Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Korban-Korban Olengnya Srikandi

Sejumlah penitip modal mengadukan pt tri srikandi ke polda jakarta berkaitan dengan keuangan perusahaan tersebut yang macet. o.c. kaligis menuduh sebagai tipu daya. pt tri srikandi sudah non-aktif.

16 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMILIK modal di Jakarta kembali geger. Pasalnya, perusahaan money changer Tri Srikandi Jalan Alaydrus, Jakarta Pusat, yang selama in menerima "titipan" modal dengan bunga tinggi dan bisa diambil sewaktu-waktu, tiba-tiba mengumumkan dirinya "oleng". Di pintu kantor terpancang papan pengumuman "Perusahaan ini sudah non-aktif" sesuai dengan akta notaris Sutjipto 11 Mei silam. Tak ada jalan, para pemilik modal tersebut terpaksa mengadukan Direktur PT Tri Srikandi Paulus Margono ke Polda Metro Jaya. Sejak akhir bulan lalu hingga Senin pekan lalu, terhitung sudah enam pelapor yang merasa dirugikan karena "menitipkan" uang ke perusahaan itu -- melapor ke Polda. Baik jumlah orang maupun uang yang ditanamkan di perusahaan ini memang tidak bisa dibilang main-main. Diperkirakan ada sn orang pemilik modal menginvestasikan sekitar Rp 10 milyar di perusahaan itu. Sedikitnya 10 orang sudah meminta bantuan Pengacara Gunawan Widyaatmadja. Beberapa lainnya menghubungi O.C. Kaligis. Klien Gunawan, umpamanya, menanamkan uang dalam jumlah yang bervariasi antara US$ 2.950 dan sekitar Rp 300 juta di Srikandi. Seperti penanam modal lainnya, mereka berharap bisa memetik keuntungan dari money changer yang cukup beken ini, dengan bunga untuk mata uang dolar antara 1 dan 1,75% per bulan -- rata-rata deposito dolar di bank hanya 6-7% per tahun. Keuntungan lainnya, mereka bisa menarik uangnya sewaktu-waktu. Para korban ini sebagian, bahkan orang dekat para pendiri Tri Srikandi sendiri Paulus Margono Tri Susilowati, dan almarhum Karmin. Banyak dari para investor itu yang jemaat segereja Paulus Margono bahkan teman dekat atau saudara Tri Susilowati maupun Paulus sendiri. Salak satunya adalah Vera Dewi Dokter gigi itu menanam US$ 141.420 -- sekitar Rp 240 juta -- di perusahaan itu. Uang itu, katanya, dia lepaskan karena bujukan Paulus, yang pandai berbicara dan mengaku punya berbagai macam usaha. Membayangkan keuntungan 12% per tahun untuk simpanan dolarnya, akhirnya ia melepas uangnya. Tanda terima uang sejumlah itu, menurut Dewi, mulanya hanya dalam bentuk selembar kertas tanpa kop perusahaan. Belakangan tanda terima itu diganti dengan lembar berkop dan berstempel PT Tri Srikandi. Pada tanda terima bertanggal 30 Juli 1988 itu, Paulus Margono membubuhkan tanda tangannya di atas meterai Rp 1.000, "telah diterima uang kontan sebagai titipan". Selain menyetor uang langsung kepada, Paulus ada juga yang tergiur ajakan orang yang sudah lebih dahulu "menitip" di Tri Srikandi. Umpamanya Wati, klien Gunawan Widyaatmadja. "Saya ditawari teman yang sudah enam tahun menanam uang di perusahaan itu dan sudah pernah menikmati keuntungan," ujar Wati, yang menitipkan Rp 55 juta ke perusahaan perdagangan mata uang asing itu. Tapi itulah, seperti yang dialami para "nasabah" lainnya, Dewi dan Wati, belakangan, tak dapat lagi menarik uangnya. Ketika menghubungi Paulus, Wati hanya mendapat jawaban Paulus. "Saya sedang berusaha untuk bangkit lagi. Bulan Juni ini akan saya selesaikan." Janji serupa juga diterima Dewi. Ternyata sampai waktu yang dijanjikan itu palsu. Karena itulah, Kaligis dan Gunawan sepakat menyeret Paulus dan Tri Srikandi ke meja hijau. "Akan saya perkarakan secara pidana. Ini bukan kasus perdata seperti pinjam-meminjam. Karena uang Dewi statusnya dititipkan," kata Kaligis. Malah kaligis melihat kasus ini sebagai tipu daya Paulus belaka. Sebenarnya, menurut Kaligis, uang itu dikantungi esndiri oleh Paulus, tapi para "nasabah" ditipu seakan menitip uang ke PT Srikandi. "Ini menyangkut orang banyak, ini pidana," kata Gunawan. Sebaliknya, PT Tri Srikandi juga sudah mengambil ancang-ancang. Mereka meminta jasa kantor pengacara LGS (Lubis, Ganie, Surowidjojo Law Firm) untuk menghadapi para kreditor yang sedang "panas" itu. "Saran pertama dari kami agar Srikandi menyetop dulu titipan baru dan membicarakan pinjaman lama dengan kreditor," ujar Ari Ahmad Effendi dari kantor LGS. Menurut Ari, Tri Srikandi memang sedang sekarat. Itu karena perusahaan dikelola dengan manajemen kekeluargaan. Terlihat dan cara mereka mencari investor yang lebih banyak pada orang-orang dekat. Barang bukti yang dipegang investor pun, kata Ari, hanya secarik memo yang di bawahnya dituliskan bunga yang harus dlbayar per bulan. "Kalau memang benar- benar businessman, tentunya? mereka tak mau menanamkan di situ. Sebab, nggak ada jaminan keamanannya, mending menyimp- an di bank sekalian," kata Ari. Meskipun dikelola dengan gaya tradisional, Tri Srikandi yang berdiri 1977 itu sempat naik daun. Nahasnya, tiga tahun kemudian. Tri Srikandl terkena musibah "Kantornya dirampok, aset perusahaan senilai US$ 1 juta habls tandas," kata Ari. Usaha terus berjalan meski harus gali lubang tutup lubang. Dalam keadaan seperti itu, kata Ari lagi. Tri Srikandi kena tipu sekitar US$ 300 ribu. Akibatnya, "Pada 1984-1985, sebenarnya usaha mereka sudah berat sekali. Untuk bayar utang pokok saja sudah sulit," ujar Ari. Pembayaran utang kepada investor dilakukan dengan mencicil. Akhirnya, pada pembukuan terakhir 31 Desember tahun lalu, utang Tri Srikandi tercatat mencapal Rp 10 milyar. Pihak LGS meminta para kreditor bersabar dan memberi Tri Srikandi waktu untuk mengaktifkan kembali usahanya dan menjalwalkan kembali pembayaran utangnya. Menurut Ari, 40 investor menyetujui cara itu, tapi sebagian lain termasuk Vera dan Wati, menolak. Bunga S. Ardian Taufik Gesuri, dan Tommy Tamtomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus