Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tidak terima lahan miliknya dikuasai oleh Polresta Bogor dan Polda Jawa Barat. Madna Yahya, warga asal Bogor, menggugat pihak Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Kepolisian Polresta Bogor ke Pengadilan Negeri (PN) Bogor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam gugatanya, Madna melalui kuasa hukumnya Faruq Makarim mengatakan objek lahan yang berlokasi di Jalan Kol. Achmad Syam, Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, dengan luas 3.911 meter persßèegi, saat ini diklaim oleh Polresta Bogor, merupakan tanah hak milik klinenya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Klien kami membeli tanah itu secara legal dan memenuhi prosedur sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, "kata Faruq Makarim, Rabu, 22 Mei 2024.
Dia mengatakan, kliennya telah membeli tanah itu pada Januari 2021, dan tercantum pada Akta Jual Beli No.22/2021 tanggal 26 Januari tahun 2021, yang dibuat oleh Ny. Natalia Lini Handayani, SH., PPAT Kota Bogor, tanah tersebut dibeli dari Tn.H.Ayi Suharto.
"Klien kami pun memiliki Sertifikat Hak Milik No.650, Kel. Tanah Baru, Surat Ukur tgl.12/02/2018, No.1337/Tanah Baru/2018 seluas 3.911 m2, yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Bogor pada tanggal 14 Februari 2021, dengan nama pemegang hak Ny. MADNA YAHYA," kata dia.
Tapi kemudian, Polresta Bogor mengklaim kepemilan tanah tersebut berdasarkan Keputusan Dirjen Kekayaan Negara (DJKN) Nomor 541/KN/2022. "Dan menganggap jika tanah itu adalah aset negara yang berasal dari BLBI (Bank Aspac)," kata dia.
Pengadilan Negeri (PN) pun telah melakukan pemeriksaan lapangan untuk melihat objek sengketa tanah atas perkara Nomor 140/Pdt.G/2023/PN. Bgr. Pemeriksaan lapangan pun sudah dilaksanakan PN Bogor ke lokasi pada Senin, 20 Mei 2024.
Dalam proses persidangan, Faruq mengatakan klienya dapat menunjukan sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN. Berdasarkan pemeriksaan di lapangan, kata dia, lahan itu memang dibeli oleh kliennya berasarkan BPN.
Sementara, dalam persidangan alas hak yang dimiliki Tergugat II (DJKN) hanyalah berupa list dokumen aset negara dari BPPN, dan tidak ada serah terima dan/atau Hak Tanggungan yang diletakan dalam Sertifikat tersebut.
Seharusnya, ungkap dia, sebagai aset Eks BPPN, Tergugat II sudah seharusnya sertifikat tersebut diletakan Hak Tanggungan, dan DJKN seharusnya juga mengamankan aset tersebut, minimal di pagar untuk pengamanan dan/atau ciri bahwa tanah tersebut adalah tanah Ex BPPN dan/atau dikuasai oleh Negara.