Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan sejumlah lembaga lainnya mendesak kepolisian memeriksa anggota Brigade Mobil atau Brimob yang mengamankan sidang kasus tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
YLBHI menuding para anggota Brimob yang seharusnya mengamankan jalannya sidang malah bertindak menghina persidangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami mendesak agar para anggota tersebut diberikan sanksi berupa dugaan pelanggaran kode etik,” kata Ketua Umum YLBHI M. Isnur, Rabu, 15 Februari 2023.
YLBHI dan lembaga pemantau penegakkan hukum lainnya menyoroti jalannya sidang ke-12 yang digelar di PN Surabaya pada Selasa, 14 Februari 2023. Ruang sidang hari itu dipenuhi oleh anggota Brimob dan polisi lainnya yang diterjunkan untuk mengamankan sidang.
Isnur mengatakan merujuk pada video yang banyak tersebar di media sosial, puluhan anggota Brimob diduga melakukan intimidasi dengan berteriak dan menyoraki jaksa penuntut umum saat mereka memasuki ruangan sidang.
Jaksa memasuki ruang sidang bersama dengan tiga terdakwa yang merupakan anggota polisi. “Pihak keamanan pengadilan sampai berkali-kali mengingatkan puluhan anggota Brimob untuk tidak membuat kegaduhan saat persidangan,” kata Isnur.
Ketiga terdakwa dalam kasus tragedi Kanjuruhan ini adalah AKP Hasdarmawan, Kompol Bambang Sidik Achmadi dan AKP Wahyu Setyo Pranoto. Ketiganya merupakan komandan lapangan saat peristiwa Kanjuruhan terjadi. Ketiganya didakwa melakukan kelalaian hingga menyebabkan tewasnya ratusan suporter Aremania dalam tragedi tersebut.
Isnur mengatakan, tindakan personel Brimob tersebut merupakan penghinaan terhadap pengadilan. Menurut dia, tindakan tersebut dapat pula dianggap sebagai intimidasi terhadap jaksa.
“Perilaku tercela itu menunjukkan kurang profesionalnya aparat Brimob dalam melakukan pengawalan,” kata Isnur.
Aktivis hak asasi manusia itu mengatakan intimidasi dan perilaku unjuk kekuasaan yang dilakukan anggota Brimob dapat mempengaruhi proses persidangan.
Dia menganggap intimidasi itu membuat jaksa tidak bisa bekerja secara efektif. Buktinya, kata dia, saat pemeriksaan ahli, jaksa sama sekali tidak mengajukan pertanyaan melainkan hanya mengajukan keberatan kepada hakim atas pertanyaan penasehat hukum.
Di luar dugaan intimidasi ini, Isnur menilai pengungkapan tragedi Kanjuruhan sudah janggal sejak awal. Dia menyebutkan sejumlah kejanggalan itu di antaranya, kepentingan keluarga korban kurang diperhatikan dalam sidang; kedua, sidang seharusnya digelar di PN Malang tapi malah digeser ke Surabaya; ketiga, adanya potensi konflik kepentingan karena penasehat hukum para terdakwa merupakan anggota polisi aktif; dan pembatasan peliputan media dalam sidang tersebut.
“Lebih baik tindakan pengamanan yang mengarah pada penghinaan terhadap pengadilan ini dihentikan, karena hanya mengganggu jalannya sidang,” kata dia.
Atas tudingan ini, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo meminta Tempo untuk bertanya kepada Kepolisian Daerah Jawa Timur. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Dirmanto hanya menjawab singkat. “Nanti akan diklarifikasi Polrestabes,” kata Dirmanto. Dirmanto tidak menjelaskan lebih lanjut tentang pernyatannya itu.