Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekjen PBB Antonio Guterres menyambut baik inisiatif perdamaian yang baru-baru ini disorongkan Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Sebab baginya, ini adalah waktu yang tepat untuk gencatan senjata bersama dengan pembebasan sandera tanpa syarat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guterres dalam kunjungan kerjanya ke Yordania pada Selasa sore, 11 Juni 2024, mendesak semua pihak untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan mencapai kesepakatan. Semua pihak yang bersengketa harus menghormati kewajiban mereka di bawah hukum kemanusiaan internasional, contohnya memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan baik ke dalam maupun di dalam Gaza. Semua rute yang tersedia ke Gaza harus beroperasi, khususnya jalur darat yang sangat penting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya menyambut baik semua upaya terkoordinasi untuk mengoperasionalkan sepenuhnya mekanisme memfasilitasi bantuan ke Gaza sebagaimana diamanatkan oleh Resolusi Dewan
Keamanan 2720," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Guterres pun berterima kasih pada Yordania karena mau terlibat serta mau mendesak agar diberikan bantuan penyelamatan nyawa kepada masyarakat Gaza yang sedang berada dalam situasi yang paling dramatis. Perang Gaza sudah delapan bulan berkecamuk sejak serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas.
Menurut Guterres, delapan bulan penderitaan tanpa henti bagi warga sipil Palestina di Gaza, kecepatan dan skala pembantaian serta pembunuhan di Gaza telah melampau apa pun selama dia menjabat sebagai Sekjen PBB. Sedikitnya 1,7 juta orang - 75 persen dari populasi Gaza - telah mengungsi, bahkan beberapa kali lipat akibat serangan militer Israel.
Di akui Guterres, tidak ada tempat yang aman di Gaza. Kondisinya sangat menyedihkan. Situasi kesehatan masyarakat berada di luar tingkat krisis. Rumah sakit-rumah sakit di Gaza menjadi reruntuhan.
Persediaan medis dan bahan bakar langka atau bahkan tidak ada sama sekali. Lebih dari satu juta warga Palestina di Gaza tidak memiliki cukup air minum bersih dan menghadapi tingkat kelaparan yang parah. Lebih dari 50 ribu anak membutuhkan perawatan untuk malnutrisi akut.
Ironisnya, setidaknya setengah dari seluruh misi bantuan kemanusiaan ditolak, dihambat, atau dibatalkan karena alasan operasional atau keamanan. Sejak serangan terhadap penyeberangan perbatasan Rafah satu bulan lalu, aliran bantuan kemanusiaan yang sangat penting bagi warga Gaza – yang sudah sangat tidak memadai – malah anjlok hingga dua pertiga
Keadaan staf PBB di Palestina yang mendistribusikan bantuan, juga memprihatinkan. Rumah mereka hancur dan orang-orang yang mereka cintai terbunuh. Mereka menempatkan diri dalam bahaya. UNRWA dalam hal ini adalah tulang punggung respons kemanusiaan tersebut.
"Saya menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga dan kerabat dari 193 staf UNRWA yang telah terbunuh. Harus ada pertanggungjawaban penuh atas setiap kematian ini. Serangan terhadap personil dan lokasi PBB tidak dapat diterima," kata Guterres.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini