaraknya 50 meter dari rumahnya. Massa yang sebagian lelaki itu terus mengalir. Minem pasrah. Di tengah keributan itu terbersit suara usil, "Telanjangi dia." Pakaian Minem yang sudah tidak mengenakan setagen itu dilorotkan massa dengan mudah. Dan dalam sekejap saja, tidak sehelai benang pun menutupi auratnya. Lalu seorang warga memoleskan cat merah ke sekujur tubuh perempuan renta itu. Bersamaan dengan tindakan itu teriakan yang menggugat racun tadi lenyap, lalu berganti dengan siul serta sorak kegirangan. Suasana yang seperti dipersiapkan itu berkembang lagi ketika seseorang muncul membawa gunting. "Kres, kres." Rambut Minem yang sepinggul dibabatnya hampir pelontos. Amuk itu tak hanya menimpa Minem. Mereka juga melirik anaknya, Sarni, 21 tahun, yang ketakutan dalam rumah. Setelah diseret, ibu beranak satu ini diikat bersama Minem di bawah pohon cengkeh. Pakaiannya juga dicopoti dan tubuhnya dicat. Namun, rambutnya yang sebahu tidak ikut dipangkas. Sekitar lima jam tubuh ibu dan anak yang tak terbungkus kain itu dimangsa udara dingin pegunungan. Vonis hakim sendiri itu baru berhenti setelah muncul rombongan polisi dari Polsek Madukara. Pagi dini hari itu ibu dan anak tadi diselamatkan ke kantor polisi. Saneri, ketua keamanan Dusun Pucungsari, yang menyaksikan kejadian itu dan kemudian menceritakan adegan itu kepada TEMPO, merasa iba melihat nasib dua warganya itu. Saneri mengaku ketika itu tidak mampu mencegah. Ketika ia berusaha mendekat dan menenangkan massa, lelaki yang hanya berpendidiakn SD itu malah dituduh berkomplot dengan Minem. Lahirnya tuduhan Minem sebagai dukun penyuguh racun itu berembus lima tahun lalu, sejak seorang tetangga Minem tewas. Sehabis itu, entah siapa pencetusnya, beredar tuduhan bahwa warga itu tewas setelah memakan makanan dari Minem. Dua tahun lalu seorang pengemis yang mengaku menerima pemberian sirih dari Minem dikabarkan tewas pula. Lengkaplah tuduhan itu. Dan puncaknya, 12 Juni lalu, ketika Hadi Bera mengerang kesakitan. Lelaki berusia 30 tahun itu, yang rumahnya di depan rumah Minem, sudah beberapa hari tak mampu berjalan dan perutnya kembung. Sebelum sakit, ia bekerja pada keluarga Warsiyem, seorang anak Minem yang tinggalnya masih berdekatan dengan mereka. Tuduhan meracun Hadi Bera kemudian dialamatkan kepada Minem. Kali ini tuduhan itu berubah brutal. "Karena warga lain takut akan jadi korban berikutnya," kata tokoh masyarakat setempat. "Kami yakin Minem meracun. Tapi kami memang tidak punya bukti yang kuat," kata tokoh yang tak mau disebut namanya itu. Rupanya, mereka begitu gampang menciptakan tuduhan itu. "Yang namanya racun, saya belum pernah kenal," kata Minem. Perempuan lugu itu kini enggan banyak bicara. "Saya tidak akan menuntut warga yang ikut menganiaya diriku dan anakku," Minem menambahkan kepada M. Farid Cahyono dari TEMPO. Hasil pemeriksaan dokter terhadap Hadi Bera di RS Banjarnegara itu tidak mendukung tuduhan bahwa Minem sebagai dukun racun. Ia ternyata menderita thypus, penyakit jantung, serta hernia sehingga membuat dirinya tidak mampu berjalan. Tindakan massa yang main hakim sendiri itu, menurut Doktor Yapsir G. Wirawan, psikolog di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, antara lain disebabkan masyarakat yang mudah menyimpulkan sesuatu. Dan kesimpulan itu sering salah karena pendidikan mereka yang kurang. Karena cara berpikir yang tidak ilmiah itu, dan tidak mampu menjelaskannya secara pasti, sehingga mereka mudah percaya, seperti terhadap santet dan ilmu racun. Dan main hakim sendiri adalah merupakan akumulasi dari akibat emosi dan frustrasi. Terjadilah letupan. "Dan mereka merasa puas ketika melihat kesengsaraan orang yang dianggap telah berbuat jahat itu," kata Yapsir. Tapi apa pun faktor pendorongnya, pengusutan kasus ini agaknya memang alot. Ketika terbetik bahwa pelaku yang mendera Minem dan anaknya itu akan ditangkap, beberapa warga menyatakan akan datang ke kantor polisi. Karena itu Kapolres Banjarnegara Letnan Kolonel Soediatmodjo terpaksa hatihati menangani kasus brutal tersebut: hingga kini belum ada pelaku yang ditangkap. Gatot Triyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus