GEJALA pelajar berperan ganda, sebagai siswa sekaligus penjahat, tampak mencuat. Kejahatan mereka tak lagi sekadar menggaet jemuran atau sepatu, tapi meningkat jadi maling - membobol rumah atau menyikat mobil, menodong atau merampok. "Secara kuantitatif kejahatan pelajar memang menurun. Tapi kualitasnya seperti meningkat," kata Kapolwiltabes Bandung, Kolonel Pol. Atok Sunarto. Di Bandung, misalnya, awal bulan ini polisi menggulung komplotan penjarah rumah-rumah penduduk, yang ternyata empat orang di antara mereka pelajar SMP berumur 15-16 tahun. Sasaran komplotan remaja itu selama ini terutama barang elektronik. Terbongkarnya komplotan itu berkat kejelian petugas keamanan di kompleks Sukaasih, Bandung. Wawan -- sebut saja begitu -- pelajar SMP di kompleks itu, Jumat pagi terlihat mondar-mandir di depan toko Nyonya Dorce. Siang harinya, toko itu kebobolan. Tiga buah game watch, beberapa pak rokok, serta uang lenyap, semuanya senilai Rp 200 ribu. Wawan, yang dicurigai, mula-mula menolak tuduhan itu. Tapi, setelah diinterogasi intensif, ia tak berkelit. Ia mengaku membobol toko itu bersama tiga kawannya. Mereka masuk lewat eternit, sementara Wawan mematamatai di depan toko. Berkat pengakuan Wawan, polisi tanpa kesulitan membekuk anggota komplotan ini. Kepada polisi, mereka mengaku sudah lama membentuk komplotan penjahat. "Kami sudah mencuri delapan kali di berbagai tempat," kata Wawan. Kejahatan yang melibatkan anak SMP, dalam catatan Pengadilan Negeri Bandung selama kuartal tahun ini saja, sekitar 10 kasus -- terbanyak pencurian dan perkelahian. Pencurian yang profesional, dilakukan Budi dan Mashuri, keduanya nama samaran. Pelajar SMP yang anak polisi dan guru itu nekat menggasak sedan Torana yang diparkir di halaman rumah pemi- liknya. Hanya bermodal obeng, mobil itu dikerjain. Sebelum dipreteli, mobil itu dipakai mejeng memutari Kota Bandung. Tapi sebelum mobil itu dilego, polisi menangkap mereka. Akhir Mei lalu, Budi, 17 tahun, dan Mashuri, 16 tahun, masing-masing dihukum 5 bulan dan 2 bulan penjara. Masih di Bandung, Januari lalu, empat murid SMP tertangkap petugas Stasiun Kereta Api Bandung, selagi menggasak besi berharga Rp 10 ribu di gerbong WC kereta jurusan Bandung -- Yogya. Pencurian anak-anak pelajar ternyata bukan hanya milik kota besar. Di Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, misalnya. Arbi, 16 tahun, dan Bibin, 13 tahun pelajar kelas V SD, -- keduanya nama samaran -- serta dua rekan mereka menggasak kabel telepon PJKA. Mereka sekarang terpaksa meringkuk di sel polisi. Pencuri cilik juga muncul dari Yogyakarta. Sebut saja namanya Trimo, 13 tahun, anak tukang tambal ban. Bocah yang baru akhir Mei lalu lepas dari penjara itu -- setelah divonis 3 bulan penjara karena mencabuli gadis tetangganya menyikat sepeda motor Yamaha yang lagi diparkir. Dengan motor tersebut pelajar kelas VI SD itu keliling Kota Yogya hingga pukul 22.00. Tapi ayahnya, Warisman, yang tahu motor itu hasil curian, esoknya menyerahkan anaknya ke Polsek Gondomanan. "Se- benarnya, dia itu penurut, tapi suka terpengaruh pergaulan temannya," kata Warisman. Di Polda Jawa Tengah, angka kejahatan -- besar dan kecil yang pelakunya masih pelajar -- selama Mei tercatat enam kasus. Yang patut dicatat, kata Kadispen Polda Jawa Tengah, Letnan Kolonel Drs. Imam Soenarso, tindak kejahatan ini banyak disebabkan kelemahan mental dan dasar agama anak-anak itu. "Juga akibat pengaruh negatif film," katanya. Dwiyanto Rudy (Bandung), Heddy Lugito (Semarang), Tri Jauhari (Yogya), dan Yuliansyah (Palembang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini