Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=brown><B>Bencana Islandia</B></font><BR />Jelaga di Langit Eropa

Letusan gunung di Islandia melumpuhkan penerbangan di Eropa selama sepekan. Ribuan penumpang telantar dan kerugian maskapai penerbangan minimal US$ 1,7 miliar.

26 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama tiga hari Tri Mumpuni terpaksa bertahan dengan pakaian yang sama. Perempuan pelopor pembangkit listrik tenaga air mini ini terlunta-lunta di Bandar Udara Schiphol karena tak ada pesawat yang beroperasi di Belanda. Kopernya tertahan di pesawat sebelumnya. Penerbangan di Negeri Kincir Angin itu lumpuh selama enam hari karena kepungan debu dari letusan Gunung Eyjafjallajokull di Islandia.

Ribuan penumpang berdesakan untuk mendapat keringanan fasilitas penginapan dari maskapai Belanda, KLM. ”Orang yang tak punya uang untuk bayar hotel harus glosoran di airport,” kata Tri Mumpuni. ”Prihatin melihat ibu-ibu menyusui bayi di emperan toko airport karena begitu penuhnya.”

Belanda melarang penerbangan komersial sejak Kamis, 15 April lalu, bersamaan dengan kedatangan Mumpuni di Amsterdam. Padahal dia harus melanjutkan perjalanan ke Wina, Austria, untuk menghadiri sebuah seminar. Ia baru bisa berangkat ke Wina dengan kereta api empat hari kemudian.

Jelaga di langit Eropa juga membuat Direktur Utama Peruri Junino Jahja terdampar selama empat hari di Paris, Prancis. Dia tertahan setelah mengadakan kunjungan kerja ke Jerman karena tak ada pesawat yang berani mengudara. ”Pasrah saja,” kata Junino yang akhirnya bisa kembali ke Tanah Air, Kamis pekan lalu.

Debu dari letusan Gunung Eyjafjallajokull memang membuat ribuan penumpang di Eropa telantar. Gunung yang terakhir meletus pada 1821 ini kembali mengamuk pada 21 Maret lalu. Gunung berapi itu memuntahkan asap hingga ketinggian 11 ribu meter di atas permukaan laut.

Ada 20 negara Eropa yang melarang penerbangan karena khawatir debu akan merusak mesin pesawat. Kemungkinan rusaknya mesin itu mengingatkan kita pada peristiwa meletusnya Gunung Galunggung di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 1982. Debu menyusup ke mesin pesawat yang suhunya sangat panas.

Ketika Galunggung meletus, pesawat British Airways dari Inggris menuju Australia melintasi Indonesia. Mereka dihadang kabut debu sehingga empat mesin mati. Pesawat British Airways yang mengangkut 262 penumpang itu akhirnya terpaksa mendarat darurat di Jakarta. ”Kami saat itu tidak bisa melihat pemandangan di luar lewat kaca depan,” kata pilot Eric Moody.

Kadar debu dan letusan gunung di Islandia dinilai lebih kecil daripada Galunggung. Namun dampak debu dari Islandia itu luar biasa karena berada di wilayah padat penerbangan. Letusan gunung di kawasan gletser itu telah menunda rencana penerbangan 1,2 juta penumpang per hari dari Eropa dan yang menuju ke kawasan ini.

Di Jerman, pernikahan Tobiaz Sproetz, 33 tahun, tertunda karena dia tertahan di Mallorca, Spanyol. Polisi asal Kota Fuerth, Bayern, ini tak bisa menahan air matanya ketika berbincang dengan Tempo. Rencana pernikahannya sudah ada di catatan sipil dan gereja pada Selasa pekan lalu, terlambat dua hari. ”Luar biasa, letusan gunung menyebabkan pernikahan diundurkan,” katanya.

Aktor kondang Jerman, Till Schweiger, 46 tahun, harus menjelajahi lima negara selama 32 jam nonstop dengan perjalanan darat dari Rusia. Ia pergi ke Rusia untuk menghadiri pemutaran perdana filmnya, Zweioghrkueken. Perjalanan darat membuatnya harus lintang pukang berganti taksi. Pemeriksaan dokumen setiap melewati perbatasan pun harus dia jalani.

Taksi memang jadi kendaraan paling dicari selama larangan terbang berlaku. Nina Fischer, 30 tahun, seorang sopir di Jerman, dibayar 1.500 euro (lebih dari Rp 18 juta) untuk mengantarkan empat penumpang dari Berlin ke Mailand, Italia. ”Capek dan berat,” katanya kepada Tempo.

Larangan terbang juga menyulitkan sejumlah warga Indonesia di Jerman. Rombongan pengantar jenazah diplomat Indonesia tertahan selama empat hari di Berlin. Ramayanti Olii, sekretaris dua Kedutaan Besar Indonesia di Berlin, meninggal karena kanker dan akan dimakamkan di Indonesia. Setelah tertunda empat hari, peti jenazah akhirnya bisa dibawa ke Indonesia, Kamis pekan lalu.

Jerman melakukan penerbangan percobaan sejak Selasa pekan lalu. Penerbangan komersial baru dibuka keesokan harinya. Di Bandara Dortmund, sekitar dua belas orang menggunakan kaus seragam bertulisan ”Ich bin asche-opfer”, saya korban debu vulkanik.

Asosiasi maskapai penerbangan Jerman memperkirakan kerugian akibat jelaga yang menyelimuti langit Eropa itu mencapai 150 juta euro per hari, termasuk kerugian Lufthansa yang 25 juta euro per hari. Bandara juga ditaksir rugi 10 juta euro sehari, lantaran tak ada pesawat parkir, isi bahan bakar, serta keperluan teknis lainnya.

Larangan penerbangan itu juga mengakibatkan bisnis mampat. Di Jerman, sekitar tujuh ribu mobil BMW mangkrak di bandara. Kamar Dagang Jerman, Deutsche Industrie und Handelskammertag, menaksir kerugian bisnis akibat debu yang bergentayangan ini hingga US$ 1 miliar sehari.

Debu yang menyembur dari Islandia ini memang telah membuat 95 ribu penerbangan ditunda di seluruh Eropa. Asosiasi Internasional Angkutan Udara, IATA, memperkirakan kerugian mencapai US$ 1,7 miliar bagi maskapai penerbangan.

Dari data IATA, setiap maskapai penerbangan kehilangan potensi pendapatan US$ 400 juta per hari selama 17-19 April. Peristiwa itu juga membuat keuntungan industri penerbangan merosot 29 persen. ”Dampaknya lebih besar dari 11/9 saat otoritas penerbangan Amerika menutup wilayah udaranya tiga hari,” kata Giovanni Bisignani, Direktur IATA.

Untungnya, sejak Rabu pekan lalu debu sudah mulai menipis. Sejumlah bandara pun beroperasi kembali. Lembaga Keamanan Penerbangan Eropa, Eurocontrol, menetapkan pembagian zona berdasarkan ketinggian. Zona paling aman buat pesawat ada di ketinggian 3.000 meter.

Setiap negara akan memberikan izin berbeda untuk penerbangan di ketinggian 6.000 meter karena ketebalan asap dan debu vulkanik berlainan di setiap negara. Adapun terbang dengan ketinggian lebih dari 6.000 meter digolongkan tindakan berbahaya.

Sejauh ini sejumlah maskapai penerbangan Eropa—seperti KLM, Lufthansa, Air France, Condor, dan Austrian Airlines—sudah mengadakan tes uji terbang. KLM terbang di ketinggian 3.000 meter dengan kecepatan 185 kilometer per jam. Lufthansa malah terbang lebih tinggi lagi 3.000-8.000 meter. ”Tidak satu pun yang mengalami kerusakan,” kata juru bicara Lufthansa, Wolfgang Weber, kepada Tempo. ”Bahkan tergores debu pun tidak.”

Yandi M.R. (CNN, BBC), Sri Pudyastuti Baumeister (Berlin)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus