Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memberi sorotan terkait dengan kasus bayi yang diduga tertukar di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Rio Pambodo mengatakan kasus itu harus dibantu oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kemenkes perlu turun tangan dan ikut menginvestigasi apakah bayi tertukar ada faktor human error atau tidak,” kata Rio saat dihubungi, Kamis, 19 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menganjurkan agar Kemenkes mengawasi dan evaluasi proses bisnis di RS Islam Jakarta tersebut untuk mencari tahu apakah ada kekeliruan atau tidak dalam melayani pasien bersalin dari pasangan suami istri MR dan FS. Rio turut memberikan pandangan ihwal dugaan rumah sakit yang tidak memperkenankan MR dan FS melihat anak mereka setelah dilahirkan.
Dia mengatakan rumah sakit harus menjelaskan dengan transparan dan terbuka terkait kondisi bayi tersebut. Termasuk ketika orang tua bayi meminta rekam medis setelah bayi mereka dinyatakan meninggal.
“Jangan sampai rumah sakit melanggar prinsip-prinsip perlindungan konsumen, yaitu transparansi informasi,” kata dia. “Pasien selaku konsumen rumah sakit berhak mendapat informasi yang utuh perihal rekam medis, kondisi pasien maupun informasi mengenai bayinya.”
YLKI juga meminta pihak RS bertanggung jawab secara moril kepada pasien atas dampak psikologis yang timbul baik orang tua maupun bayinya akibat adanya kejadian bayi yang tertukar. “Kejadian bayi tertukar bukan hanya sekali ini saja. YLKI meminta pelayanan kesehatan untuk bebenah diri agar dapat meningkatkan pelayanan terhadap konsumen lebih baik lagi ke depannya,” ujar Rio.
Kasus bayi yang diduga tertukar masih belum menemukan titik terang. Orang tua bayi masih ingin memastikan bayi yang dinyatakan meninggal oleh rumah sakit benar anak mereka atau bukan.
Sebelumnya MR, ayah sang bayi, sempat memviralkan kasus tersebut karena tak puas dengan jawaban pihak rumah sakit. MR juga telah berulang kali meminta bukti CCTV dan rekam medis untuk membuatnya yakin bayi yang dinyatakan meninggal dunia itu benar bayinya. Namun, menurut pernyataan MR sudah tiga kali meminta kejelasan dari pihak rumah sakit, MR dan keluarganya tak kunjung mendapatkan jawaban.
Bukti-bukti yang diminta seperti CCTV dan rekam medis juga tak diberikan oleh rumah sakit. Akhirnya MR pun berinisiatif untuk memviralkan kasus tersebut di media sosial pribadinya. Setelah ramai dan jadi perhatian publik, pihak rumah sakit baru mendatangi MR dan menyodorkan surat perjanjian.
“Mereka bilang akan kasih bukti-bukti itu, tapi dengan syarat take down video yang viral itu. Pihak rumah sakit datang ke tempat saya kerja. Saya merasa diintimidasi oleh mereka jadi saya menandatangani perjanjian itu,” kata MR.